^Membosankan^
Setelah penjelasan Reza beberapa hari yang lalu, pagi ini aku kembali mendapat keanehan. Ada yang mengirimku bucket bunga mawar putih, dan lagi-lagi aku menemukan tulisan 'maaf' di kartu ni ucapan pada bucket bunga itu.
Apa aku harus meminta bantuan ayah untuk menyelidiki orang yang selalu mengirimku surat aneh? Aku benar-benar merasa di teror jika terus seperti ini, aku takut jika ada yang melukaiku sewaktu-waktu.
Aku mengambil ponselku di atas nakas, lalu mencari kontak ayah dan menelponnya.
"Pagi, Yah," sapaku ketika sambungan telponnya terhubung.
Di sebrang sana, ayah berdeham. "Pagi juga, kamu udah mendingan?"
"Mendingan, Yah. Tapi aku belum diizinin pulang dari rumah sakit," jelasku dengan nada lesu.
Kekehan ayah di sebrang sana membuatku memajukan bibirku. Aku sudah bosan berbaring di ranjang rumah sakit ini, tapi ayahku dengan santainya malah terkekeh seperti itu.
"Ayah menyuruh dokter Deni untuk mengizinkan kamu pulang setelah kamu benar-benar sembuh." Ucapan ayah membuatku memanyunkan bibirku, itu memang keputusan yang baik sekaligus membuatku kesal, aku bosan jika terus berada di rumah sakit. "Maaf, Ayah sama ibu, 'gak bisa ke Singapura untuk menjengukmu, pekerjaan Ayah sangat banyak," lanjut ayah yang membuatku sadar, ayah dan ibu menyayangiku, tapi mereka tidak bisa berada di sampingku, jadi mereka melakukan semua itu karena mereka benar-benar menyayangiku.
"'Gak papa, Yah, aku memakluminya, ko," ujarku, "tapi aku mau minta bantuan Ayah, boleh?"
"Yes, of course. Bantuan apa, Sayang?" Ayah menjawab dengan cepat.
"Aku ingin Ayah menyelidiki orang yang selalu mengirimkanku surat akhir-akhir ini. Ah, apa Ayah tau siapa yang mengirimkan lukisan untukku ke rumah?"
Ayah terdiam cukup lama, tidak langsung menyauti ucapanku barusan. Apa dia keberatan untuk menyetujui permintaanku?
"Sebenarnya Ayah sudah menyelidiki semuanya sejak kamu menemukan kotak merah di depan pintu apartment kamu, tapi ayah belum menemukan titik terang sampai saat ini."
Perkataan ayah membuat mataku membola, berarti yang orang yang selalu mengirimkanku surat akhir-akhir ini bukanlah orang sembarangan. Orang itu pasti punya rencana yang apik, dan dia pasti punya jaringan yang luas hingga ke Singapura tempat aku tinggal.
"Apa Ayah tidak mencoba menyelidiki toko coklat di dekat rumah kita?" tanyaku.
Ayah berdeham selebelum menjawab pertanyaanku. "Apa Reza tidak memberi tahumu? Yang menyelidiki toko coklat itu Reza, tapi sepertinya dia juga belum mendapat titik terang."
Aku kira ayahku juga membantu Reza untuk menyelidiki toko itu, dan yang ayahku katakan memang benar, Reza juga belum menemukan titik terangnya.
"Dia udah ngasih tau aku, kok, Yah. Apa aku pulang aja terus ngelanjutin kuliah aku di Indo? Aku takut, yah kalo diteror terus kayak gini," rengekku pada ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Syafara >Completed<
Teen FictionCover by : Syafara NQ Takdir Tuhan adalah yang terbaik, meskipun terkadang takdir itu membuat kita sakit. Bukan hidup namanya jika tidak penuh dengan ujian, bukan hidup juga namanya jika tidak merasakan kebahagiaan. 2020-2021 <3