Ketakutan-ketakutan itu yang kini menghalangi langkah kakiku. Padahal kalau saja kuputar kembali dan mengingat hari dimana semua yang kutakuti itu bisa kujalani—sendirian—pasti perasaan itu tidak akan sebesar ini. Aku terlalu nyaman berjibaku dengan rasa takutku sendiri.
—Elsha. (by Elsha dan Nugie)♡
Masih di ruang tamu dengan keheningan antara aku dengan Nugraha. Sulit sekali menjelaskan kepada diriku sendiri tentang apa yang ku mau. Sulit sekali untuk tidak egois dalam memutuskan sebuah pilihan. Termasuk sulit sekali untuk menjelaskan pada Nugraha apa yang aku maksud tidaklah seperti yang ia pikirkan saat ini. Apakah menjadi dewasa harus dihadapkan dengan hal-hal serumit ini? Kepalaku yang sudah riuh saat ini semakin brutal hendak pecah rasanya.
"Nugie," sapaku yang segera bangkit dari kursi ruang tamu lantaran tidak tahan duduk berdua dengan kebisuan.
Nugraha masih saja diam membeku, ia mulai melangkahkan kakinya untuk ke dalam dan berniat hendak meninggalkanku.
"Nugie, tunggu!" Aku kini berdiri di hadapan Nugraha. Ia menatapku dengan wajah yang masih tertekuk.
"Minggir," katanya datar. Ia tak lagi bersemangat seperti saat ia di Taman bunga tadi pagi.
"Kamu marah sama aku? Aku rasa ini keputusan yang terbaik, aku mengatakan 'iya' bukan semata aku mengurungkan niatku untuk pergi, aku cuma mau nenangin Mamaku aja kok," kataku berusaha menjelaskan. "Kan, kamu tahu sendiri kalau aku bersedia ikut kamu ke Belanda. Tapi tolong pahami posisiku untuk saat ini aja. Beri aku waktu untuk meyakinkan Mama jika aku harus menemani calon suamiku di sana. Tolong juga jangan bungkam seperti ini terus," ucapku memelas.
Nugraha menghembuskan napas kasar lalu beberapa saat kemudian pria itu justru menampilkan lengkungan tipis dibibirnya. Aku paham keterpaksaan itu memaksanya untuk menipu diriku, "Aku gak marah kok, Elshayang. Yaaa lagian, ini sudah malem. Mending kamu pergi istirahat gih," pintanya seraya mengelus lembut kepalaku.
"Jadi, kamu beneran gak marah atas keputusanku ini, Nugie?" tanyaku.
"Kapan aku bisa marah sama kamu, Elshaku sayang?" tanyanya. "Tapi, ini adalah keputusanku. Lebih baik kamu tetap tinggal di sini saja. Setelah aku pikirkan memang seharusnya seperti itu, kan? Kamu masih menjadi hak penuh atas kedua orangtuamu seutuhnya, jadi turuti perintah orangtuamu ya, sayang. Aku gak mau kamu menyesal sepertiku dulu," katanya dengan begitu bijak.
"Aku sayang kamu, Mugie," tukasku segera memeluk Nugraha begitu erat.
"Ya sudah. Yuk istirahat, dijadwal tiketnya tertulis kalau keberangkatanku ke Belanda besok pukul lima belas sore. Jadi ada kemungkinan aku check-in dari pukul tiga belas, berarti dari sini kita ke Jakarta jam empat atau lima subuh."
"Itu gak terlalu kepagian? Toh kalo kita berangkat sepagi itu naik kereta dari sini ke Jakarta cuma makan waktu dua jam, kan? Berarti sampai di Jakarta jam tujuh atau delapan, kan?" tanyaku dibalas anggukan Nugraha, "Duh, pasti bakalan bosen banget sayang kalo kita nunggu di bandara," keluhku.
"Ya kayak kamu gak tahu aja lalu lintas Jakarta seperti apa," tukasnya, "Sama kayak isi kepala kamu sekarang ini," sambunganya tersenyum miring menggodaku.
"Ihhh nyebelin!" cebikku mencubit perutnya seraya kembali mendekap priaku itu. Tidak tahu mengapa akhirnya keputusan ini yang kuambil, walau ia tidak memberatkanku tetap saja pasti akan berat melepas kepergiannya untuk studynya. Sebab, ia akan berada jauh dariku dengan waktu yang tidak sebentar.
Sebenarnya bisa saja Nugraha langsung berangkat dari Bandar Udara Husein Sastranegara ke Amsterdam, tapi harus membayar biaya yang cukup mahal. Lagi pula, berangkat dari Bandara Husein juga akan transit di Jakarta, jadi besok pagi aku dan keluarga akan mengantar Nugraha dari pukul lima pagi dari Bandung ke Bandara Soekarno Hatta, sekalian Nugraha pamit dengan adik ibunya di Jakarta sebelum berangkat ke Belanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elsha dan Nugie [END]
General FictionSeorang pria tengil yang ditemuinya di gerbong kereta kala itu rupanya seseorang yang kini membersami dirinya, menghias pagi ke malamnya, hingga disetiap hembusan napas dan detak jantung dihidupnya. Lantas, mampukah gadis keras kepala seperti Elsha...