Part Ekstra

1.8K 91 10
                                    

Udara dingin di negeri orang mampu membuat seorang remaja berusia 19 tahun itu menggigil kedinginan. Ia kembali mengeratkan selimutnya, kembali kedalam dunia mimpi nya dan tidak mempedulikan hal sekitarnya. Padahal jam weker berbentuk kura-kura hadiah kakek nya sudah lama berdering, eh ngomong-ngomong jam weker bentuk kura-kura ada nggak ya? Kakek nya itu memang the best deh, barang apapun pasti dia bisa dapat. Sebenarnya ia harus bangun. Tapi bodo amat lah bagi pemuda bongsor itu, ia hanya tak tega meninggalkan alam mimpi nya yang terasa indah, apalagi cuaca dingin ini membuat nya merasa nyaman bergulung dalam selimut bermotif iron man itu.

"Delon! Bangun Nak. Udah siang." suara berat seorang pria masuk kedalam telinga pemuda bernama Delon itu. Tapi ia masih tak bergeming dan masih sibuk dengan kegiatannya.

"Delon, bangun! Hari ini kamu ada les bahasa inggris ... nanti kamu ngak bisa-bisa bahasa inggris kalau bolos terus!" marah pria itu.

"Ini minggu Dad, harusnya hari minggu tuh jalan-jalan atau nggak rebahan dirumah," balas Delon, iler pemuda itu sudah kemana-mana, tapi mana peduli dia.

Pria itu kesal, lalu menyentak selimut Delon dengan keras. "Siapa yang mengajari mu memanggil Dad, hah? Panggil Ayah dengan sebutan 'Ayah' nggak ada yang lain." final sudah, pria itu marah karena putranya memanggilnya dengan sebutan Daddy.

Delon bangkit dengan muka masam. "Ih Ayah mah nggak seru, orang sini pada manggil bapak mereka dengan sebutan Daddy, masak Ayah marah kalau aku panggil Ayah dengan sebutan Daddy." Delon kembali merebah kan badannya ke kasur king size nya. Ayah nya itu memang serba salah.

"Tapi Ayah nggak suka kalau kamu panggil Ayah dengan embel-embel Daddy, pokoknya Ayah benar-benar tidak suka!"

"Iya Ayah ku sayang, puas kan. Udah sana Delon mau tidur lagi." Delon meringkuk kesamping, tanpa selimut pun Delon bisa tidur. Ayah nya ini benar-benar pengganggu sejati, nggak tahu apa anak nya ingin tidur, tadi malam ia begadang dan itupun diam-diam. Ia bermain game didalam selimutnya dan ketika Ayahnya itu datang tadi malam ia langsung berpura-pura tidur, cerdik bukan.

"Gio ada apa ini?" Delon membuka matanya saat suara sang kakek terdengar jelas di telinganya.

"Ini Yah, Delon nggak mau bangun, lama-lama capek juga ngurus cucu satu Ayah ini," jawab pria bernama Gio itu santai.

"Sudah biar aku saja yang membangun'kan cucu kesayangan ku ini." pria paruh baya bernama Vandra itu langsung mendekati ranjang sang cucu. Delon kembali memejamkan matanya saat tangan kasar sang Kakek mulai memegang lengannya yang dingin.

"Delon, bangun sayang. Ada les kan hari ini." Vandra mendengus pelan saat cucu nya itu masih tak mau bangun.

"Kakek janji kalau kamu bangun, Kakek beliin Iron Man lagi," bujuk nya, Vandra tersenyum sembari melirik semua barang dikamar Delon, apalagi lemari anak itu. Ada yang istimewa dengan lemari kaca anak itu. Pasalnya lemari itu di penuhi dengan miniatur yang berbentuk Iron Man, Vandra dan Gio tidak tahu kenapa Delon sangat suka dengan tokoh Iron Man.

"Beliin ya Kek, tapi tetep Delon nggak mau bangun," balas Delon lesu.

Kalau bukan dibujuk dengan Iron Man ia mana mau bicara, apalagi lawan bicaranya Vandra, Kakek yang super baik yang pernah ada bagi Delon, jadi ia tak mau menyakiti pria tua itu dengan ucapannya. Delon itu mulut nya suka ceplas-ceplos kalau keinginan nggak dipenuhi, itu lah mengapa ia tak tegaan dengan Vandra, lain lagi dengan Gio. Delon mah udah biasa berdebat dengan Ayah nya itu, adu fisik juga boleh buat Delon, habisnya Ayah nya tuh sama keras kepalanya kek dia, jadi mereka tu nggak pernah akur tapi kalau bicara soal sayang mereka nomor satunya.

"Kenapa? Kenapa cucu kesayangan Kakek ini nggak mau bangun?" tanya Vandra lembut.

"Delon nggak mau sekolah ditempat Kakek lagi," kesal anak itu, Delon bangun lalu menatap wajah Gio dan Vandra dengan muka sebal.

