6. Rumah Sakit!

8.3K 504 5
                                    

Zein mengelus surai Leon lembut yang tengah berbaring di ranjang rumah sakit. Wajah pucat Leon menandakan bahwa pemuda itu sekarang sedang tak baik-baik saja. Setelah berdebat dengannya, Leon jatuh pingsan, dan dokter mengatakan kalau maagnya kambuh. Disebabkan karena Leon sering telat makan dan juga dia sering merokok. Zein  menyesal telah menampar putranya itu, rasanya Zein ingin menangis saat melihat sudut luka di bibir Leon karena ulah dirinya. Dirinya benar-benar ayah yang buruk, tega menampar anaknya sendiri.

"Mas, makan dulu dari tadi kamu belum makan." Winda memegang bahu Zein guna menenangkan calon suaminya itu.

"Nggak Win, aku mau nungguin Leon bangun dulu." Zein menoleh sebentar ke arah Winda tapi setelah itu dia kembali menoleh kearah Leon.

Zein mencium tangan Leon yang bebas infus, perlahan demi perlahan air mata Zein turun dari pelupuk matanya. Dirinya benar-benar tidak mau kehilangan Leon, Leon adalah harta satu-satunya yang Zara, istri pertamanya tinggalkan untuknya, dan Zein tidak mau kalau Leon juga pergi meninggalkannya.

"Leon bangun, Nak. Maaffin Papa,"

"Pa, sudahlah. Aku yakin Leon sebentar lagi bangun, Papa harus makan dulu. Entar Leon marah lo, kalau tahu Papanya belum makan." Bryan berusaha membujuk Zein untuk makan.

"Kalian duluan saja, Papa mau nungguin Leon bangun dulu." jawaban Zein membuat semua yang ada di ruangan rawat Leon terdiam.

"Ma ...," ucap Leon pelan namun matanya masih saja betah tertutup.

Ketika mendengar suara Leon, Zein langsung bangkit dan mendekati Leon lebih dekat. "Leon, kamu udah bangun?"

"Ma ... Leon kangen mama." racau pemuda itu. Zein menatap Leon sedih, ternyata Leon hanya mengigau. Dan lebih menyakitkan lagi bagi Zein, Leon menyebut mamanya. Serindu itukah Leon pada mamanya sampai-sampai Leon memanggilnya seperti itu?

"Ma ... jemput Leon Ma, Leon mau ikut Mama, jangan tinggalkan Leon." Leon masih mengigau menyebut mamanya.

"Leon ini Papa, Nak. Bangun." Zein mengelus pipi Leon yang merah karena tamparannya.

"Eughhhh ...." Leon mulai membuka matanya perlahan. Pemuda itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang rawatnya. Dirinya sekarang ingat, kemarin dia sempat berdebat dengan papanya dan berakhir pingsan. Leon yakin pasti papanya membawanya ke tempat yang ia benci yaitu, Rumah sakit.

"Leon, kamu udah bangun, Nak?"

Leon mengacuhkan pertanyaan dari Zein, dirinya berusaha bangkit. Dengan cepat Zein membantunya. Sebenarnya Leon ingin menolak bantuan itu tapi Leon harus sadar diri, tubuhnya masih lemah dan perutnya juga masih terasa sakit.

"Leon maafin Papa ya, Papa nggak bermaksud buat nampar kamu. Papa cuman emosi karena kamu bilang kalau Tante Winda simpanan Papa. Tapi Tante Winda itu bukan seperti itu Leon, Tante Winda itu baik dan Papa mau mulai sekarang kamu menerimanya buat jadi Mama sambung kamu." Winda dan yang lainnya hanya terdiam mengamati percakapan ayah dan anak itu.

"Jadi?" Leon hanya mengucapkan satu kata itu.

"Minggu depan, Papa mau nikahin Tante Winda dan otomatis Radit dan Bryan akan jadi kakak kamu, kamu setuju, 'kan?" mata Leon menatap tajam Zein yang ada dihadapannya itu, jujur sebenarnya Leon takut kalau posisi dia dan ibunya digantikan oleh Winda dan anaknya.

Leon menggeleng keras, tenggorokannya sakit walau hanya untuk bilang kata sepatah pun. Kalau dia sehat-sehat saja, mungkin dirinya akan menentang Zein keras-keras.

"Sudah, jangan dipikirkan dulu. Sekarang kamu makan dulu ya?" Zein menyiapkan bubur untuk Leon yang Winda beli yang sengaja memang untuk Leon.

"Gue nggak mau makan!"

"Tapi Leon, kamu harus makan, supaya bisa cepat sembuh." Bukan Zein melainkan Bryan, sebenarnya sudah dari tadi Bryan ingin berbicara dengan, Leon.

"Nggak sok baik! Lo seneng, 'kan sekarang udah rebut Papa gue?!" Leon menatap nyalang Bryan yang ada dihadapannya.

"Leon, Bryan benar. Kamu harus makan supaya cepat sembuh. Bryan nggak pernah kok ngerebut Papa dari Leon. Leon akan tetap jadi anak kesayangan Papa." Zein kembali mengelus surai Leon seraya tersenyum.

"Alah, nggak usah drama deh!"ujar Leon sambil menghempaskan tangan Zein kasar.

"Kamu itu udah dewasa, bisa nggak lebih sopan dikit sama orang yang lebih tua. Apa kamu nggak tahu kalau Papa kamu itu rela belum makan demi nungguin kamu bangun." Radit yang sedari tadi diam tiba-tiba membuka suara.

Hati Leon langsung terhenyak saat mendengar suara dingin dari Radit. Apakah benar papanya rela belum makan, demi nungguin Leon bangun ah masa bodoh bagi Leon. Itu memang tugas seorang papa buat anaknya, buat apa Leon peduli.

"Terserah! Gue nggak peduli!"

Leon langsung menarik selimutnya dan langsung berbaring, dengan posisi selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan Zein dan yang lainnya hanya menghela nafas berat, Leon benar-benar anak yang keras kepala.

Ruang rawat Leon

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruang rawat Leon

L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang