"Kalau ada orang yang harus aku benci di dunia ini. Orang itu adalah kamu Nugie!"
—Elsha. (By Elsha dan Nugie)♡
Keesokan paginya ketika sampai di Jakarta. "Fik, sorry ya. Sepertinya aku mau langsung istirahat aja. Jadi, kamu gak apa-apa kan kalau gak mampir dulu?" tanyaku tak bergairah.
"Gak apa-apa kok, Elsha. Aku juga tahu kalau kamu butuh waktu untuk sendiri dulu," jawab Fiko tersenyum. Ia benar-benar mengerti keadaanku. "Biar aku bantu buka ya," sambungnya menawari bantuan untuk membuka pintu mobilnya untukku.
"Gak usah!" Aku menolak. "Aku bisa sendiri, Fiko. Gak usah lebay gitu ah," sambungku tersenyum simpul seraya bersiap keluar. "Bye, Fik," pamitku membuka pintu mobil Fiko, turun dan berjalan membuka pintu gerbang.
"Take a rest, El," ucap Fiko berlalu mengemudikan mobilnya. Seolah dia tahu jika aku memang butuh waktu untuk mengobati diriku sendiri.
Aku masuk dan menutup kembali pintu gerbang. Sial. Sesaknya masih terasa terbawa sampai rumah. Aku menangis lagi, aku sudah berusaha tetap tegar, tapi sakitnya semakin parah menusuk dan menjalar ke uluh hati. Dari gerbang aku berlari menuju ke dalam rumah. Air mata terus mengalir tanpa bisa kubendung. Aneh, kamar serasa di jepang, sudah berlari kencang tapi tetap tidak sampai-sampai seolah membuat jauh jarak pandang.
"Nah itu onti, Elsha!" pekik Kak Rafa bersemangat menunjukkan kedatanganku pada Reina.
Aku terkejut dan berhenti sebentar. Di ruang TV ternyata sudah ada Kak Rafa dan Vina sedang berduduk santai. Mungkin, pekerjaanya di luar kota sudah selesai.
"Ontyyyyy!" pekik Reina sumringah yang sudah berlari ingin memelukku.
Aku tidak menggubris Reina. Kelopak mataku sudah sembab. Kali ini, aku mengelak dan berlari ke lantai atas untuk masuk ke dalam kamarku dan menguncinya.
Aku benci kamu Nugie!
Tapi, aku juga gak bisa melakukan apapun!
Aku yang bodoh!
Aku emang bodoh!
Aakkkk!!
Aku menyerak semua foto Nugraha dan kado pemberian dari Nugraha. Aku mengambil sebuah kotak besar dan memasukkan semua barang-barang pemberian Nugraha, termasuk kalung dan cincin pemberian Nugraha yang masih kukenakan di leher dan jari manisku.
Sial! Susah sekali melepasnya!
Dengan tanpa menyerah aku terus berusaha membuka cincin dari Nugraha yang melingkar di jari manisku. Walau akhirnya cincin itu bisa lepas dari jari manisku dan meninggalkan luka kemerahan di sekeliling lingkarannya karena harus sedikit dipaksa dan menggunakan tenaga.
Selamat tinggal!
Seharusnya dari dulu saja kita tidak usah saling mengenal Nugie!
Harusnya dari dulu saja kamu tak usah datang ke dalam kehidupanku!
Aku benci kamu Nugie!!
Kalau ada orang yang harus aku benci di dunia ini. Orang itu adalah kamu Nugie!
Aku sangat membencimu Nugraha Prasetya!!
Aku melonglong tak karuan. Aku mengoyak semua lembaran buku diary yang kutulis penuh rasa cinta itu dengan nama Nugie secara bringas. Dengan tanpa ampun dan tersisa. Aku mulai memukuli kepalaku tanpa henti karena meratapi betapa bodoh diri ini menanti pria yang bahkan tidak lagi mengharapkan kedatanganku. Aku menyesali perkataan Dirga di resto semalam adalah benar. Padahal sudah kuat aku menyangkal, tapi kenyataannya pria brengsek seperti Dirgalah yang paham dengan sifat pria brengsek lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elsha dan Nugie [END]
General FictionSeorang pria tengil yang ditemuinya di gerbong kereta kala itu rupanya seseorang yang kini membersami dirinya, menghias pagi ke malamnya, hingga disetiap hembusan napas dan detak jantung dihidupnya. Lantas, mampukah gadis keras kepala seperti Elsha...