Happy reading✨
Noval POV
Sinar mentari pagi menembus dari celah jendela. Membuat pantulan itu terasa menyilaukan mata. Aroma khas alam masih terasa pekat di indra penciuman.
Merasakan semua itu, membuat gue tersadar.
Ternyata sudah pagi
Gue melirik ke samping tempat tidur. Ternyata, Rara sudah bangun lebih awal. Dengan cepat, gue pun turun ke bawah untuk memastikan
Terlihat sosok wanita cantik yang sangat gue dambakan tengah asyik berkutat dengan peralatan dapur.
Berjalan ke sana ke mari untuk sekadar mengambil bumbu dan bahan masakan lainnya yang telah diletakkan di tempat yang semestinya.
Tanpa menunggu waktu lama, gue menghampiri dirinya, dan langsung memeluk perut buncit itu dari arah belakang.
"Mas, Ih. Bikin kaget, tau!" protesnya kala gue menempelkan dagu di pundaknya.
Bermanja-manja dengan istri di pagi hari adalah sesuatu yang sangat gue suka. Seakan sudah menjadi candu di setiap harinya.
"Kan kangen," alibi gue. Padahal, kan, tiap hari bersama-sama. Tadi malam hingga pagi juga tidur di kamar yang sama. Ya kali baru ditinggal masak saja sudah langsung kangen? Seorang pria tampan seperti Noval bebas untuk mengatakan apapun itu.
"Mandi, sana. Udah jam berapa, ini? Kamu gak ke kantor?" tanyanya yang mulai membalikkan badannya menatap ke arah gue. Matanya yang melotot seakan mengancam bahwa dirinya akan mengamuk.
"Ke kantor."
"Terus? Ngapain masih di sini? Mau ganggu aku masak? Mau buat masakannya gosong? Iya?" cerocosnya sembari bertolak pinggang. Gue yang melihat dia seperti itu hanya diam sembari mengangguk-ngangguk tersenyum. Sengaja, agar pagi-pagi buta bisa menyaksikan kekesalannya.
"Ditanyain malah senyum-senyum!" tukasnya tajam. Ternyata, bumil kalau sedang mengamuk mengerikan juga, ya.
"Iya-iya, aku mau mandi. Kamu siapin seragam kantor aku, ya," ucap gue sebelum akhirnya mengecup pipinya singkat. Setelah itu gue pun berlari menaiki tangga dan segera mandi.
***
"Sayang ... Sayang," teriak gue di dalam kamar, sembari memperhatikan penampilan gue di depan cermin.
Meneliti dari atas ke bawah, lalu tersenyum manis. "Noval memang tampan," ujar gue merasa puas, dan memuji diri sendiri.
"Ada apa, sih, Mas?" balas Rara yang datang dengan wajah yang terlihat kesal, karena pagi-pagi seperti ini gue sudah berteriak-teriak tidak jelas.
Dengan semangat, gue menunjuk ke arah kasur. Di sana ada dasi yang masih belum berbentuk.
Sengaja, karena gue ingin yang memakaikannya adalah sang istri tercinta.
"Ya Allah, Mas. Kamu, kan, bisa pakai sendiri. Kamu itu bukan anak kecil lagi, loh," omelnya, sedang gue hanya menampakkan senyum manis.
Rara pun berjalan ke arah kasur, kemudian mengambil dasi itu. Lalu, ia mulai mengalungkannya di leher gue.
"Nak, lihat kelakuan Papa kamu. Sudah tua, tapi masih saja merepotkan," katanya seolah sedang berbicara dengan anak kami yang ada di dalam perutnya. Sontak, gue pun membualatkan mata, kala mendengar ucapannya itu.
Apa? Merepotkan?
"Kamu repot, ya, dimintain tolong sama suami sendiri? Oh, atau jangan-jangan kamu keberatan pasangin dasi suami? Ya udah mulai besok aku minta tolong sama Mei aja. Dia kan sekretaris aku," ujar gue memanas-manasi. Gue tau dia pasti bakalan cemburu. Secara, Rara terlihat kurang suka dengan Mei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Teen Fiction🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...