33. | Aku Rindu (kamu) Bandung

71 42 21
                                    

"Kukira semakin dewasa maka akan semakin bijak mengendalikan hati dan perasaan. Ternyata, menjadi dewasa adalah menerima yang terpaksa harus diterima dengan hati yang lapang, termasuk merelakan yang tak ingin kembali kepelukan."
Elsha. (By Elsha dan Nugie)

Kami sudah berada di mobil Fiko kebetulan tadi terparkir di parkiran resto yang kami kunjungi. Tak kusangka, hari ini seketika jadi suram lantaran kedatangan orang lain yang tidak kami rencanakan untuk diundang. Makan siang bersama Fiko juga jadi kacau berantakan. Suasana di dalam mobil juga terasa hening.

"Maaf, Elsha," tukas Fiko seraya menyetir dengan raut wajah yang sudah terlihat sangat cemas.

"Aku gak apa-apa kok, Fik. Jadi, jangan minta maaf," balasku datar.

Lalu lintas di Jakarta ini ramai, tapi hatiku sepi. Lalu lintas begitu pekik terdengar di telinga yang normal, namun begitu senyap di telingaku yang ruang lingkupnya hanya merindukan suara Nugraha.

Kukira semakin dewasa maka akan semakin bijak mengendalikan hati dan perasaan. Ternyata, menjadi dewasa adalah menerima yang terpaksa harus diterima dengan hati yang lapang, termasuk merelakan yang tak ingin kembali kepelukan.

"Kamu gak marah sama aku, Elsha?" tanya Fiko memecahkan lamunanku.

"Untuk apa?" tanyaku balik melihat ke arah Fiko.

"Marah karena aku gak bisa belain kamu di depan Dirga dan gak berusaha bilang ke Dirga kalau kamu sama Nugie ma—"

"Mmmm, Fiko. kamu mau gak temenin aku ke Bandung?" tanyaku memotong ucapan Fiko.

"Bandung, El? Mau ngapain ke sana?" tanya Fiko menautkan kedua ujung alisnya.

"Kalau kamu gak bisa temenin aku. Biar aku sendiri aja yang ke sana, Fik. Gak apa-apa kok," balasku datar.

Fiko menyangkal, "Eh enggak gitu, El."

"Aku gak maksa kok."

Fiko selalu menggunakan kalimat itu saat beberapa kali ia membujukku untuk ikut bersamanya pergi ke tempat yang ingin ia tuju. Akulah, yang tidak pernah menolak saat kalimat itu sudah dilontarkan oleh Fiko. Sekarang, aku ingin mendengar bahwa ia juga akan setuju menemaniku ke Bandung tanpa banyak protes lagi.

Satu..

Dua..

Tiga!

"Iya udah deh, El," ucapnya pasrah.

Nah kan!

Apa aku bilang, Fiko gak akan bisa menolak apapun yang aku pinta.

"Kapan?" tanya Fiko lagi dengan singkat.

"Hari ini, Fik." Lengkungan indah telah mengembang sempurna di bibirku.

"Apa?!" Seru Fiko. Dengan kedua bola matanya yang hampir keluar karena sanking terkejutnya. Bahkan Fiko sampai mengerem mendadak laju mobilnya itu. Untung saja jalanan sedang sepi. "Elsha, kamu masih sakit harusnya istirahat. Urusan weekend, kapanpun kamu minta pasti aku kasih izin, Elsha. Tapi asalkan kalau kamu sudah sembuh ya!" tegas Fiko memarahiku. Dan aku hanya diam tertunduk.

Mungkin permintaanku ini terlalu berlebihan memang, sehingga membuat Fiko marah padaku.

Baru kali ini ku lihat Fiko semarah itu, ia benar-benar begitu sangat mengkhawatirkan kondisi fisikku saat ini. Tapi, aku begitu merindukan Nugraha. Bisa saja aku pergi sendiri ke Bandung, biasanya juga aku yang selalu sendirian pergi ke sana. Aku tahu fisikku sedang tidak baik-baik saja. Aku tahu lututku bahkan tidak kuat untuk menopang tubuhku berdiri saat ini. Untuk itu, inilah alasanku mengajak Fiko untuk menemaniku ke Bandung.

Elsha dan Nugie [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang