🍁CHAPTER 10✔️🍁

1.6K 101 4
                                    

Happy reading✨

Rara POV

Tadi aku berangkat sekolah dengan Kak Hans. Ya, aku dan Om Novel sedang tidak akur. Lebih tepatnya, aku yang marah padanya karena masalah di pesta ulang tahun minggu lalu.

Aku mengacuhkan dirinya. Meski ia telah meminta maaf, tapi tatap saja aku masih marah padanya. Karena dia benar-benar menyebalkan!

"Hai, Ra," sapa Kak Hans padaku. Saat ini aku sedang menonton pertandingan bola basketnya. Kak Hans memainkannya dengan sangat hebat.

"Eh, Kakak. Sudah selesai mainnya?" tanyaku sambil menyodorkan 1 botol air mineral, tak lupa handuk kecil untuk mengelap keringat di wajahnya.

"Sudah. Saya sangat lelah, pertandingannya sangat sengit. Hampir saja saya kalah, tapi saat melihatmu yang duduk di pinggir lapangan untuk menyaksikan, membuat saya jadi tambah bersemangat untuk memenangkan pertandingan ini," jawabnya sembari menatap mataku dalam.

Astaghfirullah, dia membuatku ingin terbang.

"Kakak bisa saja," balasku dengan malu-malu.

"Kamu adalah penyemangat bagi saya, Ra." Lagi-lagi Kak Hans menatapku dalam. Ya Tuhan, aku tidak bisa ditatap seperti itu.

Siapa pun, tolong aku ....

"Eh, Kakak cepetan ganti baju, gih! Sebentar lagi pelajaran Olahraga segera berakhir. Rara mau duluan masuk ke kelas ya ...," kataku berpamitan pergi. Jujur, aku tak bisa jika berlama-lama dengan Kak Hans.

"Bye, Kak."

Tanpa menunggu balasan Kak Hans, aku langsung pergi ke kelas dengan keadaan sedikit berlari.

Ya ampun ... aku salah tingkah!

***

"Oke, mungkin cukup sampai di sini saja pelajaran saya. Jangan lupa dipelajari materi-materi yang sudah saya berikan tadi," ujar Bu Santi menutup pelajaran hari ini. Tak lupa ia mengingatkan agar kami tak melupakan materi yang telah beliau sampaikan tadi.

"Baik, Bu ...," jawab kami semua serentak, lalu Bu Santi melangkah pergi keluar kelas.

"Ra, pulang sama siapa?" tanya Mita padaku.

"Sama Doiku," jawabku seraya menyengir kuda.

"Yaelah, yang udah gak jomblo lagi mah bebas," ujarnya menyindir dan aku hanya bisa menggaruk tengkukku yang tidak gatal.

"Nah, itu dia," ucapku menunjuk Kak Hans yang muncul di depan kelas.

Ya, Kak Hans adalah pacarku. 3 hari yang lalu dia menembakku untuk jadi pacarnya, di depan semua kawan-kawanku.

Romantis, itu yang aku nilai darinya.

Bagaimana tidak? Ia membuatku menjadi pusat perhatian satu sekolah. Ditambah mereka semua yang bersorak gembira untuk menerima cintanya Kak Hans.

Jujur, sampai sekarang aku masih malu dengan kejadian itu.

"Mita mau pulang sama kita?" tanyaku menawarkan Mita untuk pulang bersama.

"Aduh, Ra. Plis, deh. Kamu itu pulangnya naik motor sama Kak Hans, lah aku mau duduk di mana coba? Di knalpot?" ujarnya kesal.

"Eh, iya juga, ya. Aku lupa, hehehe."

"Udah sono. Tuh doimu dah nungguin. Yang jomblo mah bisa apa atuh ...," katanya sedikit bersandiwara seolah-olah sedih.

"Sabar sayanggg," ucapku sambil menepuk pelan bahunya.

Bocilku Cintaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang