31. | Dunia itu Sempit

64 46 9
                                    

"Elsha, kamu pantas bahagia. Kamu pantas beranjak pergi untuk meninggalkan masalalumu yang kelam itu."
—Fiko. (By Elsha dan Nugie)


Aku pun segera menuju kamar untuk bersiap, namun sebelum aku menaiki undakan anak tangga, "Loh, Vin. Udah dari tadi berdiri di situ? Baru aja gue mau panggil." Aku sedikit terkejut lantaran melihat Vina sudah berdiri di anak tangga ke satu saat aku menoleh ke belakang.

"Panggil ngapain, Ca?"

"Itu si Fiko ngajak lunch di luar. Yuk ikut yuk, biar rame," ajakku.

"Lunch?"

"Ho'oh!"

"Elsha, ini masih jam sepuluh pagi tauk," ujar Vina yang membuatkku terkejut.

Aku menautkan kedua ujung alisku, "Hah?!" tukasku yang segera melihat arah jarum jam yang ada di dinding.

"Akhir-akhir ini lo kenapa deh, Eca?" tanya Vina. "Otak lo jadi lola. Stuck terus kayaknya dari tadi."

"Pffhh!" itu Fiko. Pria itu cekikikan mengejekku.

Aku menatapnya dengan tatapan tajam. "Fik. Ini masih pagi tauk!" ketusku pada Fiko.

"Ya, terus?"

"Berarti namanya breakfast dong, bukan Lunch!" ucapku mengayunkan bibir.

"Ya udah. Kita pergi kemana dulu kek sampe bisa nanti lunch."

Modus!

Dasar Fiko, maksa banget deh!

"Kayaknya kalian aja deh, Eca. Lagian Reina masih tidur juga, kan? Terus, adonan bolu gue juga ntar lagi mateng," ucap Vina menolak secara halus.

"Ah. Lo mah gak asik, Vin!" tukasku malas tak bersemangat. "Ayolah!" ajakku lagi. "Biar rame tauk. Adonan kue udah mau mateng, kan? Berarti, kalau gue tinggal prepare sebentar bolunya dah mateng, kan? Dan setelah itu, kita pergi deh, yah!" rengekku.

"Lima loyang njirr!!" umpat Vina spontan. "Dan itu baru dua adonan," sambungnya tersenyum masam.

Aku terkesiap "Yahh busehh!"

Vina sejak dulu memang hobi sekali membuat kue. Dari kue itulah ia bisa menghasilkan uang untuk biaya kuliahnya dulu. Vina sudah sedari gadis menggeluti pekerjaan membuat kue home made itu. Ia sering mendapat tawaran lebih dari sepuluh loyang dalam sehari. Gak heran kenapa dia lebih sering sibuk berjibaku di dapur.

Vina sudah sering ditawari keluargaku untuk membuka toko kue saja. Tapi dirinya belum siap, berdalih masih mengurus Reina yang masih kecil. Padahal kak Rafa sendiri yang mengatakan jika istrinya itu tidak siap jika memiliki karyawan yang tentunya akan mengetahui juga resep kue turu temurun milik keluarganya itu. Baginya, ia akan tetap menjaga resep keluarganya turun temurun juga untuk Reina kelak.

Menurutku, kue buatan Vina memang paling enak daripada kue lainnya yang kubeli di toko kue. Tidak tahu sihir apa yang ia campurkan ke dalam adonannya. Tidak bisa dijelaskan, siapapun akan terhipnotis dengan kelezatan kue buatan Vina. Mungkin ini juga alasan kenapa kak Rafa jatuh cinta kepada seorang Vina walaupun kebawelannya itu ngalah-ngalahin petasan brentet.

Vina menghela napas, "Makanya, gih lo berdua aja," perintah Vina. Sebenarnya aku tahu jika terkadang ia juga ingin menghabiskan waktu refreshing di luar. Apalagi mengingat kak Rafa yang selalu ke luar kota dan jarang ada waktu untuk keluarga kecilnya. Tapi bagi Vina kebahagiaan dan masadepan Reina amat penting baginya. Ia dan kak Rafa bekerja keras hanya untuk masa depan Reina yang lebih baik, agar Reina tidak bernasib sama seperti ibunya yang seorang sandwich generation.

Elsha dan Nugie [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang