15. Di Bawah Lampu Kota

643 186 84
                                    

"Semalem Naima jujur sama gue. Katanya dia pernah doain gue sama Mikha putus. Adek kurang ajar emang." Jenaka bercerita sambil memilin robekkan kertas di atas meja. Ia meninggalkan senyum tipis di bibirnya. Memandang ke arah kertas kecil-kecil dan Lukita secara bergantian.

Lukita yang lagi-lagi memakai hotspot Jenaka untuk keperluannya bermain game lantas tertawa. "Eh, dikabulin, tuh, Mas. Naima doanya kenceng banget berarti," katanya sambil meninggalkan halaman permainan karena bakmi pesanannya datang.

Jenaka menunduk. Menyembunyikan senyum yang sedikit lebih lebar. Mengingat perkataan Adik perempuannya tadi malam.

"Aku sedih banget waktu Mas Naka jadian sama Mbak Mikha. Ya, meskipun Mbak Mikha baik, tapi dari awal aku, tuh, naik kapal Mas Naka sama Mbak Ita. Makanya aku pernah doain Mas sama Mbak Mikha putus. Eh, putus beneran."

Saat suara di dalam kepalanya berakhir, Jenaka melunturkan senyumnya. Ia bingung apa alasan yang membuat sudut bibirnya tertarik beberapa saat yang lalu padahal tidak ada sedikitpun perihal menyenangkan dalam kalimat yang dilontarkan Adiknya.

Atau mungkin ada. 'Aku pernah doain Mas sama Mbak Mikha putus' atau 'Aku naik kapal Mas Naka sama Mbak Ita'. Di antara keduanya, mana yang lebih menyenangkan hingga membuat sudut-sudut bibir Jenaka terangkat?

Tapi seharusnya tidak keduanya. Jenaka tidak ingin kehilangan Mikhaila, dan Jenaka tidak ingin hubungannya dengan Lukita lebih dari teman. Lalu senyumnya untuk apa? Dalam hal ini, Jenaka terjebak dalam pikirannya sendiri. Ia tidak bisa menemukan jawabannya.

"Enak nggak?"

"Emangnya lo belum pernah coba?"

Lamunan Jenaka buyar saat mendengar percakapan Lukita dan Sagara yang baru saja menarik kursi dan duduk di sebelah Lukita.

"Bukannya emang yang jual bakmi ini baru, ya?" Tanya Sagara sambil menumpukan kedua sikunya di atas meja.

"Iya, sih. Mau coba?" Lukita menawarkan bakmi yang telah ia sumpit.  "Nih. Buka, Ga, mulutnya."

Kedua alis Sagara yang terangkat menandakan bahwa ia sedikit terkejut dan agak bingung saat Lukita berniat untuk menyuapinya.

"Hah?"

"Mau, 'kan?"

"Iya."

Lalu Sagara sedikit memajukan wajahnya sambil membuka mulutnya. Memakan sesumpit bakmi dari Lukita.

"Dipa mana, Ga?" Tanya Jenaka. 

Dagu Sagara menunjuk ke arah Dipa yang kebetulan duduk tak jauh dari mereka bersama dengan adik tingkat yang tidak terlalu mereka kenal namun jelas mereka tahu bahwa Dipa tengah dalam misi pepet terus sampai dapat

Jenaka sebenarnya tidak benar-benar berniat menanyakan keberadapan Dipa. Hanya saja ia merasa ingin mempegat kegiatan dua sejoli di hadapannya.

"Terus gimana, Ka? Reaksi lo pas Naima ngomong gitu?" Tanya Lukita. Tiba-tiba melanjutkan topik pembicaraan sebelumnya.

"Gue plastikin poster-poster, album sama photocard cowok Korea koleksinya dia. Terus dia jerit-jerit. 'Mas Naka oon! Pelan-pelan! Nanti rusak mau tanggung jawab?!' padahal juga belinya pake uang gue," jelas Jenaka.

Lukita tertawa. "Rame banget sumpah, Naima. Udah lama, ih, tapi nggak ketemu dia."

"Mau ke rumah? Nyokap juga lagi ngomel-ngomel mulu di rumah. Kali aja nanti pas lo dateng langsung adem dia," sahut Jenaka.

Comedy Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang