Pagi harinya pemuda bernama Leon itu sekarang sedang terbaring lemah di kasur king size nya, dengan selang infus dan selang nasal cannula yang sudah bertengger rapi di hidung mancungnya. Kenapa tak ke rumah sakit? Sebenarnya Zein sudah mau membawa Leon ke rumah sakit, karena sedari tadi malam Leon merasakan sesak dan perutnya begitu mual. Tapi anak keras kepala itu masih terus-menerus memberontak membuat Zein harus terpaksa mendatangkan dokter kerumahnya.
Baju Leon yang tadi malam jas pesta sudah diganti oleh Zein dengan baju kaos polos berwarna putih. Saat ini Zein sedang mengelus dada Leon yang masih naik turun seperti kesulitan bernapas. Entahlah mungkin anak itu masih merasa sesak? Padahal sudah di pasangkan selang oksigen.
"Eghhhh .... " Leon menggeliat kecil saat merasakan tangan Zein yang masih mengelus dadanya.
"Hey, anak Papa, udah bangun? Nggak sesek lagi kan?"
"Haus Pa," jawab Leon lemah.
Zein langsung mengambil air yang berada dimeja samping kasur Leon. Zein membantu Leon bersandar lalu membantu anak itu minum. Dengan hati-hati Zein menyuruh Leon minum sesekali juga dia membenarkan selang nasal canula Leon yang sedikit bergeser akibat pergerakannya.
"Pah mual," ucap Leon sambil menutup kedua mulutnya, perutnya rasanya bergejolak seperti mau mengeluarkan sesuatu.
"Bentar Papa ambil ember dulu." Zein langsung berdiri dan berjalan keluar namun baru sampai ia didepan pintu ia kembali menoleh kearah Leon karena Leon sudah lebih dulu memuntahkan seluruh isi perutnya ke lantai.
"Huekkk! Huekk!"
Zein berlari dan langsung mengurut tengkuk pemuda itu, sudah tak dapat dihitung lagi berapa kali Leon memuntahkan isi perutnya. Wajah Leon sudah pucat pasi sekarang, tubuhnya begitu lemah bahkan untuk berdiri pun rasanya tubuhnya tak bertenaga.
"Kita ke rumah sakit aja ya?"
Leon langsung menggeleng kuat. "Nggak mau Pa, Leon nggak suka di sana."
"Kamu sih bandel, ngapain juga kamu makan seafood kan jadi gini."
"Kok, Papa salahin Leon, sih?! Salahin aja Bryan, siapa suruh pesen makanan seafood."
"Tapi itukan dia pesen buat dia sendiri, terus kenapa kamu makan? Salah kamu sendiri kan, lagian perut kamu juga, masak udah makan rendang masih aja makan makanan punya Bryan."
"Bela aja terus tuh anak tiri, Papa."
"Anak Papa kalau lagi ngambek lucu banget sih," ujar Zein sambil mencubit pipi gembul Leon.
"Semua orang dirumah pada saraf semua apa? Lebay semua!"
"Ya udah sekarang baring lagi, itu benerin dulu selang oksigen kamu itu."
Zein membantu Leon kembali berbaring, setelah merasa Leon sudah memejamkan matanya Zein kembali menatap bekas muntahan Leon dirinya lalu mengambil lap dam membersihkannya tanpa rasa jijik. Zein memang sengaja tak menyuruh asisten rumahnya karena Leon malu kalau dalam keadaan seperti ini dia dilihat orang lain. Mata Leon terbuka sedikit melihat aktivitas Papanya itu. Sebenarnya dia belum tidur hanya saja kepalanya terasa pusing jika dia terlalu lama membuka matanya.
Kalau dilihat-lihat Zein kurang apalagi coba, udah baik, selalu memanjakan Leon, tapi apa? Pemuda itu bahkan hobi sekali membuat Zein naik darah, ada kalanya Zein marah besar karena kesabarannya sudah habis, dan itupun dia hanya ingin membuat Leon berubah tapi Zein menyadari kalau itu semua malah memperburuk keadaan.
-------
"Gimana Pah, Leon udah mendingan?" tanya Radit saat melihat Zein turun dari kamar Leon.
"Sekarang udah tidur, tadi sempat muntah."
"Hah, kenapa nggak dibawa ke rumah sakit aja Pa, entar keadaan Leon tambah parah lagi," ucap Bryan dengan wajah khawatir, dia sangat-sangat merasa bersalah dan menyesal telah memesan makanan seafood dan berakhir Leon jadi sakit.
"Kalian tahu lah Adik kalian itu kek gimana, keras kepala."
"Sama kek, Papanya," timbal Winda sembari menyiapkan makanan untuk Zein.
"Ah Win ... kamu bisa saja, aku pas muda nggak se bandel dia kok," bela Zein tak terima.
"Maaffin Bryan ya Pa, karena Bryan pesen seafood. Leon jadi sakit kek gini," ujar Bryan dengan wajah menyesal.
"Udah Bryan, Leon aja tuh yang bandel, udah tahu bukan makanan punya dia, tapi dia makan, emang bandel banget dia tuh! Jadi gini deh, kena karma," kekeh Zein membuat Bryan dan yang lainnya menjadi tertawa pelan. Tidakkah Zein sadar bahwa dia sedang mengumpat anak kesayangannya itu.
"Assalamualaikum Om, Tante," sapa seseorang diambang pintu membuat orang yang berada dimeja makan langsung menoleh, di sana sudah ada Devan yang sedang tersenyum sambil membawa buah ditangannya. Tadi malam Devan memutuskan pulang karena orang tuanya yang menyuruhnya pulang. Dan sekarang lihatlah dia kembali datang pagi-pagi lagi, untung hari ini hari minggu jadi dia libur.
"Nak Devan, pagi-pagi udah kesini, mau jengukin Leon, ya?" tanya Winda kemudian mendekati Devan dan menyuruh anak itu duduk dimeja makan.
"Makan bersama dulu ya, Devan?"
"Nggak usah Tante, tadi sebelum kesini udah makan kok," jawab Devan se ramah mungkin.
Devan berjalan mendekati Zein menyalami pria itu dan juga menyalami seluruh orang yang sedang berada dimeja makan. Termasuk Bryan dan Radit.
"Sopan nya kamu, Dev, kapan Leon sama kek kamu, ya?"
"Ih, Papa kok nge bandingin adiknya Bryan sih!" kesal Bryan karena Zein membandingkan Leon dengan Devan.
Zein hanya terkekeh pelan. "sudah-sudah Papa bercanda, Devan kamu naik aja ya, Leon ada di kamarnya. Mungkin dia akan senang kalau kamu nemenin nya."
Devan langsung mengangguk dan memberikan buah yang ada ditangannya pada Winda, dengan senang hati Winda menerimanya, buah ini akan ia sajikan buat cemilan Leon dan Devan di kamarnya.
------
Vote Guys
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
De TodoCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...