#21

70 8 2
                                    

^Rumah Reza^

Hari baru dengan suasana baru. Ini akan menjadi hari yang sangat berkesan bagiku, karena di hari ini aku akan menemui keluarga Reza yang berada di kampung dulu.

Aku membereskan rambutku di depan cermin, menambah sedikit lip blame pada bibirku, lalu tersenyum. Aku melirik kasurku yang sudah rapih dari cermin, lalu menatap dinding yang sudah bersih dari lukisan aneh dan sangat tidak penting.

"Ara!" Suara teriakan ibuku begitu menggema hingga masuk ke dalam kamar, ibuku memang senang sekali berteriak, kenapa ibu tidak menyuruh pelayan untuk memanggilku? Karena ibuku memang lebih senang mengeluarkan suaranya yang bisa membuat telinga orang menjadi bermasalah.

Aku turun dengan slime bag putih yang tersampir di bahuku.

"Baru saja Ibu akan naik untuk memanggilmu, Nak," ujar ibuku yang sudah berdiri di anak tangga paling bawah. "Reza sudah menunggumu di depan," lanjutnya sambil menunjuk pada ruang tamu.

"Iya, Bu. Doain aku, ya, semoga aku lolos seleksi jadi calon istri Reza." Aku memeluk ibuku sambil terkekeh.

"Reza! Bilangin sama mamah kamu, Fara udah siap diseleksi jadi calon menantunya!" teriak ibu yang membuatku refleks mengarahkan kedua tangan untuk menutup telingaku.

Tawa Reza menggema di rumah ini, lalu dia balik berteriak, "Siap, Tan!"

Aku memanyunkan bibirku, merajuk pada ibuku yang selalu saja membuatku malu. Jika di depan kerabat, mungkin aku masih bisa santai. Tapi, ini di hadapan pacarku. Aku merasa sangat malu.

"Ibu, ihh," kesalku.

Ibuku malah tertawa ngakak sambil memegangi perutnya.

"Ibu bercanda, Za. Jangan sampein kata-kata ibu tadi ke mamah kamu, nanti Ara ngambek sama Ibu!" teriak ibuku setelah berhenti tertawa.

Aku mencubit perut ibuku, membuatnya sedikit meringis.

"Ibu jangan teriak-teriak di dekat calon suamiku," tuturku membuat ibu mejawel hidungku.

"Anak Ibu udah gede, udah punya calon suami." Ibu menggandeng tanganku ke ruang tamu, di mana Reza sudah duduk manis di kursi single.

"Udah siap?" tanya Reza yang menatapku.

Aku mendengar ibu menarik nafasnya. "Masa kamu gak liat, ini anak Tante udah cantik gini, lho," sinis ibuku membuat Reza terkekeh.

"Cuma mastiin, Tan," balas Reza sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membetuk huruf V.

"Ya udah, pulangnya gak usah malem-malem, kamu juga hati-hati bawa mobilnya," nasehat ibu sebelum aku dan Reza berpamitan.

"Siap komandan," ucap Reza sambil memberi hormat pada ibuku.

Aku menyalami tangan ibuku di susul dengan Reza yang melakukan hal sama pada ibuku.

"Pamit dulu, Bu." Aku melambaikan tanganku sambil berjalan beriringan dengan Reza.

Reza membuka pintu mobilnya yang sudah terparkir di halaman rumahku, aku ikut membuka pintu mobil Reza dan duduk di samping Reza yang sudah siap mengemudi.

"Jangan lupa seat belt." Reza mengingatkanku.

Aku mengangguk lalu memasangnya dengan benar.

Perjalanan dari rumahku menuju rumah Reza cukup jauh, butuh sekitar dua jam untuk sampai di sana, di kampung kecil berisi kenangan menyakitkan bagiku. Tapi aku kembali ke kampung itu bukan untuk mengingat kenangan itu, aku akan memulai hal baru berasama Reza di kampung itu. Menurut informasi dari ibuku, rumah yang aku tempati dulu masih dirawat dengan baik oleh pak Deni.

Syafara >Completed<Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang