17. Pengakuan

777 181 122
                                    

Selesai mandi Jenaka berjalan ke arah lemari bajunya. Mengambil sebuah kaos yang kerap kali dimaki Adiknya karena itu lagi, itu lagi. Kemudian memakainya tanpa perlu waktu yang lama.

Agenda berikutnya yaitu mencari celana ternyaman namun harus tertunda karena atensinya tiba-tiba jatuh pada seragam SMA-nya yang penuh coretan. Sengaja masih disimpan dan dilipat rapih di dalam lemarinya. Karena seperti tombol pemutar video, setiap kali ia melihat eksistensi kain tersebut seakan ia melihat tayangan seluruh cerita di masa sekolahnya. Tentu semua hal yang tidak akan pernah dirasa lagi meskipun kepala menyimpannya sebaik mungkin.

Lantas dengan handuk putih yang masih bertugas melingkari pinggangnya, Jenaka yang rambutnya juga masih basah itu menarik keluar seragam putih tersebut. Ia menerbitkan senyum kecil saat melihat coretan tangan warna-warni yang ukurannya beragam juga frasa yang berbeda-beda.

Namun ada satu tujuannya.

Tulisan tangan yang mendarat terakhir di baju seragamnya. Tertulis dengan tinta hitam khas pena untuk mencatat materi dan ukurannya sengaja dibuat kecil. Seakan hadir namun tidak ingin menjadi pusat perhatian. Tapi kala itu, saat pertama kali ia melihatnya, Jenaka merasakan pengaruh yang besar bagi benda di dalam dadanya.

"Ka, gue belom coret baju lo."

Jenaka ingat betul. Lukita yang waktu itu masih suka pakai poni berdiri di hadapannya sambil membawa sebuah pena. Padahal bajunya penuh coretan warna-warni yang artinya perempuan itu ikut serta dalam aktifitas coret-coret baju seragam. Tapi entah kenapa ia lebih memilih untuk menggunakan alat tulis tersebut.

Lalu saat sampai di rumah, Jenaka masuk ke kamar dan membuka seragamnya. Sangat penasaran dengan apa yang ditulis Lukita di bawah kerah seragamnya. Lantas reaksinya menjadi kikuk saat berhasil menemukan satu kalimat yang sempat membuatnya penasaran. Kata perempuan itu melalui pena-nya, I love you, Jenaka.

"Makasih, ya, Ta. Gue minta maaf."

Ungkapan yang memang pantas keluar dari mulutnya. Jelas-jelas dicintai namun justru memberi pelik.

Pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. Jenaka menyimpan baju seragamnya kembali ke dalam lemari lalu membukakan pintu. Ada Naima yang masih pakai baju kemarin sore. Jenaka tahu betul kalau tidak ada mandi dua kali sehari di hari libur dalam kamus Naima.

"Kenapa, nih, Pacar Mark Lee SuperM kesini? Mau malak?"

"Apa, sih? Aku dateng dengan itikad baik malah dituduh. Tapi makasih, aku emang pacar Mark Lee."

Jenaka mendengus tawa. "Yaudah, terus ngapain kamu kesini?"

"Tuh, ada Mbak Ita. Lagi disuruh Mama nyobain seblak bikinannya," kata Naima. "Sukurin Mas Naka nggak kebagian. Selebihnya udah aku abisin."

Jenaka mendesis sambil berkacang pinggang. "Biarin. Bisa minta sama Ita. Udah sana. Suruh dia jangan abisin seblaknya. Mas Naka mau pake celana dulu."

---


"Rapih banget. Abis dari mana lo?" Tanya Jenaka. Menarik kursi yang didudukinya agar lebih dekat dengan Lukita. Matanya lurus menatap mangkuk seblak yang isinya tinggal sedikit. "Bagi, dong."

Naima berdeham. "Bentar dulu, Mas, Mbak." Ia mengangkat tempat makan plastik berwarna ungu yang berisi salad buah. "Naima pindah dulu. Deket-deketannya bisa dilanjut kalau aku udah cabut dari sini."

Sambil menyuap makanannya, Jenaka melirik Adiknya yang perlahan menjauh. Membiarkan meja makan kini hanya dihadiri olehnya dan Lukita.

Sedangkan Lukita kini menggenggam pergelangan tangan Jenaka. Memutar arah sendok yang siap mendarat lagi ke mulut Jenaka agar ke mulutnya. "Mau."

Comedy Romance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang