30. Di suruh pergi!

5K 441 62
                                    

Plakkk!

Brakkk!

Tubuh Leon terhempas membentur dinding kokoh rumah sakit. Pelakunya pendorongan sendiri adalah Zein, ayah Leon. Leon memegang pipinya yang terasa panas, jangan lupakan juga lelehan air matanya yang sedari tadi mengalir deras di pelupuk matanya. Leon sudah tahu, pasti sekarang dia disalahkan atas kejadian yang menimpa, Bryan.

Bryan menyelamatkan Leon ketika mobil itu hampir menabraknya, Leon juga menyesal kenapa harus Bryan yang ketabrak bukan dirinya. Tetapi semua keluarga nya salah sangka dan menuduh Leon yang mendorong Bryan sampai ia ditabrak.

"Ternyata selama ini benar yang Ibu saya bilang, kamu memang anak tidak tahu diri!" Leon mendongak menatap iris mata Zein, ketakutan terbesar Leon sudah terjadi. Zein kini juga tambah membenci nya.

"Maafin Leon, Pah. Leon nggak tahu kenapa harus Bryan yang ketabrak."

"Maafmu tidak berguna lagi! Maafmu tidak bisa membuatnya bangun sekarang, Bryan koma gara-gara kamu!" teriak Zein sambil menarik keras rambut Leon dengan keras.

"Kenapa harus Bryan, hah? Kenapa harus dia? Kenapa nggak kamu aja yang ketabrak!" marah Zein lagi.

Buliran air mata Leon terus jatuh di pelupuk matanya, kepalanya juga berdenyut hebat saat Zein masih mempertahankan jambakannya.

Semua orang di sana menangis, bukan menangisi Leon, tapi menangisi keadaan Bryan yang kini sedang bertaruh nyawa diruang operasi. Dokter bilang kepala Bryan terbentur sangat keras dan hal itu juga yang mengakibatkan dia koma.

"Pah ... maaf'fin Leon," lirih Leon lemah. Hatinya terasa sesak saat semua orang kini tengah menyalahkannya.

Brakk!

Persetan dengan semuanya, Zein membanting badan Leon membuat badan Leon terhempas di keramik dingin lantai rumah sakit. Apakah Zein sudah gila? Menyiksa anaknya sendiri, dan lebih mengkhawatirkan anak tirinya.

"Bang, maafin Leon, Leon nggak tahu ke—" ucapan Leon terhenti karena Radit memotongnya, untuk pertama kalinya ia memanggil Radit dengan panggilan Abang. Wajah Radit masih terlihat pucat dan sekarang harus mendapatkan kenyataan pahit bahwa adiknya sedang bertaruh nyawa sekarang, dan penyebabnya adalah Leon, adik tirinya.

"Jangan panggil saya, Abang, karena kamu bukan adik saya! Saya menyesal telah menerima kamu, kenapa bukan kamu yang didalam kenapa harus adik saya," ucap Radit dingin. Bahkan sekarang pemuda itu masih mengenakan pakaian rumah sakit, dan yang menyebabkan berada di rumah sakit itu juga, Leon.

Mendengar Radit juga memojokkannya, Leon beralih ke Winda. "Mah, Mamah marah juga sama, Leon?" tanya Leon sambil memegang lengan wanita itu.

Winda langsung menghempaskan tangan Leon. "Saya juga tidak mau menjadi Mama kamu, karena faktanya kamu bukan anak kandung saya, apa kamu puas sekarang? Ini, 'kan yang kamu mau? Sekarang semua udah terjadi, kamu pasti senang, 'kan?!" marah Winda pada Leon, Zein yang melihat itu langsung mendekap erat Winda menenangkan wanita yang berstatus istrinya itu.

"Mas, anak aku didalam mas, Bryan ... hiks-hiks." tangis Winda pecah dipelukan Zein.

"Pah!"

"Sekarang kamu pergi dari sini, dasar pembunuh, saya tidak mau punya anak seperti kamu! Dasar anak tidak tahu diri!" entah sadar atau tidak, Zein mengatakan semua itu pada Leon membuat putranya itu menggeleng keras.

"Nggak, Leon bukan pembunuh! Leon bukan pembunuh!" teriak Leon tak terima, cukup fisiknya saja yang tersakiti, mentalnya jangan.

"Kek, Kakek percaya, 'kan sama Leon? Leon bukan pembunuh Kek." Bima hanya diam saja saat cucunya itu memegang tangannya, sebenarnya ada rasa kasihan pada Leon tapi Bima juga kesal karena Leon lah yang membuat Bryan seperti sekarang.

"Sini kamu!" Rina yang sedari tadi geram langsung menarik kuat tangan Leon untuk menjauh dari mereka semua.

"Nek, jangan Nek, Leon mau disini. Leon nggak salah, Leon nggak ngedorong Bryan Nek."

"Saya nggak percaya sama, kamu! Sekarang kamu pergi dari rumah anak saya, buat apa melihara anak nggak tahu diri seperti kamu!" Rina menarik keras tangan Leon untuk keluar dari rumah sakit.

Sesampainya di luar rumah sakit, Rina langsung mendorong tubuh Leon, wanita itu langsung tersenyum licik. Ternyata usahanya tidak sia-sia, padahal dia ingin melenyapkan Leon dengan cara menabrak anak itu tapi malah Bryan yang menyelamatkannya. Tidak masalah bagi Rina, selagi semua itu bisa membuat Leon dibenci mengapa tidak. Rina juga memprovokasi Zein dan keluarganya yang lain bahwa Leon lah yang mendorong Bryan. Semua percaya dan itu sangat membuat Rina menjadi senang.

Dari dulu Rina memang tidak suka dengan Zara mending Mamanya Leon, dan ketika melihat Leon, Rina seakan-akan melihat Zara hidup kembali.

"Jangan pernah kembali ke keluarga kami! Bila perlu kau enyah saja dari dunia ini!"

L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang