Leon berjalan santai memasuki kawasan rumah mewahnya, wajahnya tengah merekah membuat semua bodyguard dan para maid dirumahnya keheranan. Tumben sekali tuan mudanya bisa tersenyum sesenang itu.
Leon bersiul-siul melewati beberapa ruangan rumahnya, tujuan sekarang adalah kamarnya. Jangan lupakan sesuatu, ternyata sedari tadi Leon menentang sebuah bag yang akan membuat siapa saja yang melihatnya bingung dan penasaran dengan isinya.
"Leon, dari mana kamu?" tubuh Leon langsung menegang saat suara Zein dapat dengan jelas masuk kependengarannya.
Mampus kau Leon! Leon menoleh kearah ruang tamu, di sana sudah ada Zein bersama Tiga setannya.
"Dari rumah Devan, Pa," jawab Leon seadanya sambil menyunggingkan senyum palsunya. Kalau bukan karena ia ingin cepat-cepat pergi dari hadapan mereka mana mau Leon bersikap sopan seperti sekarang, apalagi jika harus didepan pacar Zein dan calon anaknya, kata Zein sih.
"Itu muka kamu kok, banyak lebam!" Zein langsung berlari kearah Leon diiringi Winda dan kedua anaknya Radit dan Bryan.
Zein langsung memutar-mutar badan Leon demi memastikan apakah tidak ada luka lain di sekujur tubuh, Leon.
"Papa kenapa sih?! Pusing nih Leon diputer-puter kek kipas angin!" omel Leon sambil menatap sinis Zein dan orang yang berada dibelakangnya.
"Kamu ini kenapa, Papa khawatir sama kamu. Kamu habis darimana? Kok pada bonyok gini?" Zein, pria itu dengan nada suara datar tapi terdengar menakutkan membuat nyali Leon menjadi ciut.
Zein mulai meraba luka dibibir Leon tapi langsung ditepis kasar oleh, Leon.
"Udah ah Pa, lebay tahu nggak!" Leon langsung ingin bergegas melenggang pergi meninggalkan Zein dan ingin menuju ke kamarnya tapi tangan Zein yang mencekalnya membuatnya meringis pelan dan kembali menatap sang empu pencekalan.
"Apaan lagi sih, Pa, lepas ah! Sakit!" teriak Leon berusaha melepaskan cekalan Zein. Tapi nihil semakin Leon ingin melepaskannya semakin kencang pula Zein mencekalnya.
"Apa yang kau bawa, itu?"
Leon menghela nafas berat "Barang yang Leon inginin lah," jawab Leon ketus.
"Sini Papa liat, dapat uang dari mana kamu, hah?" Zein dengan cepat menarik bag yang berada ditangan Leon. Mata Zein langsung berubah menjadi tajam saat melihat isi didalamnya.
"Jawab Papa Leon, dapat darimana kamu ini?" tanya Zein seraya mencekal lengan Leon kuat.
"Ya belilah," jawab Leon santai.
"Nggak mungkin kalau kamu beli pakai uang yang Papa kasih, kamu tahu nggak harganya berapa?" tanya Zein dengan nada membentak. Semua orang yang melihat itu hanya bisa diam, baru kali ini mereka melihat Zein semarah ini pada Leon.
Leon dapat dengan jelas melihat guratan marah dari wajah Zein, Papanya. Apakah dia salah? Dia hanya membeli minuman yang ia inginkan dari dulu dan beruntung pria tua yang Leon temui tadi dengan percuma memberikan apapun yang ia inginkan.
"Jawab Papa Leon berapa harganya?" bentak Zein sekali lagi.
"Tiga Miliar," jawab Leon santai tanpa memperdulikan kemarahan Zein. Sedangkan semua orang yang melihat aksi perdebatan antara ayah dan sang anak hanya dapat membelalakan matanya karena kaget mengetahui sesuatu yang dibawa Leon ternyata seharga Tiga Miliar.
"Sekarang jawab Papa, dari mana kamu dapat uang sebanyak itu, apa kamu mencuri?" Zein melepaskan cekalannya dan berusaha untuk lebih tenang.
"Kau punya mulut, 'kan?"
"JAWAB PAPA LEON?!" Leon mendongak menatap sang Ayah yang sekarang sudah menunjukkan sisi kemarahannya.
"Aku tidak mencuri! Aku dikasih," Leon mendudukkan kepalanya menatap keramik yang sekarang ia pijak. Jujur kemarahan Zein kali ini membuatnya menjadi takut walau hanya sekedar menatap manik mata sang Ayah.
"Dikasih siapa?"
"Mas sudah jangan paksa Leon, nanti Leon bisa tertekan." Winda mencoba menenangkan Zein namun nihil Zein masih saja menunjukkan raut wajah marahnya.
"Papa ulang sekali lagi, kamu dikasih siapa, Leon?" bentakan Zein membuat Leon terlonjak kaget.
"Om Brata." kata itu yang keluar dari mulut Leon.
Plak!!
Semua membelalakkan matanya saat melihat Zein dengan ringan tangan menampar keras pipi Leon. Lebam yang ada dibibir remaja itu yang awalnya kering kini kembali berdarah.
"Mas sudah." Winda menahan tangan Zein kala melihat Zein ingin melayangkan satu tamparan lagi.
Leon pemuda itu tidak menyangka dengan apa yang ia dapatkan sekarang, khayalannya yang sudah ia susun rapi sekarang sirna begitu saja.
"Sini kamu." Zein dengan brutal menarik tangan Leon, menyeret remaja itu menaiki tangga. Leon sesekali terjatuh karena tidak bisa menyeimbangkan langkah Zein yang begitu besar.
"Pa, Papa mau apa?" bukan Leon tapi Radit dengan lantang menanyai Zein tentang apa yang akan dilakukan pria itu.
"Dia harus dihukum," jawab Zein dengan keras kemudian meninggalkan Winda, Radit dan Bryan.
Zein menarik Leon dan mendorongnya ke kamar mandi yang berada di kamar Leon. remaja Delapan belas tahun itu meringis pelan saat tubuhnya menabrak dinginnya keramik lantai kamar mandi.
Byurr!!
Byurr!!
Zein menyiram Leon tanpa rasa kasihan, kemarahan menguasai dirinya. Tidakkah Zein tahu bahwa perlakuannya kini dapat mencelakakan Leon.
"Pa, Papa kenapa hukum Leon kek gini? Apa salah Leon?" tanya Leon lirih sambil menggigil karena air yang Zein siramkan padanya begitu dingin.
Zein langsung menjambak rambut Leon dengan keras. "Kamu masih nggak sadar, oke Papa bilang, pertama, karena kamu beli minuman haram itu. Kedua, Papa tekankan sekali lagi jangan pernah kau berhubungan dengan namanya, Brata! Kau paham?!"
"Tapi ke-kenapa?" tanya Leon terbata-bata.
"Kalau Papa bilang nggak, ya nggak!" teriak Zein.
Zein kemudian pergi meninggalkan Leon yang sudah basah kuyup, persetan dengan rasa kasihan pada Leon. Zein dengan tega mengunci kamar mandi supaya Leon tidak bisa keluar.
"Pa, buka pintunya Pa! Dingin!" teriak Leon dari dalam.
"JANGAN ADA YANG BERANI MEMBUKANYA, SAYA HANYA MAU MEMBUATNYA SEDIKIT JERA!" teriak Zein pada seluruh isi rumah kemudian dirinya pergi begitu saja meninggalkan rumah guna meredam emosinya.
Komen and vote
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
DiversosCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...