17. | Hadiah dari Tuhan

97 75 0
                                    

“Yang terpenting sekarang, aku sungguh bahagia karena kamu sudah bersamaku lagi di sini, dan itu sudah lebih dari cukup, Nugie.”
—Elsha. (by Elsha dan Nugie)

Seminggu berlalu,
Keadaan Nugraha sudah berangsur-angsur membaik. Karena Nugraha belum pulih betul, Nugraha harus duduk di kursi roda. Dan aku jadi perawat dadakan Nugraha untuk membantunya mendorong kursi rodanya kemanapun ia hendak pergi. Walau pun Nugraha bisa mengendarai kursi roda tersebut dengan otomatis. Tetap saja dalam kondisinya yang seperti itu, aku tentu tidak akan mungkin melepaskannya begitu saja.

Sebenarnya Nugraha tidak sama sekali ingin melihatku repot karena membantunya, tapi Nugraha mana bisa melihatku murung seharian hanya karena tidak mendapatkan yang kuinginkan. Jadi Nugraha hanya pasrah saja kalau itu pintaku. Nugraha saja yang tidak tahu, padahal aku ingin membantunya karena ingin melepas rinduku ini pada dirinya. —penyakit pria memang tidak pernah peka terhadap maunya wanita.

"Kamu mau kita kemana, Nugie?"

"Aku sih terserah susterku yang jutek ini," ejeknya berkelakar.

Aku terkesiap. "Apa maksud kamu, Nugie? Aku udah gak jutek lagi tauk!" cebikku kesal.

"Yah, sayangnya aku rindu kamu yang jutek dan manja."

"Aku balik nih ya!" godaku.

"Eh. Iya-iya maaf, aku bercanda."

"Habis kamu ngeselin deh." Aku pun mengerucutkan bibirku.

"Kalau gitu. Maaf ya pacarku Elsha Zeinina Kurniawan," tukasnya. "Suster, Aku mau kita menuju ke Taman!" pintanya manja.

"Oke deh, bersiap ya pasienku yang manja. Karena kita akan segera meluncur dengan kekuatan penuh!"

"Harus pasang sabuk pengaman kah, Sus?"

Aku menarik satu ujung bibirku ke dalam, "Mmm, boleh. Pakai helm juga boleh!"

Nugraha terkekeh, "Menluncuurrr!" pekiknya bersemangat. Lalu kami tertawa bersamaan.

Nugraha, mengajakku ke Taman. Tidak hanya itu, ia juga hendak berniat menceritakan bagaimana ia bisa selamat. Seraya mencari posisi yang enak aku pun duduk di salah satu bangku Taman, Aku mendengarkan dengan detail yang Nugraha katakan.

"Elsha, kita sudah punya status yang jelas sekarang, kan?" tanyanya setelah kudengar ia meneguk air liurnya dalam.

"Maksud kamu status yang jelas?" tanyaku kembali, yang pura-pura tidak tahu apa yang Nugraha maksudkan.

"Tunangan loh, calon istriku," lirihnya tersenyum kikuk seraya memperagakan dua sejoli yang menjalin asmara, menggunakan jari jemarinya yang ia satukan dan mempertemukan ujung-keujung jari antara tangan kanan dan tangan kiri.

"Serius? Emang sudah registrasi?" tanyaku menggodanya.

"Ih, sudah atuh. Kan, aku sudah jauh-jauh hari isi formulirnya. Aku juga sudah registrasi, kalau gak salah sudah kamu acc juga deh," tukasnya dengan ringan menimpali candaanku yang justru membuatku geli dan menggelengkan kepala ringan karena melihatnya yang selalu bisa menemukan bahan bicara.

"Oh gitu ya. Terus pas aku acc kamu, aku bilang apa deh?"

"Yaaa cuma mangguk doang sih."

Lucu sekali melihat Nugraha seperti itu, ia terlihat benar-benar sedang berpikir, bahkan ia sampai menggaruk ujung pelipisnya dengan jari telunjuknya.

"Iya Nugie. Dimalam itu aku dan kamu sudah resmi menjadi, kita," kataku yang kini tersenyum simpul.

"Jadi, aku udah boleh kan peluk kamu lagi??" tanyanya seperti bocah lima tahun, polos.

Elsha dan Nugie [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang