Happy reading✨
"Assalamu'alaikum," ucapku ketika memasuki ruang kelas.
Ramai, suasana kelasku sudah sangat ramai. Ini benar-benar pertama kalinya aku datang terlambat.
Ingin menyalahkan Kak Hans, tapi ya sudahlah, nanti aku akan menanyakan alasan mengapa tak menjemputku.
"Wa'alaikumussalam," jawab kawan-kawan semua serentak.
Aku hanya membalas dengan senyuman dan langsung menuju tempat dudukku di samping Mita berada.
"Astagfirullah, Ra. Kesambet apa kamu hari ini? Kok tumben telat?" tanyanya heboh, saat aku baru saja mendudukkan bokongku di bangku milikku.
Oh Mita, tak bisakah dirimu membuatku istirahat sebentar saja? Aku bahkan sedang mengatur napasku yang masih tersengal-sengal.
"Anu, tadi ...."
"Anu apaan?"
"Hehehe, enggak apa-apa," kataku berusaha untuk tidak menjelaskan semuanya.
"Ya ampun, Ra ... kalau ngomong itu yang jelas, dong!" Mita menasehati. Kulihat ia terlihat sedikit kesal dengan tingkahku yang tidak berterus terang.
"Iya-iya maaf. Tapi beneran, kok, aku enggak apa-apa," tuturku menjelaskan dan akhirnya Mita pun mengangguk meng'iya'kan.
"Oke, deh."
"Kamu udah belajar?" tanyanya yang tak lagi menanyakan alasanku terlambat. Kini beralih mempertanyakan diriku sudah belajar atau belum.
"Sudah," jawabku sambil mengeluarkan buku dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.
"Hiks, aku belum Ra ...," ucapnya dengan nada yang terdengar sedih.
"Lah, kok bisa?"
"Iya. Biasalah, ada banyak godaan yang membuat aku mager, hehehe, " jawabnya sambil menyengir, merasa tidak berdosa.
Hadeh, aku tepuk jidat dengarnya
"Kebiasaan, deh! Eh tapi kan kamu itu pintar? Enggak belajar pun nilai tetap bagus," jelasku padanya.
Ya, Mita sahabatku itu memang sangat pintar. Ranking yang ia peroleh saja tak pernah keluar dari 5 besar. Jadi jangan pernah takut meskipun ia tidak belajar, tapi nilainya masyaa Allah luar biasa.
"Yee ... masih pintaran kamu, Ra," pungkasnya yang malah balik mengatakan bahwa aku yang lebih pandai daripada dirinya. Sudahlah, kalau seperti ini lebih baik iyakan saja.
"Ya elah. Iya, deh. Dahlah, baca dulu bukunya, nanti keburu Bu Des masuk kelas," jawabku menjelaskan dan Mita pun akhirnya menuruti ucapanku.
Sekitar 5 menit dapat membaca buku, tiba-tiba saja kawanku berlarian dari arah luar.
Namanya Iyan. Dia merupakan tukang mata-mata kelas saat guru hendak masuk. Sudah menjadi hal biasa baginya untuk sekadar lari-larian seperti dikejar setan. Toh kerjanya di luar kelas adalah nongkrong dengan teman-temannya yang lain. Jadi jangan heran kalau dirinya ahli dalam hal memata-matai semua guru yang hendak masuk ke dalam ruang kelas.
"Weee ... Bu Des perjalanan menuju kelas," ujarnya heboh dan kami semua sibuk memperbaiki posisi duduk kami.
"Assalamu'alaikum, semuanya," ujar Bu Des memberikan salam saat sudah memasuki ruang kelas kami.
"Wa'alaikumussalam, Bu ...," jawab kami semua serentak.
"Ketua kelas, silakan menyiapkan kelasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Teen Fiction🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...