“Kalian itu hanya salah paham dan memang butuh saling diskusi. Tapi kalian gengsi untuk bertanya satu sama lain.”
—Fiko. (by Elsha dan Nugie)♡
Di Bandara Soekarno Hatta.
Setelah menempuh waktu tiga jam lebih perjalanan dari Bandung ke Ibu Kota. Akhirnya, aku sampai juga di sana walau harus melawan kemacetan di Ibu Kota. Aku segera memarkirkan mobilku lalu menuju lobi keberangkatan Internasional.Dari kejauhan sudah terlihat ke dua kakakku, Mamah, Oma dan Opa yang berdiri di depan lobi chek-in.
"Dimana, Nugie? Ia tidak terlihat di antara mereka?" gumamku yang sudah gusar walau masih berjalan dari kejauhan menyaksikan mereka.
"Elsha, kamu darimana saja, Nak?" tanya Mama, sesaat setelah aku sampai berada di dekat mereka.
"Nu-Nugie dimana, Ma??" tanyaku dengan nada terbatah, sesekali menghela napas setelah kelelahan berlari.
"Ini, kamu minum dulu." Kak Arsyad menyodorkan sebotol air mineral kepadaku, tapi aku mengabaikannya. Perasaanku tidak akan tenang sebelum aku mengetahui dimana keberadaan Nugraha.
"Dimana Nugie, Kak?! Ini masih jam dua belas lewat dan belum pukul satu siang. Seharusnya Nugie masih di sini kan?!" tanyaku lagi semakin panik. Sementara mereka hanya diam, kulihat Oma juga sudah berada dalam pelukan Opa. "Jawab dong kak, jawab!" tegasku menuntut jawaban. "Kenapa semua orang diem kek patung sih??!" keluhku semakin panik.
"Nugie... Sudah berangkat ke Belanda pukul dua belas tadi, Elsha," tukas kak Rafa dengan netra yang sudah berkaca-kaca.
"Gak mungkin!" sangkalku sengit. "Kalian bohongin aku lagi, kan? Kemarin malam Nugie bilang sama aku kalau keberangkatannya ke Belanda pukul tiga belas siang dan mulai check-in pukul dua belas siang. Terus, kenapa sekarang jadi berangkat di jam check-in??! Dan kenapa gak ada yang hubungin aku?!" tanyaku tanpa jeda.
Tangisku pun pecah. Aku terduduk lemas. Kini, aku merasa benar-benar sepi di antar orang-orang berlalu lalang menjemput kepulangan. Sedangkan aku, untuk mengantarkan kepergian saja tidak pernah bisa seberuntung itu.
"Kakak sudah berusaha hubungin kamu Elsha, kalau," sangkal kak Rafa terjeda. "Nugie berangkatnya dipercepat, karena pukul setengah sebelas Nugie harus check-in, bahkan kakak sudah kirim pesan singkat yang hanya kamu read aja pada pukul delapan pagi. Di jam itu saat kami menuju Jakarta. Nugie juga sudah berusaha telepon kamu, tapi nomor Nugie kamu blokir kan, dek?" tukas kak Rafa dengan amarahnya, sedangkan aku hanya bisa diam dan tak berhenti menangis. Penyesalan itu benar-benar menyelimutiku.
"Terakhir, kakak sama Nugie cek dari maps. Dan ternyata kamu sedang ada di kantor polisi ngapain, Elsha? Ngapain kamu ke sana? Ngapain kamu jenguk penjahat yang jelas-jelas sudah celakain Nugie calon suami kamu? Bahkan cowo brengsek itu juga sudah pernah ingin melecehkan kamu, kan?" Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan kak Rafa secara membabi buta kepadaku. "Atas perbuatanmu sendiri. Nugie kecewa berat sama kamu dek. Dia putus harapan untuk berusaha hubungi nomor ponsel kamu, dia bahkan udah pesimis untuk sekedar mengucapkan kalimat, pamit!" tegas Kak Rafa yang semakin membuatku merasa bersalah dan menyesal.
"Sudah-sudah, Rafa!" tegas kak Arsyad berusaha melerai dan mencegah amarah kak Rafa agar tidak memuncak.
"Ya tapi kak. Elshanya yang salah!" sangkal kak Rafa membela diri. "Mungkin kalau aku juga jadi si Nugie. Aku akan ngelakuin hal yang sama."
"Tapi jangan gitu, Rafa!" tegas kak Arsyad sengit. "Kita juga harus mendengar alasan kenapa dek Elsha pergi ke sana!" kak Arsyad terus membelaku.
Aku menyeka tetesan pilu itu dan pergi meninggalkan mereka semua. Barangkali aku hanya butuh waktu untuk sendirian saja kali ini. Aku hanya butuh sepi dan tidak ingin di ganggu oleh siapapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elsha dan Nugie [END]
General FictionSeorang pria tengil yang ditemuinya di gerbong kereta kala itu rupanya seseorang yang kini membersami dirinya, menghias pagi ke malamnya, hingga disetiap hembusan napas dan detak jantung dihidupnya. Lantas, mampukah gadis keras kepala seperti Elsha...