Bab 27

122 15 1
                                    

Ia menatap nanar pintu ruang ICU. Tiga jam yang lalu, sang dokter memberi tahunya bahwa kondisi gadis itu semakin memburuk. Dokter menyatakan bahwa gadis itu mengalami kritis.

Tak selang beberapa saat setelah sang dokter menyatakan gadis itu kritis.

Tiba-tiba gadis itu kejang-kejang, membuat lelaki itu panik. Bukan hanya lelaki itu, anggota keluarganya pun mengalami hal yang sama.

Sudah tiga jam gadis itu ditangani oleh dokter, namun tak ada tanda-tanda akan keluar nya dokter itu dari ruang ICU.

Hal itu membuat keluarga gadis itu menjadi cemas sekali. Mereka tak habis-habisnya berdoa akan kesembuhan gadis itu.

Tak lama setelah itu, sang dokter keluar dengan keringat yang memenuhi wajah tampan nya. Dokter itu menatap keluarga gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Anggota keluarga gadis itu datang menghampiri sang dokter untuk menanyakan keadaan gadis itu bagaimana.

"Liam. Bagaimana keadaan Bella?" tanya Xavier.

Liam menggelengkan kepalanya. "Tak ada yang bisa kita harapkan dari gadis itu."

"Apa maksud mu?" tanya Pasha murka. Matanya sudah memerah menahan emosi. Begitu juga dengan Wanda dan Laka.

"Ternyata pasien terkena kanker otak. Ditambah lagi jantungnya kian melemah. Beberapa kali aku menyuntikkan obat ke tubuhnya, namun tubuhnya tetap menolak," jawab dokter Liam.

Mereka menutup mulutnya tak percaya apa yang dikatakan oleh dokter itu. Winda menangis di pelukan Pasha. Sedetik kemudian ia jatuh pingsan. Wanda, Laka, Angkasa dan Zidan terkulai lemas di lantai.

Mengapa malang sekali nasib gadis ini?Apakah selama ini kurang penderitaan gadis ini? Apakah gadis ini tak boleh merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya?

"Apakah gadis itu sudah bisa di jenguk?" tanya Pasha pada dokter Liam.

"Tentu saja. Teruslah ajak gadis  berbicara agar cepat sadar. Kalau begitu saya permisi," pamit dokter Liam melenggang pergi.

Mereka langsung masuk menemui gadis itu.  Sesampainya didalam ruangan gadis itu. Mereka melihat berbagai macam alat medis yang melekat di tubuh gadis itu.

Winda yang sudah sadar beberapa menit yang lalu kembali pingsan. Pasha memanggil dokter dan membawa tubuh Winda ke ruang rawat yang tak jauh dari ruangan Bella.

"Lebih baik kalian pulang, biar aku yang menjaganya," suruh Wanda tanpa mengalihkan pandangannya ke lawan bicaranya.

"Mencari kesempatan dalam kesempitan?" tanya Laka menyindir.

"Mungkin dia mau pendekatan," sahut Angkasa.

"Pendekatan itu perlu, tapi harus sadar diri juga," timpal Zidan.

"Kan gak mungkin adik sendiri di embat," sahut Xavier.

Wanda menatap tajam keempat orang itu. Sedangkan mereka cengengesan tak jelas.

Sedetik kemudian, mereka berempat pergi meninggalkan ruangan Bella.

Dari pada mereka kena amuk oleh Wanda, lebih baik mereka mencari aman. Teman teman Wanda menggeleng geli melihat ekspresi keempat orang itu. Wanda menatap teman temannya tajam. Teman temannya itu yang sudah mengetahui akan tatapan itu segera meninggalkan Wanda diruangan Bella berdua saja.

Wanda mendekati tempat tidur Bella. Ia duduk di kursi yang berada tak jauh dari tempat tidur itu. Ia memegang tangan dingin Bella yang tidak di infus. Mengelus nya dengan lembut agar tangan itu menghangat.

ETERNALLY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang