"Sekiranya kalau kepergian memang harus diikhlaskan, akupun akan mengikhlaskannya, tapi siapapun memang tak akan kuasa menahan pedih di dada menghadapi sebuah kepergian, bila itu terjadi secara tiba-tiba, tanpa rencana, tanpa aba-aba."
—Elsha (by Elsha dan Nugie)♡
Pukul setengah delapan pagi, Di ruang makan. Semua orang sudah duduk dengan wajah ditekuk. Kecuali Dirga, ia tampak sumringah. Ada yang aneh, sebab tak kulihat Nugraha di sana.
"Pagi Oma, pagi Opa, sarapan apa kita pagi ini, Ma?" tanyaku dengan bersemangat. Namun, mereka masih menundukkan kepala mereka saja, tidak ada semangat sekalipun pada senyum mereka.
"Lho Oma, Opa, kenapa kok makanannya dilihatin aja?" tanyaku namun tak ada yang menggubrisnya. Seraya mengambil piring, "Kak Rafa juga kenapa deh? Kalian tuh sebenernya kenapa sih? Jawab pertanyaan aku dong!" tanyaku penasaran.
"Lagian kamu kenapa tanya mereka, Eca? Mending kamu tanya aku aja, pasti aku siap jawab deh," timpal Dirga dengan sumringah.
Ngiiinggg!
Engsel pintu berdenging, hingga mengalihkan pandanganku, suara yang berasal dari pintu kamar Nugraha yang terbuka lebar, terlihat juga isi kamar yang tampak sedikit kosong melompong, dan tak ada lagi pakaian menggantung. Karena biasanya, Nugraha senang sekali menggantungkan pakaiannya di dinding, tepat mengarah ke pintu kamar. Kebetulan juga, kamar Nugraha berdekatan dengan ruang makan.
Aku pun, jadi mencari keberadaan Nugraha, mengapa ia tidak muncul untuk sarapan bersama, bahkan terlintas di pikiranku jikalau Nugraha merasa tidak enak hati dengan teguran kak Rafa kemarin malam.
Agak sedikit penasaran, aku berdiri dari meja makan dan bergegas ke kamar Nugraha. Tadinya, karena khawatir aku berniat akan membujuk Nugraha untuk sarapan bersama.
Namun, ketika aku sampai di kamar Nugraha dan masuk, "Lohh kok?! Barang-barang Nugie gak ada?" tanyaku tapi tak ada yang menjawab. Pikiranku sudah mengerucut jika Nugraha benar-benar tersinggung oleh sikap kak Rafa sehingga ia memutuskan kembali ke kota Bandung. "Tidak, tidak bisa seperti ini, dia pergi bersamaku ke rumah Oma bukan berarti dia bisa pulang tanpa berpamitan dulu denganku!" batinku. "Nugie kemana? Oma, Opa, Nugie kemana?! Kak rafa? Kalian kok hanya diam saja sih?!" tanyaku geram.
Aku begitu gusar seraya menggoyang-goyang lengan kak Rafa, aku benar-benar tidak bisa lagi menutupi kegusaranku itu. Rasanya seperti ada sesuatu yang dirampas paksa dariku.
"Itu karena, mereka tahu Nugie sudah pergi, Eca!" sahut Dirga secara tiba-tiba.
Aku terkesiap, "Apa?! Gak mungkin, kamu bohong kan, iya kan?!" Aku menyangkal tidak percaya. "Yang dikatakan Dirga itu gak bener, kan?!" tanyaku lagi menuntut jawaban kepada mereka semua yang masih mengunci rapat mulut mereka.
Akhirnya kak Rafa angkat bicara, ia menjawab ketidak yakinanku "Dirga bener, Dek. Nugie pergi ketika shubuh tadi."
Kakiku tidak sanggup menopang tubuhku lagi, "Nugie pergi??"
"Ya. Dia, pergi ke Belanda untuk lanjut study S2 di sana, kakak harap kamu gak tanya-tanya tentang Nugie lagi ya, Ca," tukas kak Rafa kepadaku, pasrah.
Dan Dirga bergumam "Iya, Nugie pergi menuju ke Belanda untuk selama-lamanya dan gak akan pernah kembali lagi," Dirga tersenyum licik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elsha dan Nugie [END]
General FictionSeorang pria tengil yang ditemuinya di gerbong kereta kala itu rupanya seseorang yang kini membersami dirinya, menghias pagi ke malamnya, hingga disetiap hembusan napas dan detak jantung dihidupnya. Lantas, mampukah gadis keras kepala seperti Elsha...