Special Chapter: Yang Terjadi di Yogyakarta

844 177 67
                                    

2k+ words. jangan bosen, ya, hehe.






Pencapaian Mesin Potret selama empat tahun masa kejayaannya adalah menjadi sahabat pemotretan para artis papan atas Indonesia. Seperti foto pernikahan atau pemotretan yang tujuannya untuk menambah koleksi foto berkualitas di akun media sosial.

Dan pada kesempatan kali ini Jenaka, Dipa beserta timnya tengah melakukan pemotretan pre-wedding di salah satu tempat yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bersama dengan klien yang kali ini adalah seorang anak orang penting di kota itu sendiri.

"Din, itu di-touch up dulu," kata Jenaka sambil menurunkan kameranya.

Selagi perempuan bernama Dinda itu memberi sentuhan make up pada klien-nya, Jenaka merogoh ponselnya yang tersimpan di saku celana. Saat layarnya menyala, ia dapat melihat ada beberapa panggilan tak terjawab dari Lukita.

Entah karena apa, tapi beberapa hari belakangan Lukita sedikit merepotkan. Ia menganggap begitu karena semakin dewasa ia semakin bergantung pada pekerjaannya. Hidupnya bukan melulu menjadi pujangga yang memuja wanita. Ada satu dan lain hal yang harus ia capai sebagai laki-laki dewasa. Termasuk menjadi mapan.

Dan perihal ini sudah pernah menjadi pembahasan di antara ia dan Lukita. Dengan pikiran yang juga sudah memasuki usia dewasa, Lukita memahaminya. Tapi akhir-akhir ini perempuan itu banyak merengek.

Lalu daripada balas menghubungi Lukita lewat telepon, Jenaka lebih memilih mengirim pesan singkat dan mengatakan bahwa ia akan menghubungi perempuan itu saat pekerjaannya telah usai.

Namun tak berselang lama layar ponselnya mematri nama Lukita, membuat Jenaka harus menghela nafas sambil menyapu layarnya untuk menjawab.

"Sayangku, nanti aku telepon lagi, ya."

"Naka, tapi---"

"Nanti, ya. Aku udah mau selesai."

"Lama, Ka. Aku maunya sekarang."

"Lukita. Ini jam kerja aku."

"Kamu nggak mau tanya dulu aku ada perlu apa? Kamu pikir aku telepon kamu karena hal yang nggak penting? Atau emang bagi kamu aku nggak penting? Beda banget, ya, cara kamu memperlakukan aku sama Mikhaila. Dulu kamu menomor satukan Mikhaila dari segala urusan kamu. Tapi sama aku kamu nggak kayak gitu."

Jenaka membawa langkahnya keluar dari set pemotretan. "Aku nggak suka kamu jadiin hal itu sebagai senjata, ya. Ini kita, nggak perlu ada orang lain. Udah, nanti aku telepon lagi."

"Iya, emang aku nggak lebih---"

"Lukita, cukup, ya. Aku matiin teleponnya."

Lalu Jenaka benar-benar mematikan sambungan teleponnya. Nafasnya berhembus berat. Ia kemudian melanjutkan pekerjaannya dengan suasana hati yang kurang baik. Mungkin kalau nama Mikhaila tidak ada di dalam percakapan mereka, Jenaka masih bisa menumpahkan warna cerah di hatinya.

Mikhaila hanya sebagian hal di dalam hidupnya yang telah usai beberapa tahun yang lalu. Kalau Lukita memperalat nama perempuan itu untuk membuatnya kalah telak, maka Jenaka menganggap Lukita sangat kekanakkan.

Comedy Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang