HALO
Selamat Membaca,
🤗
Hujan sangat deras beserta angin yang kencang, suara petir saling sahut menyahut menambah suasana menjadi mencekam. Biru masih setia berada didalam kamar, sudah dua jam lebih ia dalam posisi miring menghadap jendela yang sedikit terbuka dan menimbulkan angin dan air hujan masuk kedalam. Matanya tidak lepas menatap satu objek yang berada di dekat jendela, yaitu sebuah lampu hias yang pecah kemarin.
Lampu hias yang mulanya indah kini hanya menyisakan kerangka yang terbuat dari besinya saja, dan kaca bening yang membuat lampu itu indah sudah ia pecahkan dan dibuang ke tempat sampah. Pikirannya kembali kepada tadi pagi saat Samudra tidak menjawab pertanyaan yang tentunya sangat mudah untuk dijawab. Tetapi kenapa Samudra seperti enggan untuk menjawabnya.
Brukkk
Anna langsung menghempaskan tubuhnya dikasur lalu berbaring menghadap ke Biru. "Kamu ngapain tiduran terus?"Tanyanya." Kenapa gak kebawah?"
Biru tidak menjawab pertanyaan dari Anna, lebih tepatnya Biru tidak mendengar omongan dari Anna karena saat ini ia sedang bergulat dengan pikirannya.
Anna tentunya tidak diam saja karena di kacangin, ia lalu bangun dari rebahannya. Seketika itu juga membalik posisi tidur Biru agar ia dapat melihat wajah Biru. Biru tentu saja kaget dan langsung bangun juga." Ada apa?"
"Kamu yang ada apa, kenapa gak jawab pertanyaan aku?"
Biru hendak kembali berbaring namun langsung dicegah oleh Anna." Kamu sakit?"
Biru menggelengkan kepalanya. Lantas ia berjalan menuju tasnya dan mengambil sebuah kotak dari dalam tas itu." Nanti malam bantu aku ya menyiapkan ini," kata Biru dengan menunjukan sekantong balon dan beberapa lilin kecil.
"Siapa yang ultah, Nanda?" Tanya Anna dengan menutup mulutnya kaget.
"Bukan gue," sanggah Nanda yang sudah ada dibelakang Anna.
"Terus siapa?" Tanya Anna lagi.
"Samudra..." Kata Biru dengan tersenyum kecil. Nanda mengamati ekspresi dari temannya itu, tidak biasanya Biru hanya tersenyum kecil bila menyebut nama Samudra.
"Tapi samudra tadi pulang," kata Anna pelan.
"Ha?" Biru tidak salah dengarkan, kan?.
"Iya, tadi Samudra pulang sebelum hujan."
Dengan lengan yang bergetar dan menahan air matanya jatuh, Biru menutup tutup kotak yang terbuat dari kardus itu lalu meletakannya pada meja. Anna mendekati Biru lalu memeluknya. Goyahlah sudah pertahanan dari Biru, yang mulanya hanya terisak pelan kini menjadi rintihan yang terdengar menyakitkan bagi yang mendengarnya.
Biru terduduk dilantai masih dalam pelukan Anna.
Perlahan tangisan Biru mereda seiring terlepasnya pelukan dari Anna. Ia menatap Anna dan Nanda." Apa kalian tau nama lengkap Samudra?"
Anna dan Nanda saling pandang. Kemudian Anna yang menjawabnya." Aku gak tau beberapa jam lalu, tapi waktu tadi absen Pak Bambang memanggilnya Elang Samudra Mahardika."
Biru memegang dadanya seketika, kenapa Elang bukanya Raka? Apa memang dia mengganti namanya. Biru harus mencari tau, ia lalu bangun dan berlari keluar. Anna juga Nanda kaget melihat kepergian Biru dengan berlari mendadak itu. Dalam perjalanan mencari seseorang itu Biru menghampus air matanya yang tadi membasahi pipi.
"Apa kamu liat Riko?" Tanya Biru pada siswa yang sedang main catur.
Mereka menggeleng. Lalu Biru kembali melangkahnkan kakinya menuju dapur dan disana tidak ada orang sama sekali, namun ia mendengar ditaman indoor ada suara gelak tawa yang nyaring walau sudah terbias oleh air hujan. Mungkin mereka tau, pikir Biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Samudra Biru ✓
Roman pour AdolescentsCukup kau berada disampingku, itu sudah cukup membuat ku bertahan dari sakit yang selama ini ku alami... Alasan Biru bertahan hidup dan menjalani berbagai pengobatan yang sangat membosankan baginya itu semua karena seorang pria bernama Samudra... Ra...