Leon memandang sayu tempat kontrakannya, semuanya berbeda dari rumah yang ia tempati dulu bersama Zein Papanya. Tempat kontrakannya sekarang jauh dari kata mewah, hanya terdapat beberapa lemari dan kursi kayu itupun sudah agak lapuk dan penuh debu.
"Lo yakin nempatin rumah, ini?" Devan memastikan Leon. Pasalnya pemuda itu tetap kekeh ingin mengontrak rumah, padahal Devan dengan senang hati menyuruh Leon untuk tinggal dirumahnya tapi pemuda itu menolak dengan alasan takut menyusahkan.
Leon mengangguk. "Yakinlah, daripada gue harus nge-gembel, apa kata dunia nanti kalau Leon jadi gembel."
Devan terkekeh, bisa-bisa nya Leon walaupun dalam keadaan seperti ini, dia masih bisa bercanda. "Ya, maksud gue. Kenapa sih lo nggak mau tinggal di rumah gue aja, rumah gue besar, lo."
"Gue nggak mau nyusahin lo, Dev," ujar Leon lirih.
Mereka sama-sama terdiam sebentar, tapi setelah itu Leon berjalan kearah dapur dan kembali dengan membawa sapu dan juga pel untuk membersihkan rumah kontrakannya ini.
"Nih." Leon memberikan sapu ke Devan.
Dahi Devan mengernyit. "Lo, nyuruh gue nyapu?"
"Nggak! Gue nyuruh lo makan. Ya iyalah nyuruh lo nyapu, sekarang lo bantuin gue beres-beres nih rumah. Itung-itung latihan juga, gimana entar kalau lo dapet bini galak, terus disuruh ngeberesin rumah, jadi lo udah terbiasa," ucap Leon dengan kecepatan maksimal.
Devan hanya menggeleng-geleng saja mendengar penuturan Leon, sahabat nya yang luknut, masak nyuruh dia beresin rumah kontrakannya.
"Terus kalau gue nyapu, lo ngapain?"
"Lo nggak liat ini rumah kek kapal pecah, ya gue nge tata ni rumah, jadi sahabat oon banget sih lo, Dev." ledek Leon sambil menggeser beberapa lemari, dia sudah memulai aktivitas nya tanpa menghiraukan ekpresi Devan.
"Dasar, gini-gini gue tetep sahabat lo, anjir!"
"Eh, lo ngomong apa tadi? Lo, udah berani ngomong kotor ya?" Leon menatap tajam Devan, bukan apa-apa ya. Sebenarnya Leon baru kali ini denger Devan mengumpat, semua orang tahu bahwa Devan itu baiknya minta ampun jadi nggak mungkin lah dia aneh-aneh kecuali ketularan sama si Leon.
Devan cuman nyengir. "Kan gue belajar dari lo," jawab Devan lalu memulai aktivitasnya menyapu seluruh ruangan rumah kontrakan Leon.
"Nah bagus, yang bersih ya sahabat ku tercinta," teriak Leon dengan semangat.
"Ih najis, anjir!"
-------
Setelah rasanya rumah kontrakan Leon sudah bersih, sekarang mereka sedang rebahan dilantai, mungkin kelelahan. Ya iyalah mereka mana biasa bersih-bersih rumah.
"Haduh, capek banget anjir." Devan menggelap peluh nya yang sudah bercucuran.
"Lo kira lo doang, gue juga kali!"
"Btw lo dapat uang dari mana bayar kontrakan ini?" dipikir-pikir bener juga si Devan.
Leon hanya nyengir. "Ada, deh."
"Ngaku nggak lo, dapat uang dari mana?" tekan Devan.
"Apaan sih Dev, kayak polisi aja lo. Gini-gini gue juga punya tabungan sendiri di bank, ya gue pake duit itu."
"Ya baguslah, gue takut lo nyolong."
Pukk!
Leon langsung menabok bahu Devan. "Sekate-kate lo kalau ngomong, gue anak alim tahu, nggak mungkin lah nyolong."
"Udah ah, gue pergi bentar, jangan dikunci rumahnya, gue balik lagi entar," ujar Devan seraya beranjak dari lantai lalu melenggang meninggalkan Leon.
"Mau kemana, lo?"
"Mau tau banget, lo! Diem aja," jawabnya sambil berteriak karena tubuhnya mulai menjauh.
Leon mah bodo amat, lebih baik dia kembali rebahan, enak juga kalau dirasa-rasa. Kan jarang-jarang seorang Leon rebahan dilantai. Kalau Zein tahu pasti sekarang Zein marah tapi sepertinya Zein tidak akan peduli lagi padanya. Huh Leon sekarang kau harus terbiasa tanpa mereka.
Ada yang kangen Leon nggak?
Maaf kalau part ini nggak memuaskan
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
AcakCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...