25. Ribet!!

3.1K 316 7
                                    

"Aku bener kan, Mas, kenapa juga Zein mau melihara anak berandalan kek dia, sekolah sering bolos! Dasar memalukan keluarga!" Rina berdecak kesal saat Bima suaminya malah menegurnya.

"Ma! Leon bolos karena semalam ia tidak bisa tidur, jangan nyalahin Leon terus dong, Ma! Lagian aku udah beri tahu sekolahnya kalau Leon izin." Zein mulai membela Leon, Zein tidak mau mengulang kesalahannya dulu. Sekarang mau apapun yang dikatakan ibunya Zein harus membela Leon. Zein tidak mau Leon juga menjadi tertekan karena ucapan Ibunya itu.

"Itu cuman alasannya aja Zein! Mau aja kamu dikibulin sama anak itu."

"Rina, hentikan omongan kamu itu, kita sedang sarapan! Jangan berdebat disini." Bima yang tak tahan pun akhirnya menegur Rina dengan nada sedikit membentak.

Leon memakan makanan yang ada didepannya dengan lahap, membiarkan nenek sialannya itu mengoceh tidak jelas tentangnya. Mau gimana pun perkataan Neneknya itu tidak akan sedikitpun ia masukkan kehati karena Leon sudah kebal dengan itu semua.

Ini belum seberapa dari pada kejadian dulu, bahkan bisa dibilang kejadian dulu lebih menyakitkan dari hinaan yang Rina kasih ke Leon saat ini. Kalau tidak? Bagaimana mungkin Zara Ibunya Leon mau mengakhiri hidupnya apalagi kondisinya saat itu sedang mengandung.

"Aku nggak mau makan dengan anak sialan itu, liat mukanya aja aku, muak!"

Rina berdiri dari kursinya, sekilas dia melirik Leon yang masih anteng-antengnya dengan aktivitasnya. Dia memandang Leon jijik seolah-olah Leon itu barang menjijikkan. Rina segera naik ke kamarnya meninggalkan semua orang yang masih terdiam dengan kejadian tadi.

Winda, Zein dan yang lainnya sama-sama menatap Leon prihatin. Sedangkan Leon?

"Kenapa liat-liat? Mau kasihani gue? Gue nggak perlu kasihan dari kalian! Gue udah kebal!" ketusnya saat melihat semua orang kini menatapnya.

"Leon, ucapan nenek jangan dimasukkan kehati, ya." Winda berdiri dan langsung mengelus-elus kepala Leon. Leon tidak menepisnya, bagaimanapun Leon tidak bisa bohong kalau elusan Winda begitu nyaman.

"Dia bukan nenek, gue! Nggak ada namanya nenek yang benci sama cucunya sendiri!" ucapnya santai, Leon kembali melirik Bima, Kakeknya itu. Aneh? Biasanya dulu Bima juga akan menyudutkannya, tetapi kenapa sekarang tidak?

Bima yang merasa  ditatap cucunya itu langsung tersenyum. "Maafin Nenek kamu ya?" ucapnya seraya tersenyum tipis.

Zein juga mengangguk memberi penjelasan pada sang anak. "Iya Leon jangan di masukin kehati ya ucapan Nenek, mungkin Nenek capek makanya dia marah-marah terus kerjaannya,"

"Nggak di masukin kehati tapi di masukin ke otak!" ujar Leon sambil memasuk kan makanannya ke mulutnya dari pada dia memikirkan perkataan nenek sialannya itu lebih baik dia mengisi perutnya.

Radit dan Bryan menahan tawa mendengar penuturan Leon barusan. Adiknya itu ada-ada saja.

"Radit, kamu nggak kekantor? Bryan juga nggak kuliah, kamu?" Radit dan Bryan langsung mendongak menatap seseorang yang kini sedang bertanya dengan mereka.

"Aku cuti, Pa," jawab Radit.

"Aku ada kelas sore, Pa." Bryan menjawab sambil menyunggingkan senyumnya.

'Ciuh sok akrab sekali mereka!" Leon membatin kesal melihat keakraban Papanya dengan mereka. Katakan saja Leon iri, toh memang dia iri.

"Leon berangkat!" Leon kesal lalu berdiri ingin meninggalkan meja makan. Pemuda itu berlalu melewati tapi Zein dengan cepat mencegahnya.

"Mau kemana, kamu?"

"Mau ke makam, Mama!"

"Bareng Papa, aja."

"Nggak usah, seneng-seneng aja sama mereka," ketus Leon sambil menunjuk Radit dan Bryan menggunakan dagunya.

"Putra Papa cemburu, nih?"

"Apaan sih! Nggak jelas banget!" Leon kembali ingin melanjutkan langkahnya tapi Zein lagi-lagi mencegahnya.

"Nggak usah pergi kalau nggak sama Papa." Zein memegang bahu Leon menyuruh anak itu menatap dirinya, pasalnya Leon bicara tapi selalu menghadap kesamping.

"Lah kok gitu? Papa kan lagi sibuk sama mereka, ya Leon bisa sendiri ke sana."

"Mau Abang temani? Abang juga nggak ada kerjaan," tawar Radit.

"Nah bener tuh, Papa soalnya sibuk sayang, sama Abang aja ya?"

Leon mendengus kesal, pasalnya baru tadi malam Papa nya janji mau menemaninya kemakan Mamanya tapi lihatlah sekarang? Zein bilang dia sibuk! Benar-benar tidak bisa dipercaya. "Papa kan udah janji sama Leon, kok Papa malah ingkar sih!"

"Gimana dong? Kamu tahukan Papa nggak bisa nyuruh orang lain yang ngerjain." lagak saja orang kaya tapi takut kalau ada orang yang kerjanya nggak bener, Zein beda dari yang lain.

"Udah deh, Leon bisa sendiri!"

"No! Kamu ditemenin sama Radit dan Bryan atau nggak sama bodyguard."

"Alah, nggak usah, Leon sendiri aja!"

"Nggak, nanti kamu diculik Brata, Papa nggak rela!"

"Apaan sih, orang Om Brata juga baik kok, dia nggak mungkin nyelakain Leon," bela Leon tidak terima. Perlu diingat Zein belum menjelaskan semuanya tentang Brata pada Leon jadi Leon tidak tahu menahu tentang Brata.

"Pokoknya kalau Papa bilang nggak ya  enggak! Kamu boleh pergi tapi harus ditemani,"

"Iya, udah tapi satu bodyguard saja."

"Nggak mau sama, Abang? Entar Abang ajak jalan-jalan loh." Radit membujuk Leon agar mau bersamanya tapi Leon dengan keras menolak.

"Nggak mau!"

"Pergi sama Abang! Atau nggak sama sekali," ancam Zein.

Leon memutar kedua bola matanya malas, kemauan Papanya ini benar-benar! Zein kenapa sih? Oh iya dia akan anak wanita sialan itu, pantas saja.

Leon ama Bryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Leon ama Bryan

L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang