🍁CHAPTER 12✔️🍁

1.4K 98 1
                                    

Happy reading✨

Noval POV

Malam ini rasanya sangat membosankan. Gue bingung mau ngapain. Semua tugas kantor, sudah gue selesaikan dengan baik dan benar. Hanya tinggal menunggu tugas hari esok saja.

"Ngapain, ya? Apa yang harus gue lakukan agar rasa gabut ini hilang?" tanya gue pada diri sendiri, sembari berpikir untuk mencari jalan keluar, agar terbebas dari zona gabut ini.

1 detik
2 detik
3 detik

"Ke kamar Aca aja, deh. Siapa tau bisa gangguin dia yang sedang belajar," ujar gue dengan senyum sumringah. Bagaimana tidak? Akhirnya sebuah ide cemerlang bisa muncul di dalam pikiran gue.

Langsung saja kaki ini melangkah dengan semangat menuju kamarnya.

Tok tok tok

"Caa ...," kata gue sembari megetuk pintu.

"Masuk aja. Gak dikunci, kok," sahutnya dari dalam kamar.

Ceklek

"Hayo ... ketahuan kagak belajar! Lagi ngapain, coba?" ujar gue saat sudah masuk ke dalam, dan melihat dia yang sedang asik menggambar, bukannya belajar.

"Dih, ini kan belajar juga, Bang!" jawabnya dengan tatapan horor, serta tak mau merasa disalahkan.

"Bukannya besok kamu ulangan, ya?" Gue mulai memastikan. Pasalnya, waktu itu dia memberitahu gue bahwa besok akan ada ulangan harian.

"Iya, tapi Aca lagi istirahat baca bukunya. Sekarang lagi menggambar sebentar," balasnya yang masih terus saja melanjutkan aktivitasnya.

"Gambar apaan, sih?" tanya gue yang merasa kepo, dan semakin mendekat ke arahnya.

"Taraaaa!" Aca menunjukkan buku gambarnya ke hadapan gue.

"Ini Abang sama pacar Abang. Yang di sebelah kanan itu Aca, sebelah Aca yaitu Mama," ujarnya menjelaskan 4 orang manusia yang tertera di gambarannya itu.

1 Kata yang dapat gue simpulkan setelah melihat gambar itu, 'Bagus'. Ya, gambaran dia memang tidak ada saingannya. Sudah dari kecil anak ini hobi sekali menggambar. Jadi, memang pantas saja gambarannya menakjubkan.

"Kok kamu bisa menggambar dengan bagus, sih?" tanya gue penasaran. Mulai sedikit menerka-nerka, mengapa tangannya itu mempunya gerak lukis yang indah. Seperti ada sesuatu di tangannya itu.

"Bisa, asalkan kita mau belajar terus menerus dan gak mudah putus asa," balasnya bak seorang yang bijak.

"Tumben kamu bijak, biasanya mah kamu kan manja," ledek gue, karena ini adalah suatu hal yang langka, dan tidak seperti biasanya.

"Bijak salah! Manja salah! Pendiam juga salah! Yang benarnya apaan, coba?" kesalnya tidak terima, sebab gue selalu saja mengomentari sifat dan sikapnya selama ini.

"Hehehe, canda elah, Ca."

"Eh, tunggu-tunggu! Kok Abang kayak melihat kemiripan wajah seseorang dalam gambar ini, ya?" Gue mengambil buku gambar Aca, dan memutuskan untuk melihatnya lebih dekat lagi.

"...."

"Ca, kok ini mirip sama si ... Bocil?" ujar gue yang akhirnya menyadari bahwa wanita yang digambar Aca adalah si bocil, Rara.

Netra gue mengarah ke arah Aca. Terlihat bocah satu ini malah menyengir kuda, seakan tak bersalah tanpa dosa.

"Hehehe, emang iya. Kalian berdua itukan jodoh. Makanya Aca gambar di buku gambar Aca," jawabnya yang seperti sudah mengetahui takdir. Emang dia siapa? Kok bisa-bisanya menyimpulkan seperti itu? Hadeh!

Bocilku Cintaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang