Bab 29

114 14 5
                                    

"Sudah berapa kali saya bilang, jangan pernah tunjukkan wajah kamu di depan saya. Kamu sudah menghancurkan keluarga saya, apa itu kurang buat kamu?" bentak wanita setengah baya.

Sedangkan yang di bentak menundukkan kepalanya. Lagi dan lagi hatinya hancur karena bentakan.

"Lebih baik sekarang kamu pergi dari rumah saya, saya telah menyesal mengasuh kamu sejak kecil. Saya kira dengan saya mengasuh kamu, saya akan mendapatkan apa yang saya mau, ternyata tidak sama sekali. Kamu itu pembawa sial! Lebih baik kamu mati saja. Saya sudah muak dengan ini semua," ujar suami wanita itu meninggikan suaranya. Secara tidak langsung, pria itu telah membentak gadis itu.

Hancur sudah pertahanan gadis itu. Tadi niatnya datang kerumah yang sudah lama ia tinggalkan hanya untuk merayakan ulang tahun pernikahan mereka, namun apa jadinya? Mengapa semuanya jadi begini?

Ia menatap kedua pasangan itu dengan tatapan kecewa. Ia menghapus secara kasar air matanya. "Aku tahu kalian benci kan sama aku? Aku tahu sekali. Bahkan aku sadar diri kalau selama ini kasih dan sayang kalian yang kalian beri kepadaku, itu semua palsu. Tapi, apa kalian harus meninggikan suara kalian didepan seorang anak? Apa kalian tidak berfikir bagaimana hancurnya perasaan anak itu?" Bella menatap kedua orang itu.

"Apa kalian mau seorang anak menjadi stress bahkan depresi karena sering di bentak? Mental setiap anak itu berbeda, tidak semua sama. Ada yang sudah kebal karena sudah terbiasa di bentak. Ada yang langsung down karena pertama kali di bentak. Tak seharusnya kalian membentak seorang anak, jika kalian merasa benci terhadap anak itu, apakah orang seperti itu pantas disebut orang tua?" Air mata Bella meluncur dengan sendirinya. Entah apa yang membuatnya berbicara seperti itu.

"Kalian bilang jika kalian menyesal sudah di asuh dengan kalian? Sama! Begitu juga aku. Aku juga menyesal telah di asuh kepada kalian. Bahkan aku juga menyesal sudah dilahirkan seperti ini. Sejak kecil, aku sudah bersahabat baik dengan kebohongan, hingga sampai aku besar, akupun jadi sering berbohong karena sedari kecil aku sudah diajarkan dengan kebohongan," ujar Bella. Kini Icha dan Naufal bungkam akan ucapan Bella.

"Walau aku tahu kalau kalian bukan orang tua kandung ku. Kalian hanya pembohong besar yang menyamar sebagai malaikat baik. Jika aku bisa memutarkan waktu, aku ingin jika aku dibunuh oleh kalian. Karena percuma juga aku hidup, cuma jadi beban aja," kata Bella dengan nada putus asa.

"Bunda tau rasanya hidup dengan kebohongan? Bunda tau rasanya waktu Bella liat Bunda sama Papa pergi ke pantai sama Katya? Jujur Bella iri sama Katya, Bella iri karena Bunda gak pernah ngajak Bella ke pantai." Lagi dan lagi ucapan Bella membuat Icha menangis dalam diam.

"Oh iya, Bella mau tanya sama Bunda. Kalau misalnya Bella donor kan organ penting Bella buat seseorang yang mungkin pernah membuat Bella kecewa. Apa Bunda akan nangis karena Bella pergi? Apa Bunda akan menyalahkan diri Bunda?"

"Buat apa saya tangisi kamu? Toh kamu bukan siapa siapa saya," jawab Icha.

Bella tertawa pelan. "Aku harap Bunda akan menepati janji Bunda buat gak nangis karena suatu hari nanti aku bakal pergi." Bella mati matian untuk menahan tangisnya. Sakit dibagian kepalanya semakin menjadi-jadi. Ditambah lagi dadanya yang mulai sesak.

"Mau apa lagi kamu disini? Kan tadi sudah saya bilang kalau kamu pergi dari rumah saya. Tapi kenapa kamu malah membuat drama?" tanya Naufal. Matanya menatap Bella tajam.

"Iya sih tadi niatnya aku mau pergi, cuma karena aku masih kangen sama kalian berdua, jadi aku masih mau disini lagi." Bella terkekeh kecil melihat ekspresi Naufal yang terang terangan mengusir dirinya.

"Oh iya, aku mau kasih kalian kado. Aku tahu kalau kalian hari ini ulang tahun. Jadi anggap aja ini kado terakhir dari aku." Bella menyerahkan sebuah kado yang sudah ia persiapkan jauh jauh hari.

ETERNALLY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang