2. Lagi-lagi Lain Kali

1.3K 255 119
                                    

"Giandra udah dateng."

Mikhaila menatap Ibunya tak habis pikir. "Aku udah bilang sama Mami kalau hari ini aku ada janji sama temen aku."

"Jenaka?" Tanya Ibunya. Mereka berdiri di ambang pintu kamar Mikhaila dengan saling menatap dingin.

"Jenaka pacar aku. Sekarang aku ada janji sama temen aku. Bukan Jenaka," jelas Mikhaila yang jelas-jelas hanya dusta. Hari ini ia benar-benar ingin menepati janjinya pada Jenaka.

Ibunya menggeleng. "Ganti baju. Hari ini kamu temenin Giandra dateng ke acara pembukaan cabang baru restoran keluarganya."

"Mami---"

"Giandra dan keluarganya lebih penting daripada temen kamu," sungut Ibunya. "Cepet ganti baju."

Mikhaila menggeleng. Kalau memang Ibunya dan Giandra memaksa, maka Mikhaila akan datang dengan baju sporty-nya saat ini. Tidak perduli kalau Giandra harus menanggung malu karenanya.

"Mikha, ganti baju. Kamu ngelawan sama Mami?"

"Aku ada janji, Mi. Harus aku bilang berapa kali, sih? Mami mau kalau anaknya dicap pengingkar janji?" Mikhaila bersikeras.

Sang Ibu mendengus sambil berkacak pinggang. Matanya menatap tajam pada anak satu-satunya. Seperti perkataannya, Giandra dan keluarganya lebih penting. Bahkan daripada kebahagiaan anaknya sendiri. Yang wanita itu inginkan adalah Mikhaila harus bersama Giandra.

Lalu ponsel Mikhaila berdering. Matanya menyorot Ibunya sebentar setelah melihat siapa yang menghubunginya.

"Aku mau angkat telepon du---"

Ponselnya dirampas. Dan wajah sang Ibu semakin tidak bersahabat saat melihat nama si penelepon. Tanpa seizin Mikhaila, sang Ibu menjawab panggilannya.

"Mi---"

"Maaf, Jenaka. Mikhaila ada urusan. Janjinya diganti lain waktu, ya," kata sang Ibu. Lalu tanpa menunggu lama, bahkan saat Jenaka baru setengah bicara, panggilan diputus sepihak.

Dada Mikhaila merasa sakit. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini, dan lebih tidak suka saat Jenaka juga diperlakukan tidak baik. Namun ia terlalu takut untuk melakukan segala hal yang mengarah pada bentuk pemborantakkan.

"Sekarang ganti baju. Nggak enak sama Giandra udah nunggu dari tadi."

---

Jenaka duduk di dalam mobilnya. Bergegas menjemput Mikhaila di rumahnya. Setelah sekian banyak janji yang diingkari, akhirnya Mikhaila mampu menepatinya hari ini. Maka selain matahari yang perlahan muncul dengan cerah, ada senyum Jenaka yang merekah.

Mobilnya menyala, namun tidak segera melaju. Jenaka memilih untuk mengabari Mikhaila terlebih dulu kalau ia segera berangkat.

Ditempelnya benda pipih bersarung merah ke telinga. Dan tanpa menunggu lama, panggilan langsung dijawab.

"Mikha---"

"Maaf, Jenaka. Mikhaila ada urusan. Janjinya diganti lain waktu, ya."

"Eh, ini Tante Dian, ya. Oh, iya gak pa-pa, Tan, kalau Mikhaila gak bi---"

Satu alisnya terangkat saat panggilan diputus seenaknya. Senyumnya menghilang. Genggamannya pada stir mobil menguat. Jenaka menurunkan ponselnya dari telinga dan memandang layarnya tanpa ekspresi.

Masih pagi, tapi hatinya tiba-tiba mendung. Gemuruh bersahutan di dalam sana. Kalau memang akarnya ada di sang Ibu, maka Jenaka tidak bisa membiarkan semuanya semakin berantakan. Hubungannya harus diselamatkan selagi keduanya masih sama-sama menaruh rasa.

Comedy Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang