3. | The New Things

247 102 34
                                    

"Aku, tidak suka hidup dalam banyak pertanyaan tanpa jawaban. Karena itu hanya membuang-buang waktu saja."
—Elsha (by Elsha dan Nugie)

Yang terjadi biarlah berjalan semestinya. Tak bisa lagi untuk aku merubah yang tak kuinginkan agar tak boleh terjadi. Karena, hidup tidak semudah menyunting sebuah vidio yang tinggal cut bagian buruk, skip bagian yang membosankan and then replay bagian yang mengesankan.

Rasanya keputusanku untuk pergi sudah sangat bulat. Sudah ku usir semua keraguanku. Perubahan itu kalau bukan diri sendiri yang memulainya, tidak akan terjadi sampai kapan pun. Walau, masih selalu teringat adegan membahagiakan ngumpul dan tertawa di meja makan bersama keluarga, juga minum kopi di sore hari bersama ke-empat kakakku.

Ahh! sudahlah,

Kalau terus mengingat momen itu, bisa down lagi semangatku untuk memulai hal baru.

Pagi ini, aku sudah sampai di Stasiun kereta keberangkatan Jakarta-Bandung. Aku mengenakan dress berwarna biru muda yang panjangnya menutupi lutut, juga mengenakan jaket jeans kesayanganku. Sedangkan outfit pendukung lainnya aku mengenakan sepatu sneakers yang biasa kupakai kemanapun, tas ransel sengaja kupergunakan untuk tempat pakaianku yang lain, sedangkan tas slempang sengaja kusampirkan dilengan kananku.

Cangcimen-cangcimen!

Jelas terdengar hiruk pikuk Ibu Kota, suara pekik pedagang asongan dan penumpang sudah hampir memadati tempat tunggu pengantrian tiket. Baru kali ini kurasakan sesak, sempit, dan desak-desakan untuk berusaha masuk ke dalam gerbong kereta sambil memegang erat ransel bawaanku. Salahku saja yang waktunya tidak tepat pergi membeli tiket kereta disaat libur sekolah.

Haduhhh!

"Pelan-pelan dong mbak!" ketusku yang tidak terima di dorong begitu kuat oleh seorang wanita yang tinggi dan besar. Wanita itu tidak menggubrisku dan justru tersenyum licik. Aku tahu aku kalah ukuran tubuh dengannya, lantas akupun mengalah.

"Sakit banget pipiku yang mulus ini ketonjok sikut mbak-mbak yang lemaknya overasize itu!" gerutuku seraya mengelus pipi.

Kalau kupikir, memang ini rumit sekali. Berbeda dengan biasanya ke rumah Oma di Bandung. Pergi menggunakan mobil pribadi bersama keluarga. Teringat saat aku selalu dapat memilih tempat duduk yang aku suka, yaitu tempat yang nyaman hingga sampai pada tempat tujuan. Apalagi kalau bukan tempat duduk yang berada paling belakang di barisan kursi penumpang.

Sedangkan, jika naik kereta ini, untuk mendapatkan yang kelas satu, pun aku harus berebut tiket dengan puluhan, bahkan ratusan orang karena volume tiket yang terbatas sekali dihari libur.

"Gininih, akibat jadi anak bungsu yang dimanja, mau kemana-mana saja masih butuh bantuan ortu."

Aku menggerutu seraya menyeka sedikit air mata yang sudah berada di ujung mata.

Engga Eca, kamu bisa!

Ya. Kamu bisa hidup mandiri, ingat lagi tujuanmu, jangan lemah!

Dengan mantap, aku melangkahkan kakiku, berjuang untuk tetap bisa masuk sampai ke dalam gerbong kereta dengan berdesak-desakan menuju ke kursi penumpang.

---🍒🚃🍒---

"Huuhhh!" Aku bernapas lega.

"Akhirnya bisa duduk juga,"

Ucapku seraya tersenyum simpul sebab sudah berdiri di sebelah nomor bangku yang tertera di dalam tiket. Namun, ketenangan itu hanya terjadi sepersekian detik, sebelum akhirnya seorang pria yang mengenakan hoodie berwarna merah marun dan membawa tas ransel berwarna abu-abu yang kini seenaknya saja mengambil alih tempat dudukku itu.

Elsha dan Nugie [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang