🍁END✔️🍁

2.7K 110 5
                                    

Sore ini Om Novel mengajakku ke suatu tempat. Katanya ia ingin menunjukkan sesuatu. Aku yang sangat penasaran tak henti-hentinya bertanya. Namun Om Novel hanya bungkam tak memberi jawaban apa pun.

"Masyaa Allah Non Rara cantik banget," ujar Bibi saat melihat penampilanku. Kini aku sedang menggunakan dress merah muda selutut, dengan corak bunga yang tidak terlalu ramai. Tak lupa rambut yang kubiarkan tergerai dan hanya dihiasi pita.

"Ah Bibi bisa aja. Nanti Rara terbang, loh," jawabku sedikit bergurau. Beliau pun tertawa.

"Serius, Non. Non cantik banget hari ini," ucap Bibi yang tak henti-hentinya memujiku. Entahla, menurutku itu sangat tidak benar.

"Hehehe, makasih, Bi," ujarku akhirnya hanya mengucapkan terima kasih.

"Non Rara mau pergi?" tanya beliau lagi.

"Iya, Bi. Sama Om Noval," balasku seraya tersenyum sopan.

"Ooo, ya udah atuh kalau sama Den Noval, mah. Bibi mah gak bakalan khawatir," sahut beliau tenang. Entah mengapa, Bibi seakan merasa aman jika aku pergi ke mana-mana dengan Om Novel.

"Iya, Bi."

"Nah, itu sepertinya suara mobil Om Noval. Temenin Rara ke luar yuk, Bi." Aku mengajak Bibi ke luar rumah untuk mengantarkanku ke depan, dan Bibi pun mengangguk setuju.

"Selamat sore, Bi," sapa Om Novel pada Bibi. Langsung saja ia ingin mencium punggung tangan Bibi, namun Bibi malah menghindar.

"Kenapa, Bi?" tanya Om Novel bingung.

"Gak pantes Den. Masa Den Noval mau cium tangan saya? Saya kan hanya Asisten rumah tangga," balas Bibi akhirnya.

"Lah ... Bibi kan orang tua. Mau siapa pun orang itu, kalau usianya lebih tua daripada Noval, maka Noval harus menghormatinya. Termasuk Bibi." Om Novel menjelaskan panjang lebar. Jujur, aku merasa kagum pada dirinya yang memiliki pemikiran seperti itu.

Aku sendiri juga sangat menghormati Bibi. Aku menganggap beliau seperti Mama. Karena selama ini beliau yang menjaga dan menemaniku ketika Mama, Papa, dan Abangku pergi ke luar Negri.

"Mah, Pah, Bang, Rara rindu kalian," ujarku di dalam hati, saat tiba-tiba saja rasa rindu itu kembali muncul dalam ingatan.

"Hehe, iya, Den. Bibi seneng banget melihat anak muda yang sikap dan perilakunya seperti Den Noval dan Non Rara," balas Bibi seraya tersenyum bahagia. Wajah keriputnya itu masih terlihat sangat cantik sekali. Aku yang mendengar itu hanya tersenyum menanggapi. Walau bagaimana pun, sikap sopan dan santun selalu diajarkan oleh keluargaku.

"Oh iya, Bi. Noval sama Rara pamit pergi dulu, ya." Om Noval langsung mencium punggung tangan Bibi, dan aku mengikutinya.

"Iya, kalian hati-hati di jalan, ya," ucap Bibi menasehati.

"Iya, Bi. Assalamu'alaikum." Aku dan Om Noval memberi salam.

"Wa'alaikumussalam," balas Bibi.

***

"Cie cantik," puji Om Noval tiba-tiba. Saat ini kami sedang dalam perjalanan untuk menuju suatu tempat.

"Is, apaan, sih!" ketusku yang berusaha menyembunyikan rasa malu darinya.

"...."

"Om, mau ke mana?" Aku bertanya untuk yang kesekian kalinya. Namun, pria ini tetap saja tidak ingin memberitahu.

"Anak kecil gak boleh kepo. Cukup diam dan nikmati saja perjalanannya," balasnya tanpa menatapku. Fokusnya tetap ke depan mengemudi.

"Isss ...." Aku sengaja menampakkan wajah kesal, tapi ia tetap saja tidak peduli.

Bocilku Cintaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang