Happy reading✨
Rara POV
Sudah seminggu lebih, aku selalu diantar dan dijemput pulang oleh Om Novel. Selama itu pula, ia selalu membuatku kesal. Tak pernah ada kata lelah baginya untuk membangkitkan emosi dalam diriku. Kalau seperti ini terus, aku bisa cepet tua!
Seperti tadi pagi, saat Om Novel mengantarkanku ke sekolah, ia memanggilku Bocil dengan suara yang sangat kencang, hingga ada beberapa temanku yang tertawa.
Kenapa coba Bang Angga suruh Om Novel yang antar jemput aku?
"Hei, sendirian aja," ujar seseorang menghentikan lamunanku tentang kekesalan terhadap Om Novel.
"Eh, Kak Hans. Kapan datangnya? Kok aku gak liat?" tanyaku padanya, karena ia tiba-tiba saja muncul di hadapanku.
"Harusnya saya yang nanya sama kamu. Kenapa kamu sendirian? Ini kan sudah jam istirahat. Tumben tidak ke kantin?" tanya balik Kak Hans kepadaku. Aku pun terbungkam.
"Hehe, Rara lagi malas aja ke kantin," jawabku jujur, karena memang moodku sedang tidak baik.
"Kawan kamu mana? Siapa tuh namanya? Mita, ya?"
"Mita lagi ke perpustakaan, Kak. Mau mengembalikan buku paket," kataku menjelaskan, bahwa Mita memang sedang ke perpustakaan untuk mengembalikan buku paket yang ia pinjam semalam.
"Oh, gitu. Hm, ke kantin, yuk!" ajak Kak Hans tiba-tiba dan itu membuatku sedikit terkejut.
"Kakak saja, Rara masih mau di sini."
"Oh ayolah, temani saya, Ra ...." Kak Hans berucap dengan nada memohon.
"Eh tapi一"
"Ra ...."
"Hm. Iya deh, Kak."
Akhirnya aku meng 'iya'kan permintannya. Aku mengikuti langkah Kak Hans dari arah belakang.
Di perjalanan menuju kantin, aku bertemu Mita yang baru saja kembali dari perpustakaan.
"Mau ke mana, Ra?" tanyanya padaku. Arah pandangnya mengamatiku dan juga Kak Hans.
"Mau ke kantin. Ikut, Ta?" tanyaku.
"Eh, enggak deh. Gak mau ganggu kalian berdua. Bye-bye," ujarnya dan melangkah pergi menjauh dari hadapan kami berdua.
"Mita memang tidak bisa diajak kerja sama!" batinku merutuk kesal.
"Ayo, Ra!" ajak Kak Hans, dan kami pun melanjutkan perjalanan kami menuju kantin.
"Kamu mau pesan apa, Ra?" tanya Kak Hans lembut, saat kami sudah sampai di kantin. Tak lupa ia memberikan senyuman terbaiknya.
"Rara mau bakso, sama es teh manis," balasku.
"Oke, saya pesankan dulu," ujarnya, dan aku pun mengangguk meng'iya'kan.
Sambil menunggu Kak Hans memesan makanan, aku mengeluarkan ponselku dari dalam saku, lalu membuka aplikasi instagram untuk melihat-lihat kiriman semata.
"Lagi liat apa?" tanya Kak Hans, yang tiba-tiba saja mengagetkanku lagi. Kebiasaan, dalam sehari ini sudah berapa kali coba?
"Kak, lain kali kalau datang tuh jangan ngagetin, dong," protesku.
"Saya tidak mengagetkanmu. Hanya saja, kamu yang tidak fokus dari tadi," balasnya yang malah mengatakan bahwa sedari tadi, akulah yang tidak fokus.
"Eh, emm ... Kakak sudah pesan?" Aku berusaha untuk mengalihkan pembicaraan, sebab sudah kalah debat.
"Sudah," balasnya singkat dan aku pun hanya mengangguk mengerti.
"Ini pesanannya sudah datang, Neng Rara, Mas Hans." Bude kantin datang membawakan pesanan kami.
"Wah, makasih Bude," jawabku menanggapi.
"Iya sama-sama. Ini sambalnya. ingat, Jangan banyak-banyak, karena tidak baik untuk kesehatan." Bude memperingatiku dengan rasa pedulinya.
"Iya Bude," balasku tersenyum hangat.
"Bude tinggal dulu, ya. Masih banyak pesanan yang harus Bude siapkan." Bude berpamitan padaku dan juga Kak Hans.
"Iya, Bude," jawabku dan Kak Hans berbarengan. Setelah itu beliau mulai melangkah pergi dan kembali menyiapkan pesanan siswa-siswi yang lainnya.
"Kakak pesan bakso juga?" tanyaku yang baru menyadari kalau Kak Hans memesan Bakso sepertiku, hanya saja minumnya es lemon.
"Kenapa? Saya hanya ingin selalu sama dengan dirimu," jawabnya santai, tanpa tahu bahwa aku terkejut, dan tubuhku menegang.
"Eh."
Aku tak tau harus membalas apa, akhirnya aku hanya tersenyum menanggapi.
Kami pun mulai memakan pesanan kami. Di sela-sela makan, kami bercerita tentang kesibukan diri kami masing-masing, selain sekolah.
***
"Ra, kamu pulang sama siapa?" tanya Mita padaku. Saat ini aku sedang membereskan buku pelajaran, dan memasukkannya ke dalam tas. Sementara Guru sudah keluar dari kelas, 10 menit yang lalu.
"Kayaknya sama Om Novel, deh," jawabku.
"Oh sama Om yang lucu itu?" tanya Mita.
What? Lucu kata Mita? Yang ada tangan aku tuh selalu ingin menampolnya dengan indah.
"Plis deh, Ta. Lucu dari mananya coba? Dia itu menyebalkan!" jawabku malas, plus sedikit kesal akibat pertanyaan yang Mita lontarkan itu.
"Dia itu menyenangkan, Ra. Dia suka becanda, dia lucu, juga ngangenin, hihi."
Aih, temenku ini sudah terkena virus sebleng Om Novel!
"Terserah deh, Ta," ujarku yang akhirnya pasrah dengan Mita.
"Bagi nomor WA-nya Om Noval dong, Ra," kata Mita meminta nomor Om Novel.
Oh Tuhan, semoga anak ini tidak akan jatuh hati pada pria itu.
"Iya-iya nanti aku kirim. Sekarang ayo pulang, nanti Aca sama Abangnya kelamaan nunggu," ujarku sambil menarik lengan Mita agar segera keluar dari dalam kelas.
"Kebiasaan narik-narik tangan mulu, ih!" omelnya yang tak lagi kuhiraukan.
***
"Aku duluan, ya. Sudah dijemput, tuh." Mita berpamitan padaku, Om Novel, dan juga Aca.
"Iya, hati-hati, Ta," balasku.
"Hati-hati, cantik," Om Novel menanggapi sembari mengedipkan sebelah matanya pada Mita.
Iwh
"Idih buaya," ucapku dengan nada sinis.
"Iri bilang sahabat!" sahut Om Novel dengan menirukan gaya bicara 'Kekeyi' si penyanyi 'Aku Bukan Boneka'
"Hehe, iya Om," balas Mita sembari tersenyum pada Om Novel.
"Jangan panggil, Om. Panggil Abang saja." Om Novel memperingati Mita.
"Iya, Bang. Aku pamit dulu ya, Assalamu'alaikum, semuanya,"
"Wa'alaikumussalam," jawabku, Aca, dan Om Novel berbarengan.
"Kalian gak mau pulang?" tanya Om Novel saat mobil Mita sudah pergi meninggalkan pekarangan sekolah.
"Yuk, Aca cape banget."
Setelah itu, kami semua masuk ke dalam mobil Om Novel dan segera pulang.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak
VOTE AND COMMENT
*
*
*Lopyuu🍁
-rikaefrl
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Novela Juvenil🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...