Leon dan Brata mulai memasuki kawasan rumah megah, rumah yang berdiri dua tingkat itu kini tengah berada didepannya. Leon tidak merasa aneh, bagaimana pun rumahnya jauh lebih besar daripada rumah yang ada dihadapannya sekarang.
"Ini rumah, Om?" tanya Leon memastikan.
Brata mengangguk. "Kenapa? Kecil ya?" tanya nya sambil cengengesan.
Leon langsung menggeleng. "Tidak, rumah sebesar ini Om bilang kecil, ini bahkan lebih besar daripada rumah lainnya aku lihat." Leon berucap sambil mengedarkan pandangannya pada seluruh perumahan tempat Brata tinggal. Memang diantara rumah lainnya, rumah Brata lah yang paling mencolok dan besar.
"Kalau begitu ayo masuk." Brata menuntun Leon untuk masuk.
Leon menurut saja, lagian dari tadi dia tidak sabaran untuk mengetahui semua tentang Mamanya yang belum ia ketahui.
Leon berjalan menyeimbangkan langkah kaki Brata, saat masuk Leon disambut dengan banyak sekali pelayan, entahlah dimana keluarga Brata, Leon tidak melihatnya.
"Kita kau kemana, Om?" Leon bertanya saat Brata mengajaknya kesebuah pintu, dan anehnya pintu itu seperti ini menuju ruang bawah tanah.
"Kamu mau lihat semua tentang Mamamu, 'kan?"
Leon hanya mengangguk, menuruti perkataan Brata yang katanya ingin mengajaknya melihat sesuatu yang berkaitan dengan Mamanya. Benar saja Brata mengajak Leon keruang bawah tanah.
Leon terperangah dengan pemandangan ruangan tanah milik Brata ini, Leon tidak menyangka jika rumah Brata memiliki ruang bawah tanah yang begitu lengkap seperti rumah-rumah pada umumnya, ada ruang tamu, ruang makan, perpustakaan, kamar pribadi dan ruangan lainnya. Pantas saja rumah Brata kecil pikir Leon, ternyata Brata lebih memilih membuat rumahnya dibawah.
"Ngomong-ngomong istri Om, dimana?" langkah Brata terhenti saat Leon dengan berani menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan keluarganya.
Brata tersenyum hangat. "Om, belum menikah."
"Kenapa?"
"Karena dalam hidup, Om. Om hanya mencintai satu perempuan saja, kau pasti tahu orang nya."
"Mama?"
"Kau benar." Brata berjalan kearah Leon sambil menunjukkan senyum manisnya, Leon tidak bisa berbohong untuk tidak bilang kalau senyuman Brata memang manis, jauh lebih manis daripada senyum Zein Papanya.
"Sekarang ikut Om, Om akan tunjukkan semua tentang Mamamu." Brata menarik tangan Leon menuju suatu ruangan.
Leon terpaku sebentar saat pertama kali menginjakkan kakinya di ruangan yang Brata tunjukkan. Di dinding ruangan itu berjejer rapi semua foto Mamanya dengan ukuran yang begitu besar. Difoto itu Mama Leon sangat cantik, ada satu foto yang membuat Leon bingung, satu foto tang berukuran lebih besar dari yang lainnya. Di satu foto itu terlihat Zara sedang tertawa bahagia dengan Brata, ada hubungan apa Brata dengan Mamanya, kenapa bisa sedekat itu.
"Masuklah dan lihatlah, ada banyak sekali barang punya Mamamu."
"Om, dan Mama punya hubungan apa?" tanya Leon seraya memegang foto Brata dan Zara.
"Om dan Mama kamu itu dulu sahabatan dari kecil, ruangan ini adalah tempat kami dulu selalu bercerita, disini juga dia banyak sekali meninggalkan barangnya."
"Om mencintai Mama kamu, sebelum Papa kamu datang," tambah Brata lagi.
"Om dulu sangat membenci Papa kamu, sejak ia datang, Mama kamu selalu jarang keruangan ini, Om dulu ingin sekali merebut Mama kamu dari Papa kamu, tapi Mama kamu benar-benar mencintai Papa kamu, mau tak mau Om merelakan Mama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
AléatoireCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...