Pukul setengah enam sore, Yasa baru pulang sekolah. Masuk ke rumah dengan mulut menggurutu. Tasnya ia sampirkan di satu pundak.
"Ini kalo gua hipertensi gua datengin rumahnya," gerutu Yasa sambil mengeluarkan seragamnya yang ia masukkan ke celana. "Jadi cewek ribet banget!"
"Kenapa, sih?"
"Ini temen Yas--- Anjir kaget! Ngapain lo disini?!"
Jenaka menggigit buah apelnya sambil memasukan satu tangannya ke saku celana. Ia menyandarkan sisi bahu kirinya pada dinding.
"Yang sopan. Masuk rumah itu assalamualaikum. Ngeliat gue, tuh, salim. Ngerti?" Kata Jenaka. Ia kemudian mengkibas-kibaskan tangannya. "Ulang, ulang. Masuknya kaya yang tadi gue ajarin."
Yasa mendengus. Tapi nurut juga. Kaki Yasa melangkah keluar dari pintu rumah, dan beberapa saat kemudian berbalik lalu kembali masuk. "Assalamualaikum," ucapnya, lalu menyambut tangan Jenaka yang sudah ancang-ancang.
"Nah, gitu. Waalaikumsalam," sahut Jenaka. "Nggak mau cerita itu tadi kenapa pulang-pulang ngomel?"
Yasa melempar pandangan sinis. "Dih, siapa elo? Kita kenal? Nggak, ya, sorry," katanya. Ia melenggang pergi meninggalkan Jenaka. Namun dalam langkah ketiga, kerah seragamnya berhasil ditarik. "Iya, ampun, Kak! Kecekek, nih, gua!"
Lukita yang baru saja keluar dari kamar---baru selesai mandi, menggelengkan kepala melihat interaksi antara Adiknya dan juga Jenaka. Mirip Kakak dan Adik sungguhan. Ada kemistrinya. Terlihat saling membenci, namun tanpa hatinya menyadari mereka saling menyayangi.
"Nanti gua chat, Kak. Ada Kak Ita, nanti kepo dia," tutur Yasa, sengaja. Mau menggoda Lukita.
"Emang apa, Yas? Beneran nggak mau kasih tau aku?" Lukita mendekati kedua laki-laki yang ia sayangi.
Yasa menggeleng. "Nggak mau. Udah, ah, Yasa laper. Kak Ita masak nggak?"
"Mandi dulu mending, Yas?" sahut Lukita.
Jari telunjuk Yasa terangkat di udara lalu bergerak ke kanan dan kiri sebagai bentuk pernyataan tidak.
"Keringet abis pulang sekolah itu bau kecerdasan, Kak. Ini, tuh, bukti kalau Yasa abis menuntut ilmu," tutur Yasa sambil merentangkan tangan lalu berjalan dengan kepala mendongak. "Paduka Yasa mau makan, siapin, dong! Kak Naka, lo, 'kan Penyihir Kerajaan, cepetan simsalabim jadi rendang!"
Jenaka kesal sampai ubun-ubun.
---
"Kaya petasan mercon tau nggak? Asli, kuping gua sakit banget dengernya. 'Yasa! Yasa! Gunting gue lo ambil?! Yasa! Yang bener dong! Yasa! Lo nggak becus banget, sih! Yasa! Cowok bukan, sih, lo ngangkat lemari aja nggak bisa?!' Ngangkat lemari coba bayangin?! Aderai aja keseleo tangannya ngangkat lemari sendirian! Nggak mikir banget itu petasan mercon."
Pada akhirnya, Yasa bercerita di depan Jenaka dan Lukita. Duduk bertiga di sofa sambil sesekali menyomot martabak telur bebek spesial.
"Lagian di kelas cuma kamu berdua apa gimana, sih?" Tanya Lukita.
"Nggak, rame-rame. Lagi ngerjain tugas sesuai kelompok. Terus si petasan mercon satu kelompok sama aku. Kita kaya nempelin gambar ke gelas gitu, Kak. Pakai liquid gitu, dan sebelum dilepas gambarnya, gelasnya harus dijemur dulu," jelas Yasa.
Jenaka mengangkat kakinya ke sofa. "Terus korelasinya sama ngangkat lemari apaan, tuh?"
"Gua mau jemur gelasnya di jendela, tapi jendelanya ketutupan sama lemari di kelas. Terus dia nyuruh gua ngangkat lemarinya. Stres kali? Udah gitu dia nuduh gua nyolong gunting. Emang muka gua keliatan kaya tukang colong apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Comedy Romance (END)
FanfictionTertipu oleh segala jalan cerita komedi romansa. Lupa bahwa komposisi jatuh cinta tak hanya hal baik. Namun juga dihadiri pelik. ©2020, by loeysgf.