^Terpecahkan?^
Hidup berjalan sesuai dengan scenario yang dirangkai Tuhan. Bahkan semua rencana yang telah aku rangkai, luluh lantah diterpa kenyataan yang Tuhan berikan. Memang benar, manusia hanya bisa berencana, dan Tuhanlah yang berhak menentukan kelanjutannya.
Di pagi hari yang cerah ini, aku duduk di balkon apartment, mengingat semua kejadian yang telah aku alami selama ini. Aku tersenyum kala mengingat begitu indahnya perhatian Reza, hanya dia yang mampu membuat aku merasa spesial. Kehadirannya yang tidak pernah aku duga, kini menjadi orang yang paling berharga dalam hidupku. Lagi-lagi, scenario Tuhan berjalan tidak sesuai harapan, tapi indah dan begitu mengagumkan.
"Selanjutnya apa lagi yang Kau rencanakan?" Aku bertanya seraya mendongak, melihat langit biru yang begitu cerah tanpa awan. Semoga saja, hariku bisa secerah pagi ini.
Aku tidak boleh bermalas-malasan di balkon terlalu lama, aku masih punya jadwal kuliah pagi, dan aku masih punya rangkaian rencana yang harus aku jalani, ya ... meskipun akhirnya takdir Tuhan menentukan. Tapi, setidaknya aku punya tujuan untuk hidup hari ini.
***
"Fara!" panggil seseorang dari belakang.
Aku memutar badanku dan mencari pemilik suara yang memanggilku tadi.
Di depan lift, Reza melambai-lambaikan tangannya. Aku langsung berlari kecil untuk menghampirinya.
Pagi ini, lobby apartment tidak terlalu ramai seperti biasanya, itu memudahkan aku untuk berlari menghampiri Reza. Pria tampan itu tidak beranjak dari tempatnya, tangannya masih sibuk membenarkan dari yang melingkar di kerah bajunya, tapi matanya tidak berhenti menatapku yang berlari kecil ke arahnya.
"Berangkat bareng aku."
Setelah selesai membenarkan dasinya, dia langsung menggandeng tangaku menuju parkiran.
"Hei, aku belum mengiyakan tawarannya, kenapa langsung maen gandeng?" protersku.
Reza menatap mataku lekat. "Aku, 'gak nawarin kamu. Aku cuma ngasih tau kamu kalo kita berangkat bareng," tuturnya dengan santai.
Aku mengernyitkan dahiku, baru kali ini juga aku menemukan laki-laki se-aneh Reza. Selain kelakuan absurd dan sikap romantisnya, Reza juga kadang bersikap aneh seperti ini. Selama aku tinggal di Singapura, baru kali ini aku berangkat ke kampus bareng Reza. Kampusku memang benar-benar dekat dari apartment ini, jadi aku lebih memilih jalan kaki daripada bareng Reza.
"Za, biasanya juga aku jalan kaki, 'kan kampusnya deket. Kamu berangkat ke kantor aja," ucapku seraya melepaskan gandengan Reza.
"Udah, ayok masuk," titah Reza setelah pintu mobilnya terbuka.
Aku mengambil nafas panjang sambil duduk di jok mobil. Oke, lagi pula ini tidak merugikan untukku.
Setelah mobilnya keluar dari area parkir, tangan kiri Reza meraih tangan kananku.
"Kamu kenapa?" tanyaku heran.
Reza hanya berdeham menanggapi pertanyaanku.
Mobil Reza berhenti tepat di depan gerbang kampus. Dia menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan, apalagi yang terjadi pada Reza?
"Semangat kuliahnya, aku ke kantor dulu. Jaga diri kamu baik-baik, aku sayang kamu," ucap Reza sambil mengelus puncak kepalaku.
Aku semakin menatap Reza heran. "Kamu kenapa, sih, Za?" tanyaku diiringi sedikit kekehan. Tidak biasanya Reza bersikap aneh seperti ini di pagi hari. Biasanya, Reza akan berkata 'aku sayang kamu' ketika kita berdua turun dari rooftop di malam hari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syafara >Completed<
Teen FictionCover by : Syafara NQ Takdir Tuhan adalah yang terbaik, meskipun terkadang takdir itu membuat kita sakit. Bukan hidup namanya jika tidak penuh dengan ujian, bukan hidup juga namanya jika tidak merasakan kebahagiaan. 2020-2021 <3