^Senja yang Berbeda^
Rasa penat setelah beraktifitas seharian ini seolah terbayar oleh pemandangan yang ada di depan mataku. Ya, lagi-lagi aku berdiri di rooftop apartment untuk melihat indahnya matahari tenggelam.
"Sorry, don't throw rubbish anywhere."
Seorang petugas kebersihan berkata demikian dari arah belakangku. Aku menatapnya dengan tatapan heran, kapan aku membuang sampah sembarangan?
"Your cup of coffee and cup of tea," ucap petugas itu sambil menunjukan cangkir kopi dan cangkir teh yang pernah aku simpan di pembatas rooftop.
"Oh, I'm so sorry." Aku mengambil dua cangkir itu dari tangan petugas kebersihan, lalu mebuangnya ketempat sampah yang berada di sudut kiri rooftop.
Petugas itu tersenyum lalu berjalan menuju pintu darurat, dan di depan pintu tersebut, Akbar sudah berdiri dengan tangan menyilang di depan dadanya.
"Ternyata, Jakarta banjir disebabkan oleh Kak Fara yang suka membuang cangkir plastik sembarangan, ckckck." Akbar berdecak sambil berjalan ke arahku.
"Sembarangan kalo ngomong," desisku sambil menjitak kepala Akbar.
"Sendirian aja, Ka. Pacarnya ke mana?" tanya Akbar, matanya menatap matahari yang hampir tenggelam sepenuhnya.
"Dia lagi lembur, lagi nyari uang buat modal nikah," ucapku asal.
Tapi tiba-tiba tangan besar milik Reza memeluk leherku dari belakang, aku panik dan ingin meralat ucapanku barusan. Entahlah, aku merasa malu mengatakan kalimat seperti itu.
"Cie, ngode minta dinikahin," goda Akbar sambil menatap aku dan Reza bergantian.
Reza mengelus puncak kepalaku dengan tangan kirinya. "Yang pacar Kakak omongin bener, ko. Kakak cari uang buat modal nikah," balas Reza enteng.
Akbar menutup mata dengan kedua telapak tangannya. "Aku phobia liat orang nebar kemesrasaan sembarangan!" teriaknya pura-pura panik.
"Sayang, kenapa aku punya sepupu gila kayak dia, ya?" tanya Reza dengan nada bercanda.
Reza berpindah ke samping kiriku, tangannya beralih memeluk pingganku.
"Kak Reza juga gila," balas Akbar.
Reza mengerutkan keningnya tak mengerti, sepertinya dia merasa selalu menjadi orang kalem dan tidak pernah berbuat hal konyol, atau hal gila.
"Gila dalam mencintai Kak Fara," lanjut Akbar.
Reza terkekeh, lalu berkata, "Mana ada, sih orang yang tahan dengan pesona seorang Fara."
Aku terdiam mendengar perkataan Reza barusan. Apa Reza lupa pada seorang Revan yang menolak cintaku, bahkan Revan menamparku ketika aku menyatakan cinta padanya.
"Hanya orang dungu yang berani menolak pesona pacarku ini," lanjut Reza, sepertinya dia melihat perubahan pada raut wajahku.
Akbar hanya menganggukkan kepalanya, dia sepertinya setuju dengan apa yang Reza ucapkan.
"Aku takut, Ka," gumam Akbar, kepalanya menengadah, matanya menatap langit gelap yang masih terdapat semburat jingga.
Aku dan Reza menatap wajahnya yang begitu sayu, seakan kami berdua merasakan semua penderitaan yang Akbar alami.
"Aku takut, ini adalah senja terkahir yang bisa aku lihat, aku takut kalau tidak ada esok pagi dalam hidupku, aku takut malam ini jantungku berhenti berdetak." Akbar menarik nafasnya dalam-dalam, menjeda kalimat selanjutnya yang akan ia katakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syafara >Completed<
Teen FictionCover by : Syafara NQ Takdir Tuhan adalah yang terbaik, meskipun terkadang takdir itu membuat kita sakit. Bukan hidup namanya jika tidak penuh dengan ujian, bukan hidup juga namanya jika tidak merasakan kebahagiaan. 2020-2021 <3