Happy reading✨
1 Minggu kemudian ....
Rara POV
Aku memperhatikan penampilanku di depan cermin. Melihat dari atas ke bawah dan meneliti setiap inci wajahku.
Terlihat wajahku yang lesu dan tidak bersemangat. Mata sedikit menghitam, pipi pun menjadi tirus. Semua terlihat sangat menyeramkan.
Ini sudah seminggu, aku harus bisa bangkit dari keterpurukan. Terlebih, sosok dia tak pernah merasa bersalah atau pun kasihan sama sekali. Jadi, untuk apa aku berlama-lama mengurung diri?
Sehari setelah melihat vidio itu, aku meminta tolong pada Om Novel untuk menemaniku ke rumah Kak Hans dan meminta penjelasan padanya.
Setibanya kami di sana, Kak Hans sangat tidak peduli dan tidak ingin tahu apa pun. Dia tertawa puas, lalu membentakku dengan sangat kencang. Untung saja ada Om Novel yang melindungiku.
Kak Hans mengusir kami dari rumahnya dengan cara paksa dan sangat tidak sopan.
Om Novel ingin menghajarnya, namun sebisa mungkin kucegah agar tidak terjadi masalah keributan.
Aku yang terlalu lemah, hanya bisa menangis, menangis dan menangis.
1 Minggu ujian sekolah sudah terlaksanakan. Selama seminggu itu pula aku hanya murung dan tak ada berbicara sedikit pun jika tidak penting. Hanya melaksanakan ujian setelah itu diam kembali.
Rasanya tidak mood untuk melakukan apa pun. Mita yang melihatku seperti itu terlihat cemas dan khawatir.
Sekarang aku sadar bahwa mengurung diri seperti itu adalah kebodohan yang nyata.
"Non, Rara. Itu ada Non Mita di bawah sudah datang," ujar Bibi yang mengetuk pintu kamarku.
"Iya, Bi. Rara segera turun," balasku tersenyum senang.
Seminggu ini aku dan Mita selalu berangkat sekolah bersama. Mita adalah sahabat yang baik. Di saat keadaanku seperti ini, ia tak pernah sekali pun meninggalkanku. Bahkan ia mengajakku untuk berangkat sekolah bersama.
Sedikit kupoleskan bedak di wajahku dan juga lip balm berwarna merah. Tidak terlalu tebal, hanya saja aku berusaha agar wajahku terlihat kembali ceria.
"Cukup," ujarku merasa puas saat sudah selesai sedikit mengubah penampilanku.
***
"Hai, Ta," sapaku padanya saat sudah turun dari tangga.
Mita terlihat cengo dan bingung. Refleks aku melambaikan tanganku di hadapan wajahnya.
"Ta?"
"Huwaaa." Mita langsung memelukku dengan erat. Aku yang sedang dalam posisi tidak siap, hampir saja terjatuh ke belakang.
"Kamu ini kenapa, Ta?" tanyaku bingung tapi masih dalam posisi memeluknya.
"Raraku sudah sembuh ... Raraku sudah tidak sedih lagi. Raraku sudah kembali ceria ...," balasnya dengan suara yang terdengar gembira.
"Ya ampun ... aku kira ada apa ...," balasku yang masih tak habis pikir. Sampai segitunya Mita bahagia.
"Ini semua kan juga gara-gara kamu. Kamu yang selalu semangatin aku, support aku, dukung aku. Pokonya kamu sangat berperan penting, Ta," ucapku sembari tersenyum senang.
Bahagia rasanya memiliki sahabat seperti Mita. Dia selalu ada dalam suka mau pun duka. Andai Mita tak ada di sampingku, mungkin aku sudah menjadi orang paling buruk di dunia.
"Hiks, iya, Ra." Mita menghapus air mata harunya. Kemudian berusaha tersenyum bahagia.
"Ck, malah nangis. Jangan nangis, dong. Dasar lemah!" Aku sengaja meledeknya dan sikap menyebalkannya itu mulai keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bocilku Cintaku (END)
Ficção Adolescente🚫WARNING! AWAS BAPER🚫 Katanya, cinta tumbuh karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga bisa tumbuh pada dua insan yang cukup terpaut jauh usianya? Entahlah, jika cinta sudah berkuasa, maka akan mengalahkan segalanya. *** "Aku mencintaimu tanpa ala...