Brak!
Semua terlonjak kaget saat seseorang menendang salah satu motor komplotan mereka. Dion menatap sinis sang pelaku, ternyata pelakunya adalah, Leon. Dion turun dari motornya lalu menghampiri, Leon.
Dion tersenyum kecut. "Nyerahin nyawa juga lo akhirnya."
"Brengsek! Gue mau balas dendam sama apa yang lo udah lakuin ke, Devan!" teriak Leon seraya menarik kerah seragam Dion.
Dion memperhatikan sekeliling Leon kemudian beralih menatap tajam Leon. Mata mereka saling beradu, bahkan mereka dapat merasakan hembusan nafas mereka masing-masing.
"Yakin lo mau balas dendam? Sok berani juga lo datang sendiri." Dion dan teman-temannya langsung menertawakan Leon.
"Bangsat!"
Bugh!
Leon dengan brutal memukul rahang Dion, pemuda berbadan tinggi itu langsung terjungkal kebelakang. Persetan dengan rasa takut karena Dion yang mempunyai banyak teman. Leon tidak takut sedikitpun. Jika dia harus mati disini Leon menerimanya yang terpenting pukulan yang Dion kasih ke Devan, Dion harus merasakannya juga.
Belum juga Dion bangkit, Leon sudah menarik kembali kerah seragam Dion. "Lo harus ingat satu hal, urusan lo sama gue. Jangan pernah lo libatin Devan, karena kalau sampai terjadi apa-apa dengan Devan. Lo bakal tahu akibatnya!" bentak Leon lalu mendorong badan Dion dengan keras membuat pemuda itu meringis pelan.
Dion mengusap kasar darah dibibirnya, kemudian langsung menatap nyalang kearah Leon.
"Serang dia!" teriak Dion pada teman-temannya.
Dengan cepat teman-teman Dion langsung mengejar Leon yang belum terlalu jauh.
Leon berbalik saat pendengarannya menangkap suara Dion yang menyuruh teman-temannya untuk menyerangnya. Leon tersenyum kecut saat melihat teman-teman Dion yang sudah berada didekatnya.
"Hanya orang pengecut yang main keroyokan, kalau berani satu-satu maju sini," ujar Leon tanpa rasa takut sedikitpun.
Lima orang teman Dion kini sudah mau memulai aksi mereka. Leon berusaha menghindar saat seseorang ingin menyerangnya lebih dulu. Bukan Leon kalau tidak bisa mengatasi semua ini.
Brukk!
Leon mendorong kasar Dua teman Dion sampai tersungkur, tinggal Tiga lagi. Leon memutar lehernya untuk pemanasan. Sudut mata Leon menangkap pemuda berbadan gendut yang ingin menghantamnya dengan balok besar.
"Arghh!" pekik Leon saat terlambat menghindari pukulan itu, badannya langsung tersungkur kala mendapatkan pukukan tepat pada bahunya. Leon meringis pelan sambil memegang bahunya yang terasa nyilu. Leon masih dapat dengan jelas mendengar suara tawa dari komplotan, Dion.
"Anjing kalian, mainnya keroyokan! Mana main belakang lagi, pengecut!" teriak Leon seraya meringis pelan.
"Gue ngak peduli! Siapa suruh lo berani sama gue." Dion berjalan menghampiri Leon dan menarik kerah seragam Leon.
"Gue habisin lo bangsat!" Dion mengambil belatinya dan mengarahkannya langsung tepat ke dada Leon.
Leon langsung memejamkan matanya saat belati lancip yang ada ditangan Leon ingin mengarah ke area jantungnya.
Dorr!
Belati di tangan Dion langsung terlempar begitu saja karena sudah lebih dulu di tembak seseorang sebelum belati itu sampai pada dada Leon. Pelan-pelan Leon membuka matanya dan melihat sumber suara. Mulutnya langsung ternganga, matanya membulat saat melihat beberapa orang berbadan tegap dan satu pria berpakaian mewah.
Leon memicingkan matanya mencoba mengenali mereka, bukan-bukan! Mereka bukan bodyguardnya Zein, lalu siapa? Berbagai pertanyaan sudah menjalar di dalam benak Leon tentang siapa orang yang kini tengah menolongnya itu.
Leon langsung dibantu bangkit oleh orang berpakaian mewah itu, sudah Leon yakin bahwa pria kaya itu adalah bos diantara beberapa orang berbadan tegap itu. Mata Leon beralih pada orang berbadan tegap yang ada dihadapannya. Mereka dengan brutalnya memberikan pelajaran pada Dion dan teman-temannya membuat mereka berlari-lari terbirit-birit saking takutnya.
Leon juga sebenarnya bergidik ngeri tapi yasudahlah harusnya dia berterimakasih dengan orang itu kalau bukan karena orang itu mungkin nyawa Leon sudah hilang. Dengan perasaan gugup Leon menatap pria itu.
"Kau tidak apa-apa, Nak?" tanya pria itu.
"Mmm ... gue baik-baik aja. Terimakasih ya pak," jawab Leon kemudian ingin beranjak pergi.
"Kau mau kemana, Nak?" mata Leon langsung membulat saat pergelangan tangannya dicekal oleh pria itu, apa mungkin pria itu pedofil? Ah tidak-tidak! Leon mencoba menepis pikirannya itu.
"Perkenalkan nama, Om ...."
Vote and komen oke
KAMU SEDANG MEMBACA
L E O N ZAKA DIJAYA (PROSES REVISI)
RastgeleCover mentahan:@Pinterest Leon itu benci, papanya. Sangat-sangat benci. Apalagi saat lelaki yang berstatus papanya itu menikah lagi dan membawa keluarga barunya untuk tinggal di rumahnya. Meski keluarga barunya itu nampak menerima Leon dengan baik...