"Mereka semua ngatain Delon, katanya Delon itu beda sama mereka. Katanya juga Delon bukan orang asli sini," adu Delon.

"Lah emang benar kamu bukan orang sini," jawab Gio iba, ia langsung tak tega melihat wajah anak nya berubah sedih seperti ini.

"Aku dari Indonesia ya?" tebak anak itu.

Gio dan Vandra saling tatap. "B--bukanlah, kamu tuh dari Korea Selatan. Benar kan Yah, Delon itu dari Korea Selatan?"

Vandra mengangguk. "Ayah kamu bener, emang siapa yang bilang kalau kamu orang Indonesia?" tanya Vandra dingin.

"Banyak kok yang bilang kek gitu, emang bener ya?"

"Itu semua nggak bener! Mereka hanya nebak aja Delon. Jadi nggak usah dengerin mereka, liat mata kamu sipit kulit kamu putih kayak anggota boyband Korea gitu," tolak Gio kesal, Gio mendadak ketakutan sekarang, takut kalau semua nya terbongkar.

"Tapi kenapa aku nggak bisa bahasa Korea, malah bisa Bahasa Indonesia, Ayah bohong ya?" Delon menatap Gio curiga, Gio langsung menegang, alasan apa lagi sekarang yang akan dia pakai.

"Ya ... ketika kamu berumur satu tahun, kita pindah, ya kan Yah, kita pindah ke Indo." Gio menatap sejenak Ayahnya.

"Udah lupain aja, bilang sama Kakek, siapa yang bilangin kamu orang Indonesia? Biar Kakek musnahin aja mereka biar tahu rasa." Delon bergidik ngeri, Kakeknya ini bukan hanya terkenal lembut tapi kalau sudah berurusan dengan cucu kesayangan Delon, ia akan berubah tegas dan menyeramkan, apalagi kalau ia sedang marah.

"Ih Kakek, jangan!"

"Kenapa? Mereka bully kamu kan? Toh itu juga sekolah milik Kakek, Kakek bisa keluarkan mereka semua kalau kamu mau,"

"Nggak Kek, ngga bisa gitu. Entar Delon tambah dibully lagi karena seenak nya ngadu. Pokoknya kalau Kakek sampai apa-apain mereka, aku nggak mau ngomong sama Kakek, Ayah juga sekalian!"

"Loh kok Ayah juga sih?" Gio tak terima.

"Bodo amat!" cibir Delon.

"Udah sekarang, kamu mandi dulu ya Delon. Emang kamu nggak mau bisa ngomong Bahasa Inggris, Zaka aja udah bisa,"

"Nggak mau! Enak pake Bahasa Indonesia aja." Delon itu sekolah di Autralia, tapi sekolahnya itu terdapat kelas yang cuman berisikan orang Indonesia. Delon benar-benar lupa, Kenapa juga ia bisa tinggal di negara ini padahal ia tidak bisa berbahasa mereka apalagi Bahasa Inggris.

"Lah terus, kamu bisa denger mereka omongin kamu itu dari mana?"

"Om Gilang, Om Gilang yang nerjemahin," jawab Delon santai.

"Kek, Kakek suruh orang Indonesia aja kesini Kek, yang banyak. Biar Delon punya temen."

"Lah Zaka kan ada, teman dikelas kamu juga mayoritas orang Indonesia, kenapa minta Kakek nambahin orang Indonesia lagi?"

"Iya sih, tapi Zaka suka pulang ke Indonesia ketika liburan, kan Delon kesepian. Di kelas Delon juga nggak ada yang mau temenan sama Delon," balas anak itu lesu, tinggal di negera asing membuatnya merasa bosan, mana tidak ngerti lagi apa yang mereka omongin. Kan Delon kek berasa jadi orang bego, kecuali ada Gilang di samping nya. Dia akan mengerti jika diterjemahkan oleh Gilang.

"Loh ... kenapa?" tanya Gio cepat.

"Ya pake nanya lagi, ini semua gara-gara kalian. Kalian kan ngancem semua orang disekolah? Kalau aku sampai lecet sedikitpun, kalian akan membuat mereka sengsara. Jadi gini deh mereka nggak mau temenan sama Delon!" protes Delon tak terima.

"Ya udah sekarang Delon mau apa hm?" tanya Vandra seraya mengelus surai cucu kesayangan nya itu.

Delon memanyunkan bibirnya. "Mau tidur," jawab Delon.

"Iya hari ini Ayah izinin bolos les, tapi untuk hari lain nggak akan pernah lagi. Tapi Delon udah janji kan sama Kakek dan Ayah kalau besok mau cek up ke dokter Doni," ujar Gio pelan, membujuk anaknya itu tidak lah semudah membalikkan telapak tangan.

"Iya! Iya! Ayah bawel banget sih! Lagian kenapa juga harus tiap hari cek up, kan Delon nggak sakit!" Delon bergumam pelan dibalik selimut nya, sudah dua menit yang lalu pemuda itu kembali bersarang diselimutnya.











L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang