"Melihatmu bahagia karena orang lain adalah hal yang paling kubenci."
-Noval
Happy reading✨
Noval POV
Pagi ini gue ada kabar bahagia. Nenek dan Kakek gue setuju Aca tinggal bersama kami. Meskipun gue tau kalau sebenarnya mereka keberatan. Ya tapi mau gimana lagi? Di sana gak ada yang bisa ngelindungi Aca. Mungkin kalau Aca tinggal di sini, gue akan melindungi dia.
Kemarin Mama juga sudah mengurus surat pindah Aca, mendaftarkan Aca ke salah satu sekolah yang ada di Jakarta ini.
"Dek, udah siap, belum? Ayo berangkat sama Abang," ucap gue sambil mengikat tali sepatu.
Hari ini adalah hari pertama Aca masuk sekolah, di sekolah barunya. Gue yang akan mengantarkan dia ke sekolah.
"Iya, Bang. Bentar lagi Aca turun," balasnya sedikit berteriak dari atas.
Tak lama kemudian, Aca turun dengan penampilan yang sangat rapi seperti anak sekolah.
"Aca dah selesai, Bang," ujarnya memberitahu.
"Ayo sarapan dulu," panggil Mama yang tiba-tiba datang dari arah dapur.
"Yuk, Dek!" ajak gue, dan kami pun menghampiri meja makan.
"Ayo sarapan, nanti telat, loh." Lagi-lagi Mama memperingati.
Tak lama kemudian, Mama menuangkan nasi goreng spesial ke piring gue, dan roti dengan selai kacang untuk Aca. Karena Aca lebih menyukai sarapan roti, dibandingkan nasi.
Setelah itu kami pun sarapan bersama-sama.
"Val, nanti kamu jemput Adikmu pulang sekolah, bisa 'kan, Nak?" tanya Mama pada gue di sela-sela suapannya.
Tanpa pikir panjang, gue langsung membalas, "Bisa, Ma. Pokonya Mama tenang aja, setiap hari kalau Noval gak ada halangan, Noval bakalan antar-jemput Aca" jawab gue mantap. Gue gak mau ada orang yang macam-macam sama Aca, gue harus bisa jagain dia semampu gue, titik!
"Kamu memang seorang Kakak yang bertanggung jawab," ujar Mama memuji gue. Ah, Mama bisa saja, kan gue jadi gimana-gimana gitu.
"Iya dong, Ma. Kan Noval anak kesayangan Mama." Gue membangga-banggakan diri. Sengaja gue mengencangkan volume suara, agar Aca cemburu.
"Mama punya Aca, bukan punya Abang!" teriaknya tidak terima dengan ucapan gue. Terlihat dengan jelas bahwa gadis kecil ini cemburu.
"Sudah-sudah. Mama punya kalian berdua. Ayo, dong. Buruan dihabiskan sarapannya. Ini sudah mau jam 7, loh!" peringat Mama yang terlihat panik saat melihat ke arah jam.
"Iya, Ma," balas gue dan Aca berbarengan.
***
Di sinilah kami berada. Di depan bangunan sekolah yang bertingkat. Melihat banyak anak-anak lain yang diantarkan oleh orang tuanya.
"Ca, kamu mau Abang antar sampai ke dalam?" ujar gue menawarkan
"Emang Abang gak telat ke kantor?" tanyanya, nada bicaranya sangat polos sekali.
Gue usap kepalanya dengan lembut, "Enggak, dong, Ca. Lagian, ini adalah hari pertama kamu sekolah di sini, jadi Abang bakalan anterin kamu sampai kamu benar-benar masuk ke dalam kelas," jelas gue dengan senyum tulus dan penuh kasih sayang.
Adik gue tersenyum menanggapi. "Oke. Ayo, Bang," balasnya.
Gue menggenggam tangan Aca. Tiba-tiba saja netra gue menangkap sosok wanita mungil dengan seorang pria.
Wanita itu sangat gue kenal. Ya, itu adalah Rara dan pria itu adalah orang yang sama seperti yang gue lihat di lampu merah beberapa hari yang lalu.
Lagi-lagi mereka tampak akrab, terlihat seperti sudah saling mengenal satu sama lain.
"Jadi mereka selalu berangkat sekolah bareng?" ujar gue bertanya-tanya di dalam hati.
"Bang, ayo," panggil Aca dan membuyarkan lamunan gue tentang si Bocil dan pria itu.
"Bentar, Dek. Kita ke situ dulu, ya," ucap gue dan mengajak Aca menghampiri mereka berdua.
"Ekhem." Gue berdeham, dan menghentikan tawa mereka berdua.
"Om Novel?" sapanya penuh dengan ekspresi yang menggambarkan keterkejutan.
"Ya elah. Di depan Adek gue masa manggilnya Oom, sih?" pungkas gue tidak terima.
Lihatlah, gue tau Aca menahan tawa.
"Siapa, Ra?" tanya pria itu. Buset, kayak gak ada sopan-sopannya dia cara dia menatap gue.
"Dia一"
"Omnya Rara." Gue memotong ucapan si Bocil, tak lupa dengan senyuman miring yang gue tampilkan.
Kalau dilihat-lihat, masih cakepan gue elah. Kenapa coba si Rara bisa deket sama cowok kayak dia? Herman! Eh, heran!
"Oh, salam kenal, Om," balasnya santai.
Buset, disangka gue Om-Om apa? Kan yang manggil gue Om tuh cuma si Bocil. Lah ini kenapa dia malah ikutan juga? Ini gak boleh dibiarkan!
"Panggil aja Noval, jangan om! Umur gue baru 22 tahun. Maklumlah, masih muda, nih!" Gue menyombongkan diri gue.
"Apa? Tompel?" balasnya dengan nada meledek. Pasti dia sengaja pura-pura tidak dengar, dan memelesetkan nama gue jadi 'Tompel'
"Lu ngajak berantam?" tantang gue. Enak aja dia ngejek nama gue. Dasar bocah songong!
"Eh, maaf, Bang. Nama saya Hans, panggilannya Handsome." Pria songong ini menjulurkan tangannya ke gue.
"Hans? Hansyim?" Kali ini gue membalas ucapan dia. Rasakan!
Gue lihat mukanya kesal. Dasar baperan!
Emang enak, tangannya ngambang gitu tanpa gue balas?
"Eh, Om. Rara sama Kak Hans mau masuk ke kelas dulu, ya." Rara berpamitan ke gue, namun gue bersikap acuh tak acuh dan memilih pergi meninggalkan mereka duluan, dengan menarik tangan Aca pelan.
Kalau Rara dan Aca berada di sekolah yang sama, meski pun gedung SMP dan SMA dipisah, berarti gue bakalan ketemu sama si Bocil setiap hari, dong?
***
Jangan lupa tinggalkan jejak
VOTE and COMMENT
*
*
*Lopyu
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Fiksi Remaja🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...