🍁CHAPTER 15✔️🍁

1.5K 84 2
                                    

Happy reading

Noval POV

Hari ini adalah hari Minggu. Hari di mana gue bisa beristirahat dari kerjaan kantor. Untuk itu, gue memanfaatkan hari Minggu untuk memanjakan diri, salah satunya dengan cara berolahraga pagi.

Pagi ini, gue udah siap dengan setelan baju kaos putih dan celana training hitam. Tak lupa dengan handuk kecil yang gue gantungkan di leher.

"Val, mau ke mana kamu pagi-pagi gini?" tanya Mama saat gue menuruni anak tangga. Netranya ikut memandangi gue dari atas hingga ke bawah.

"Mau lari pagi, Ma," jawab gue seraya tersenyum.

"Sarapan dulu, dong." Mama menasehati, saat tahu bahwa gue ingin lari pagi.

"Em ... nanti aja deh, Ma. Noval sebentar aja, kok," sahut gue seraya tersenyum. Bukannya apa-apa, kalau kelamaan berangkat, bisa-bisa nanti mood lari pagi gue hilang gitu aja.

"Ya sudah, hati-hati ya, Nak. Jangan lama-lama. Inggat, kamu itu belum sarapan!"

"Iya, Mamaku tersayang. Noval mau lari pagi dulu, assalamu'alaikum," ujar gue, lalu mengecup punggung tangan Mama.

"Wa'alaikumussalam."

***

Berkeliling kompleks sebanyak 3 kali putaran, membuat keringat tak henti-hentinya bercucuran di wajah gue.

Soal keringat, gue adalah orang yang paling mudah berkeringat. Bergerak sedikit saja, sudah banyak keringat yang keluar dari tubuh gue. Kadang gue berpikir, kalau ditampung bisa menjadi sumber air kali ya? Hahaha.

Tak jarang, gue juga harus sering-sering mandi dan juga sering berganti baju yang terkena keringat itu menjadi baju yang bersih.

"Huhh, istirahat dulu, deh," ujar gue berbicara sendiri, memutuskan untuk duduk beristirahat sejenak. Mengelap keringat dengan handuk kecil yang gue bawa dan juga meneguk sebotol air putih yang gue beli saat sedang keliling tadi.

Tanpa sengaja, tiba-tiba saja netra gue menangkap sepasang kekasih yang sedang berlari-lari kecil dari kejauhan. Terlihat mereka sedang menuju ke arah gue. Gue yang tahu siapa mereka hanya bisa tersenyum getir dan berusaha terlihat baik-baik saja.

"Hai, Om," sapa si Bocil saat mereka berdua sudah menghampiri gue.

Ya, sepasang kekasih itu adalah Rara dan Hans. Gue heran, kenapa gue selalu bertemu dengan mereka berdua?

Apa Tuhan selalu menginginkan gue untuk patah hati setiap harinya?

Oh ayolah, gue ingin terbebas dari rasa sakit hati ini!

"Loh, kok Om cuma diam aja, sih?" Rara kembali bertanya, karena sedari tadi gue tidak merespon sapaannya.

"Lu berdua ngapain di sini?" tanya gue balik, tanpa nada ramah sedikit pun.

Demi apa, fokus gue tertuju ke tangan mereka yang saling menggenggam dengan erat.

"Berenang. Pake nanya lagi! Ya lari pagi, lah!"

Itu bukan suara si Bocil, melainkan itu suara si Hansyim.

"Oh."

"Em ... Om Novel di sini sama siapa?" tanya Rara yang mencoba berbasa-basi dengan gue.

Cih, bilang aja kalian mau pamer kemesraan di hadapan gue, 'kan?

Oh ayolah, gue nyerah! Gue gak kuat liat lu sama dia, Ra. Hati gue perih dan teriris!

"Gue di sini sama pacar gue," jawab gue berbohong.

Entahlah, intinya gue sudah terlanjur sakit, jadi berbohong pun sepertinya tidak ada masalah bukan?

Bocilku Cintaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang