^Rencana yang Gagal^
Setelah sedikit bercakap-cakap tentang kondisiku pada ibu, dokter itu menyuntikkan sesuatu pada tangaku yang diinfus.
Setelah selesai menyuntikkan obatnya, dokter dan para suster itu keluar dari ruangan tempat aku dirawat.
Rasa sakit di perutku berangsur-angsur membaik.
"Ayah di mana?" tanyaku dengan suara pelan.
Ibu membenarkan surai hitamku dengan mata basahnya. "Ayah sedang mencari pelaku yang membuatmu seperti ini."
"Apa pelakunya orang yang sama dengan orang yang menerorku selama ini?"
Ibuku menggelengkan kepalanya. "Entahlah, Ra. Ibu belum mendapatkan kabar apapun dari ayahmu," gumam ibuku.
Aku menghela nafas gusar. Ujian apa sebenernya yang sedang menimpaku ini? Kenapa setelah aku merasa nyaman dan merasa aman, justru teror berkepanjangan datang ke dalam hidupku.
"Apa racunnya berada dalam kopi yang aku minum?" tanyaku pada ibu, dan beliau mengangguk.
"Siapa yang menyeduhkan kopi itu untukmu?" tanya ibuku dengan raut serius.
"Aku," jawabku jujur. Ya, karena memang aku yang menyeduh kopi pahit itu.
Lalu kapan orang itu menaruh racun di kopiku?
"Kopi yang kau seduh sudah dicek di laboratorium, dan hasilnya memang mengandung racun. Tapi, ketika Reza mengunjungi pabrik kopi dengan merek yang sama dengan yang kamu minun, semua kopi di sana bebas racun. Bahkan, kopi merek itu adalah kopi terbaik yang tidak terlalu berbahaya untuk lambung," ujar ibuku.
Memang benar, aku tidak pernah meminum kopi dengan merek sembarangan.
"Apa ayah sudah mengecek cctv di apartment-ku?"
Ibu mengendikkan bahunya. "Mungkin sekarang ayahmu sedang mengeceknya, semoga orang yang berniat mencelakaimu akan segera tertangkap dan menyadari kesalahannya."
Aku mengaminkan kata-kata ibu dalam hati.
"Password pintu apartment kamu apa?" tanya ibuku tiba-tiba.
"Sama dengan password di pintu apartment-ku dulu," jawabku.
"Siapa saja yang tau password itu?" tanya ibuku lagi.
Password pintu apartment adalah hal private yang tidak mungkin aku beri tahu pada siapapun, bahkan Reza sekali pun. Hanya ibu dan ayahku lah yang mengetahuinya.
Lalu siapa yang bisa memasukan racun pada kopiku tanpa memasuki apartment-ku?
Ah, ini hanya membuat aku semakin pusing saja.
***
"Aku, 'gak mau pisah lagi sama kamu, jadi 'gak usah lanjutin penyamaran kamu. Cukup satu kali aku jauh darimu, dan berakibat seperti ini."
Reza terus saja membujukku untuk menghentikan penyamaranku yang baru berjalan satu hari.
"Tapi gimana kalau ada teroran seperti itu lagi? Gimana kalo orang itu lebih gencar menerorku dan malah membuat kamu ikutan celaka?" tanyaku pada Reza.
Reza yang sedari tadi terus berjalan bolak balik sambil terus berbicara akhirnya dia dengan pertanyaanku barusan.
"Tidak akan ada lagi yang bisa menerormu, aku akan ada di sisimu full dua puluh empat jam. Aku akan mengorbankan diriku sendiri demi melindungimu," tegas Reza, lalu dia melangkah ke dekat ranjangku dan duduk di kursi samping ranjangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syafara >Completed<
Teen FictionCover by : Syafara NQ Takdir Tuhan adalah yang terbaik, meskipun terkadang takdir itu membuat kita sakit. Bukan hidup namanya jika tidak penuh dengan ujian, bukan hidup juga namanya jika tidak merasakan kebahagiaan. 2020-2021 <3