CHAPTER 26 : Lembaran Baru✓

30 4 0
                                    

Update!!!

****

Aku akan bertahan dan menjaga hati ini. Terimakasih telah hadir dihidup ku walau hanya sesaat, kau akan selalu ada di hati ini hingga maut menjemput ku. Tidak ada satupun orang yang mampu menggantikan dirimu di hatiku. Aku akan mencoba tetap tersenyum meski dalam keadaan sedih, semoga kamu tenang disana.

Perlahan mata Biru terbuka dan tes, satu tetes air mata jatuh mengenai gundukan tanah yang dipenuhi taburan bunga. Angin berhembus sangat kencang saat Biru mendongak menatap langit cerah.

"Apakah sekarang kau sedang tersenyum." Gumam Biru, bibirnya menyunggingkan senyuman samar. Matanya terpejam untuk merasakan hembusan angin yang menghantam kulit pipinya juga menerbangkan rambut terurainya.

Gelap, Biru membuka matanya seketika lalu melihat sebuah payung berada diatas kepalanya.

"Kepalamu akan terasa pusing nantinya." Ucap suara itu. Perlahan-lahan Biru berdiri, dan tersenyum samar lagi." Ini.." Pria itu mengulurkan tangannya untuk memberikan jaket yang sudah ia bawa dari mobil tadi.

"Terimakasih, Lang." Kata Biru pelan, kemudian memakainya.

"Kita pulang atau kau mau jalan-jalan dulu?" Tanya Elang.

Biru terdiam sebentar mengingat sesuatu, kemudian tatapan matanya terpusat pada sebuah gazebo kecil tempat para pelayat beristirahat. Gazebo itu berada diluar kawasan pemakaman. Dulu disitu hanya ada sebuah bangku taman, namun sekarang bangku taman itu sudah tidak ada, dan dibangun sebuah Gazebo. Hampir saja Biru tidak mengenalinya kalau tidak melihat sebuah pohon besar disamping Gazebo itu. Perlahan mereka berdua duduk. Tidak ada percakapan untuk beberapa menit hingga sebuah tarikan nafas terdengar dari mulut Biru.

Elang melirik Biru, ia sudah siap menjawab apa saja yang dipertanyakan Biru perihal apa yang terjadi dua tahun ini. Biru menatap kembali hamparan langit Biru, rupanya ia belum siap untuk mendengar jawaban atas pertanyaan yang akan ia ajukan ini.

Sudah satu minggu ia terbangun dari komanya, dan barulah sekarang ia mampu untuk bangkit. Biru pikir, ia tidak akan goyah. Tetap hari ini terbukti, ia belum mampu untuk mendengar jawabannya. Kenyataan sangat menyakitkan, bukan?

"Dua tahun lalu aku melihatmu disini?" Suara Elang mengudara. Biru yang dari tadi disibukan oleh berbagai pikiran yang selalu menghantuinya kini terpancing dan penasaran akan kelanjutan apa yang keluar dari mulut Elang tersebut. Elang kini juga menatap langit, ia tersenyum samar." Aku dan Raka berjanji akan liburan bersama setelah ujiannya selesai. Raka tidak tau hari itu aku akan ke Bandung untuk menemuinya, mama juga papa tidak tau hanya nenek dan kakek yang ada di Jepang saja yang tau. Baru tiba di Bandara perasaanku tiba-tiba berdebar-debar, aku belum pernah merasakan persaan berdebar-debar sekaligus menegangkan seperti saat itu."

Biru kini merubah posisi duduknya. Elang yang mengetahunya hanya melirik Biru lalu tersenyum samar." Setiba aku didalam taksi, sebuah panggilan masuk. Itu dari nenek, aku tersenyum. Namun senyuman itu langsung hilang ketika aku mendengar perkataan yang selama ini aku takutkan. Aku tidak percaya, nenek pasti bohong. Selalu kalimat itu yang aku ucapkan sepanjang perjalanan menuju rumah. Hampir tiba didepan area komplek, aku melihat Ambulan keluar dengan sirine yang lantang memekikan telinga dan disertai beberapa mobil pengiring dibelakangnya. Aku kembali berkata, bukan. Pasti itu orang lain. Taksi yang aku tumpangi sudah memasuki area komplek, tiba-tiba aku langsung menghentikannya ketika aku melihat sebuah mobil yang sangat aku kenali melaju dengan kecepatan sedang lewat disamping taksi yang aku tumpangi. Dan apa yang aku lihat, aku melihat mama sedang menangis didalam pelukan bibiku."

Air mata mulai mengalir membasahi pipi. Biru tidak dapat lagi membendungnya.

"Aku ingin sekali melihat Raka untuk yang terakhir kalinya sebelum ia dimakamkan, tetapi kakiku seperti tidak bisa digerakan ketika hendak mendekat ke tempat Raka dimakamkan. Aku hanya bisa meliahtnya dari jauh. Dan saat itu juga mataku melihatmu, aku pertama-tama tidak menyadari bahwa kamu adalah wanita yang sering menjadi topik utama ketika Raka bercerita. Namun ketika aku melihat kamu pingsan dan kak Sakti berterikan memanggil namamu, barulah aku tau. aku juga dapat merasakan kau sangat kehilangan dirinya sama seperti aku, tapi sekarang dia sudah tenang disana dan tidak perlu merasakan kesakitan seperti dulu lagi."

Samudra Biru ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang