Happy reading✨
Rara POV
Ujian akhir semester hanya tinggal 2 hari lagi. Oleh karena itu, aku harus semangat belajar, agar bisa mendapatkan nilai yang memuaskan nantinya. Mungkin saja jika nilai ujianku bagus, mama sama papa bisa bangga punya anak sepertiku? Ya ampun, bisa-bisanya aku berkhayal terlalu tinggi. Ya lebih pentingan bisnis karier mereka, lah. Anak itu urusan nomor terakhir, tau!
Oh ya, biasanya jika sudah selesai belajar, aku langsung vidio call dengan Kak Hans. Tapi akhir-akhir ini dia selalu sibuk dan aku harus memakluminya. Toh sekarang dia sudah kelas 12, sebentar lagi akan lulus.
Aku memilih untuk membuka buku matematika, mengeluarkan buku corat-coret untuk berhitung dan mulai bermain-main dengan angka.
Selama 2 setengah jam belajar, tiba-tiba saja perutku merasa lapar. Padahal tadi jam 7 malam sudah makan sebelum belajar.
Huft memang dasar perut karet!
Aku melirik ke arah jam yang menempel di dinding.
Pukul 21.30 WIB
"Jam segini masih ada gak ya yang jualan makanan?" ucapku menerka-nerka dalam hati, sembari menebak apakah masih ada yang berjualan di jam segini.
Tanpa pikir panjang, langsung saja aku bersiap-siap untuk pergi mencari makan di luar. Sebelum pergi, tak lupa aku memakai jaket terlebih dahulu, karena cuaca di luar cukup dingin.
Saat menuruni anak tangga, tiba-tiba saja Bibi memanggilku.
"Non Rara mau ke mana malam-malam seperti ini?" tanya beliau padaku.
"Rara mau ke luar sebentar, Bi. Mau cari makan, hehehe," balasku cengengesan.
"Non Rara lapar? Kan bisa Bibi masakin Non Rara. Kenapa atuh harus ke luar malam-malam begini?" tanyanya. Aku bisa melihat raut wajah khawatir dan juga nada bicara yang terdengar sangat cemas. Entahlah, mamaku sendiri pun tidak pernah secemas itu padaku.
"Gak apa-apa, Bi. Rara cuma pengen ke luar sebentar, kok. Gak jauh juga tempatnya, sekalian menghirup angin malam, Bi," balasku berharap Bibi mengizinkan.
"Non yakin?"
"100% yakin," jawabku mantap.
"Ya udah atuh, Non. Hati-hati, ya. Jangan lama-lama. Gak baik perempuan keluar malam sendirian," ujar beliau menasehati.
Aku hanya bisa tersenyum, begitu beruntungnya aku memiliki Asisten rumah tangga sepertinya.
"Mau Bibi temanin gak, Non?"
"Gak usah Bibiku sayang, Rara bisa sendiri."
"Siip deh, hati-hati Non. Kalau ada apa-apa hubungi Bibi, ya ...."
"Oke, siap 86!" balasku sembari mengangkat tangan bak hormat bendera.
"Non ada-ada saja."
***
Berjalan tengah malam hanya untuk mencari jajanan buat nyemil. Belum lagi susah banget buat keluar rumah.
Tadi membutuhkan waktu lama minta izin ke Bibi, setelah itu Pak Satpam juga melarangku. Padahal aku hanya ingin menghirup angin malam sebentar saja. Lagi pula tidak terlalu jauh jarak dari rumah ke tempat penjual sate.
Ya, aku ingin membeli sate. Sate dengan kuah kacang. Hm, membayangkannya saja sudah membuatku semakin lapar.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk sampai ke tempat penjual sate.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Teen Fiction🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...