"Di mana Santiago?" tanya Jimmy ketika makan malam berlangsung.
"Di mana Yewberry?" Lorinda ikut-ikutan menanyakan ketiadaan orang lain.
Jelas saja, yang lain lebih memilih mengkhawatirkan Santiago ketimbang harus repot-repot mengetahui keberadaan orang jahat yang menyusahkan sepertiga penghuni Sihira.
"Wah, rawon iga," celetuk Martina ketika makanan datang.
"Santiago melewatkan makanan favoritnya," kata Ignacio.
Lorinda menoleh ke deretan meja para guru. Seperti biasanya, Emilia duduk di antara Adalbaro dan Patrick, menjadikannya cantik bersinar di antara dua pria tampan.
"Ya ampun, dia terlihat begitu cantik," ujar Lorinda, tidak menyadari jika teman satu asrama mendengarnya, "di antara dua pria tampan."
"Sementara Profesor Coldman bersinar paling tampan di antara seorang gadis cantik dan sebuah kursi kosong," seloroh Jimmy sebelum Viola menyikut rusuknya.
"Orang itu memang tampan meski bersebelahan dengan siapa pun," tegur Viola pada Jimmy, "sehingga membandingkannya dengan kursi kosong sangatlah tidak bermoral, Jimmy."
"Kau sudah menjenguk sepupumu?" tanya Emma pada Lorinda yang duduk di seberangnya.
"Tidak boleh dijenguk oleh siapa pun, setahuku," jawab Lorinda sambil mengunyah nasinya.
"Sebaiknya memang begitu," Emma mengangguk. "Apalagi kau. Jelas kau tidak boleh bertemu dengannya. Aku sungguh tidak tahan ingin mengatakan kepadamu jika ada suatu entitas yang jahat mengikutimu dan menyerap energimu. Lihatlah, kau begitu kurus, kusam, dan jelek!" cerocos Emma, membuat yang lain terbelalak karena takut Lorinda akan mengatakan hal yang aneh-aneh pada Yewberry.
"Apa?" Lorinda mengernyit heran.
"Ya, begitulah," Emma mengibaskan tangannya.
"Apakah kau sudah mulai terbiasa, Emma?" tanya Viola yang duduk di antara Emma dan Jimmy.
"Sedikit, meskipun masih membuatku tremor," Emma menunjukkan tangannya yang kesulitan menyuap makanan.
Santiago bergabung di meja mereka lima belas menit sebelum acara berakhir pada jam 08.00 malam.
"Kau pucat," tegur Jimmy, lantas menyentuh kening sepupunya itu, "dan demam."
"Sialan, aku kalah!" keluh Santiago.
"Kau gagal?" Ignacio tidak mencibir namun terdengar seperti itu, "Dan kau juga sekarat seperti kekasihmu?"
"Tunggu," sela Lorinda, "Santiago meneruskan apa yang dilakukan oleh Berna? Kau melakukan sesuatu untukku, Santiago?"
"Kalau bukan karena kau adalah sepupu Berna, aku tidak sudi latihan setor nyawa begini!" Santiago mendamprat Lorinda, "Dasar, kau gadis tolol!"
"Kalau tidak iklas, tidak perlu kau lakukan!" bentak Lorinda.
"Tidak tahu diri!" Martina menempeleng Lorinda, "Kalau bukan kami yang membantumu, siapa yang kau miliki?!"
"Kalian membantuku apa?" cemooh Lorinda.
"Kau bahkan tidak tahu apa-apa," desis Viola.
Setelah makan malam secepat yang ia bisa, Santiago meminta Martina memanggil Profesor Coldman untuk memeriksanya ke kamarnya.
"Tidak bisakah aku mendapat murid yang waras-waras saja?" keluh Adalbaro sambil mengompres kening Santiago sesampainya di kamar pemuda itu, "Jangan ada yang gegabah lagi setelah ini!"
***
Jumat pagi yang tidak cerah. Tidak cerah secara harfiah maupun istilah. Hujan turun sejak fajar, dan mereka yang bersangkutan dengan perkara Yewberry juga semakin murung.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIHIRA
FantasyApa yang akan terjadi ketika seorang gadis yang biasanya hidup normal tiba-tiba harus berkecimpung dengan dunia sihir, apalagi menjadi korban? Lorinda Castillian menjadi siswi Sihira di kerajaan sihir Taika, dan akan mengalami banyak hal di luar ken...