6. Yasa Bingung

768 218 93
                                    

"Kamu cemburu sama Lukita."

Mikhaila menoleh. Menatap bingung pada Giandra. "Maksud kamu apa, Gi?"

"Selain karena Mami kamu nggak setuju, dan aku yang sita waktu kamu sama dia, kamu mutusin buat nggak ngelanjutin hubungan sama Jenaka juga karena kamu cemburu sama Lukita," tukas Giandra lalu berdiri dari duduknya. "Aku bikinin sushi mau? Laper, 'kan?"

Kini mereka berdua tengah berada di rumah Giandra yang bisa disebut rumah orang kaya.  Mikhaila yang tertarik dengan obrolan yang dibuat Giandra lantas mengikuti pria itu.

"Nggak, Gi. Aku nggak perlu cemburu sama Lukita."

Giandra tertawa kecil sambil mencuci tangannya. "Masa? Aku harus percaya berapa persen nih?"

"Bener, Gian. Aku nggak cemburu sama Lukita. Ngapain aku cemburu kalau Jenaka selalu memprioritaskan aku seakan-akan aku satu-satunya yang hidup sama dia. Jenaka jadiin aku nomor satu, Gi, dari segala urusannya. Sedangkan Lukita? Ibaratnya, Naka kalau seneng ke aku, kalau susah ke Lukita."

"Kamu tega banget ngomong gitu? Lukita kalau denger sedih banget pasti," sahut Giandra. Ia mulai menyiapkan bahan-bahan sushi-nya. 

Mikhaila duduk. Menopang dagunya dengan kepalan tangannya. "Tanpa dia harus denger ucapan aku juga kayanya dia sadar."

"Omong-omong jadiin kamu nomor satu dari segala urusan, aku 'kan juga gitu, Mikha. Nggak bisa sayang juga ke aku?" Tanya Giandra.

Pandangan Mikhaila jatuh pada pria yang selisih usianya berbeda satu tahun dengannya. "Nggak. Aku cuma sayang sama Naka. Kamu mending udahan aja usahanya. Nggak akan membuahkan hasil juga."

"Jahat banget ngomongnya." Giandra tersenyum nanar menatap kepalan nasi di atas meja. "Padahal, segala sesuatu yang berhasil terjadi, itu emang udah jalan hidup seharusnya. Kamu putus sama Jenaka ya emang udah cerita hidup kamu dibuat kaya gitu. Terus Tuhan jadiin aku sebagai cara buat pisahin kalian. Masih mau protes kalau semua ini gara-gara aku? Meskipun waktu diulang lagi, kejadiannya bakal sama aja," katanya sambil memberikan sumpit pada Mikhaila.

"Kalau gitu, meskipun waktu diulang, kamu tetap nggak bisa bikin aku jatuh cinta sama kamu."

Giandra menghela nafas. Ia kemudian tersenyum menatap Mikhaila. "Terserah deh. Nih, makan yang banyak."

---

"Tumben banget sumpah minta temeninnya sama gue?" Tanya Jenaka ketika Yasa masuk ke dalam mobilnya.

Yasa yang hari ini pakai celana jeans, kaos putih, dan kemeja flanel biru sebagai outer-nya itu meminta Jenaka untuk  menemaninya ke toko buku, membeli buku tebal berisi pembahasan soal ujian nasional.

"Cuacanya lagi panas banget. Takut item gua kalau naik motor."

"Biasanya juga ke sekolah naik motor."

"Ya, 'kan kalau sekolah berangkat pagi pulang sore. Nggak panas."

"Bener juga, sih. Tapi, 'kan lo juga bisa ke toko bukunya nanti sore?"

"Sumpah, kalau nggak ikhlas nemenin mah bilang aja, Kak, nih gua turun sekarang. Nggak jadi minta ditemenin."

Jenaka tertawa. Segera mengunci pintu mobilnya saat Yasa ancang-ancang mau turun dari mobil. "Sensi banget, Yas. PMS?"

"Ah, diem ah. Gua nggak ngerti caranya pake pembalut," sahut Yasa sambil menatap lurus ke depan dengan pandangan kesal. Tangannya ia lipat di depan dada.

"Dih, kalo kesel mirip Lukita lo, Yas. By the way, dia lagi ngapain tadi di rumah?" Tanya Jenaka.

Yasa menoleh. "Kenapa nanya-nanya? Suka sama Kak Ita?"

Comedy Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang