Brata masih mempertahankan posisinya memegang tangan Leon dengan erat, seakan tidak mau berpisah. Sekarang dirinya sedang duduk di samping ranjang kontrakan Leon, ranjang yang menurut Brata sangat tidak layak ditempati itu kini menjadi tempat Leon tertidur. Kalau bukan karena Leon keras kepala nggak mau ke rumah sakit, Brata mana mau masuk ketempat yang dianggapnya kotor itu.
"Pa ...." Leon mengigau memanggil Papa nya.
"Maafin Leon," ujarnya dengan posisi masih memejamkan matanya.
"Untuk apa kau meminta maaf pada Zein sialan itu, Nak? Harusnya Zein yang harus meminta maaf." tangan Brata bergerak menyentuh kepala Leon, mengelus surai pemuda itu yang nampak lepek karena keringat nya sendiri.
Brata mengalihkan tatapannya ke kaki Leon, kaki pemuda itu sudah nampak kebiruan, tapi untung saja kata dokter kakinya hanya terkilir, mungkin beberapa hari bisa sembuh. Hingga beberapa saat Brata menyadari ada yang aneh dengan Leon, dari tadi pemuda itu nampak seperti gelisah.
Brata langsung meletakkan punggung tangannya ke kening Leon. "Panas sekali."
"Galang!"
Mendengar teriakan keras Tuan besarnya Galang bergegas masuk dan jangan lupakan juga, Devan juga ikut-ikutan padahal Devan sama Galang sedang asyik-asyikkan ngopi sambil nonton TV, btw TV mereka udah dibenerin, Galang yang benerin padahal Devankan minta Brata yang membelikan tapi pria itu sibuk sekali dengan Leon, sebenarnya ada apa sih pikir Devan.
"Ada apa, Tuan?"
"Siapkan mobil sekarang juga, aku akan membawa Leon ke rumah sakit, Anak ini demam tinggi sekarang." Brata bergegas mengangkat badan Leon, dengan sesekali pria itu mengecup kening pemuda itu. Jujur ia sangat khawatir sekarang, ia tidak bisa membayangkan jika anak sahabatnya ini kenapa-napa. Cukup Zara Mama nya Leon yang pergi darinya, anaknya jangan.
"Baik, Tuan." Galang langsung menginstruksikan seluruh bodyguard nya yang berada diluar untuk berjaga-jaga dan mempersiapkan semuanya melalui alat monitor yang selalu berada disaku bajunya.
"Mmm ... Om saya boleh ikut, 'kan?" tanya Devan disela-sela perjalanan mereka menuju mobil.
Brata hanya mengangguk saja tanpa menjawab perkataan Devan.
------
"Sakit! Siapa sih yang bawa gue kesini?!" teriak Leon kesal sambil mengangkat tangannya yang diinfus tinggi-tinggi, Leon langsung menatap kesal semua orang yang ada diruang rawatnya, siapa yang sudah berani membawa nya kesini pikirnya. leon langsung menatap Brata yang hanya diam saja sambil memandang Leon lirih seakan-akan Leon itu perlu dikasihani. Sedangkan Devan hanya nyengir saja kerjaannya.
"Om baik, Leon boleh pulang, nggak?" tanyanya sambil memegang lengan Brata, jangan pikir Leon itu tidak licik, Leon hanya ingin pulang itulah mengapa ia merayu-rayu Brata.
"Leon kata dokter kamu harus nginep satu hari lagi disini, tadi malem demam kamu tinggi banget," balas Brata seraya mengelus kepala Leon.
"Tapi tangan aku sakit, Om," ujar nya sambil memanyunkan bibirnya.
"Jijik anjirr!" celetuk Devan tak kira-kira, aneh semenjak sahabat nya ini diusir dia radak gesrek.
Leon memutar kedua bola matanya malas, kenapa juga manusia goblok kek Devan harus ikut ke rumah sakit coba? Kan dia bersikap manja kek gitu supaya Brata mau menuruti keinginan nya untuk pulang. Devan aja yang nggak pekaan.
"Lo syirik banget sumpah! Udah sana pulang loh, nyata banget nggak pernah disayang," ejek Leon, Leon langsung menjulur kan lidahnya didepan Devan.
"Idih gue ogah iri sama lo, lebay huuu! Gitu aja mau nangis," ucap nya tak kalah menyindir. Sebenarnya mereka sama-sama bercanda tapi begitulah mereka kalau bercanda suka kelewatan.
"Om, usir aja deh dia, pusing debat sama dia, Om mau tahu nggak kaki aku kek gini gara-gara siapa? Karena Devan Om, dia yang nyuruh aku benerin antena," adu Leon pada Brata.
"Enak aja! Kalau ngomong jangan sekate-sekate lo, nggak Om, itu semua fitnah, fitnah dari seorang dajjal bernama Leon." Devan berujar sambil melototi Leon lalu memandang Brata dengan cengiran.
"Udah kalian ini berantem mulu kerjaannya," ujar Brata dengan nada dingin, Leon dan Devan langsung terdiam dong. Brata adalah orang yang harus dihindari ketika ia sedang marah, jadi Leon dan Devan mau cari aman saja.
---------
Leon ngos-ngosan sambil mengusap dadanya pelan, setelah usahanya lolos dari kejaran Galang dan bodyguard lainnya Leon langsung bersembunyi dibalik tembok rumah sakit. Devan udah pulang dan Brata katanya ada urusan, tega sekali mereka meninggalkan Leon sendirian dengan para bodyguard yang tidak bisa diandelin, masak Leon mau keluar aja nggak boleh, kabur pun jadi pilihan Leon dah.
Leon menyipitkan matanya saat melihat orang yang begitu ia kenali kini sedang duduk di taman rumah sakit. Bukankah itu Zein Papanya, sedang apa Papanya di sana sendirian? Lalu foto siapa yang ia pegang itu? Leon ingat, Bryankan masih dirumah sakit, Leon tidak tahu bahwa Bryan sadar apa belum. Sebenarnya ia juga merasa bersalah pada Bryan, mau bagaimana pun ia masuk rumah sakit karena menolong dirinya.
Leon berjalan pelan ingin menghampiri Zein dan meminta maaf pada Papa nya itu, Leon tidak benci dia hanya kecewa. Belum sempat ia sampai ketempat Zein seseorang langsung menarik tangannya dan langsung membekap mulutnya.
"Mphhhhh-mphhhhh!"
Vote
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
DiversosCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...