🍁CHAPTER 18✔️🍁

1.5K 86 1
                                    

Happy reading✨

Noval POV

Tak mempedulikan umpatan orang-orang saat melihat gue mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Karena yang gue pikirkan saat ini adalah si Bocil, Rara.

Tadi Mita menelpon gue, katanya Rara telah mengetahui bahwa dirinya hanyalah korban balas dendam dari si Hansyim. Mita juga mengabari bahwa Rara sedang mengurung diri dan menangis di dalam kamarnya.

"Eh, Den Noval. Non Raranya ada di kamar, Den," ujar Asisten rumah tangganya si Bocil saat gue tiba di sana.

"Boleh saya minta tolong antarkan ke atas, Bi?" ujar gue yang sudah sangat tidak sabar untuk menemui gadis itu. Entah bagaimana kondisinya sekarang.

"Boleh, Den. Mari ...." Beliau memulai langkah kakinya dan gue mengikuti dari arah belakang.

Tok tok tok ....

"Permisi, Non. Ini ada Den Noval ingin bertemu dengan Non Rara." Asisten rumah tangga Rara mengetuk pintu dan ada suara sahutan dari dalam. Akan tetapi, itu bukanlah suara Rara.

Ceklek

Pintu terbuka dan menampakkan sosok Mita yang terlihat sedikit setres. Namun, tidak gue pedulikan. Netra gue langsung meneliti ke setiap sudut kamar ini dan melihat si Bocil yang ternyata sedang menangis di balik selimut.

"Makasih, Bi," ujar gue mengucapkan terima kasih pada beliau yang telah mengantarkan gue ke kamarnya Bocil.

"Kalau begitu Bibi ke dapur dulu ya, Non, Den," ujar beliau berpamitan pergi.

"Iya, Bi. Silakan," balas gue dan beliau pun pergi.

"Eits, Bang Noval mau ngapain?" tanya Mita saat melihat gue ingin melangkah masuk ke dalam kamar.

"Ya mau lihat keadaan Rara, Lah. Masa gue jauh-jauh datang cuma mau ketemu, lu."

"Astagfirullah ... Abang berdosa banget," jawabnya dengan sedikit drama. Ck, dia banyak bicara ternyata.

"Dah lah, gue mau lihat Rara. Minggir lu, Dek," ujar gue memberi intruksi ke Mita agar sedikit memberi gue jalan untuk bisa masuk ke dalam kamar Bocil.

"Oh tidak bisa. Mita gak boleh membiarkan Abang masuk ke dalam kamar Rara, Abang harus dalam pengawasan Mita pastinya," jawab kawan si Bocil yang satu ini dan membuat gue sedikit geram dengan tingkahnya. Ternyata Rara dan Mita memang dua orang sahabat yang sama-sama menyebalkan.

"Ya udah ayo!" Gue menarik tangannya dan kami pun menghampiri si Bocil yang sedang menangis di balik selimut itu.

"Bang bujuk Rara supaya semangat, ya. Aku gak mau ganggu acara ngobrol kalian, jadi aku tunggu di sofa aja."

"Semangat!" Mita menepuk bahu gue memberi semangat agar bisa membuat Rara kembali ceria. Detik berikutnya gadis itu sudah duduk dengan memainkan handphone-nya di sofa

"Cil."

"Cil."

Lagi, tidak ada sahutan dari dia.

"Cil, maafin gue yang gak bisa jagainlu. Maafin gue yang gak bisa membuatlu bahagia. Maafin gue yang udah bikinlu nangis. Maafin gue yang ... arggh maafin gue, Cil," cerocos gue meminta maaf dan merasa frustasi.

Ini salah gue. Gue gak bisa cegah Bocil agar tidak jatuh hati pada si Hans gila itu. Gue memang lemah dan bodoh. Membiarkan Rara jatuh ke dalam perangkap pria laknat itu.

"Jawab ngapa, Cil," ujar gue sedikit pasrah.

Terlihat Mita yang menatap ke arah gue, tiba-tiba mengangkat tangannya yang dikepal, mengisyaratkan gue harus semangat!

Gue hanya membalas dengan anggukan kepala saja.

"Cil, lu mau lihat sesuatu?"

"...."

"Ini tentang Hans"

"Apa?" sahut si Bocil yang tiba-tiba bangun. Terdengar suaranya yang serak, mungkin karena ia menangis.

Gue sebenarnya kaget. Rambutnya acak-acakan, matanya merah dan sembab, juga tak ada lagi senyum manis yang menghiasi wajahnya saat ini.

"Ya elah, lu. Digituin baru bangun," ujar gue dengan sedikit nada canda. Berharap dirinya terhibur dan kembali ceria seperti sedia kala.

"Cepetan ada apa?" ketusnya dengan wajar seram. Gue yang melihat itu sedikit merinding. Ternyata si Bocil gak ada akhlak bisa menyeramkan juga.

"Tapi janji, lu jangan nangis lagi!" Gue mengangkat jari kelingking gue agar dia mau menautkan jarinya.

"Enggak mau janji, maunya Om kasih tau apa yang Om ingin sampaikan," balasnya dan gue hanya bisa mendesah pasrah.

"Bentar." Gue mulai mengeluarkan handphone gue dari dalam saku, kemudian mencari sesuatu yang ingin gue tunjukkan ke si Bocil.

"Nih. Ingat, jangan nangis!" peringat gue yang tak dihiraukan olehnya.

Langsung saja Rara melihat vidio yang gue tunjukkan.

Menangis

Ya, itu yang dia lakukan saat melihat vidio itu. Di mana ia mendengarkan semua pengakuan Hansyim yang ingin membalas dendam dengannya.

Membalas dendam karena Kakaknya Hans pernah sakit hati akibat ulah Abangnya Bocil一Angga, yang pernah menolak cinta Kakak Hans itu.

Harusnya Hans punya hati. Yang salah itu Abangnya Bocil yang menolak hati Kakaknya. Yang membuat Kakaknya stress karena cinta itu bukan Rara, tapi Angga!

Mengapa dia malah membalaskan semua itu dengan cara yang menyakitkan?

Gue yang melihat semua ini saja sudah geram dan ingin mengamuk, apalagi Rara yang menjadi korban?

"Hiks, aku mohon kalian keluar," ujar Rara tiba-tiba saat sudah selesai melihat vidio itu.

"Ra, kamu baik-baik aja, kan?" Mita yang dari tadi menunggu di sofa tiba-tiba menghampiri Rara. Raut cemas sudah terlihat sangat jelas terpampang di wajahnya.

"Engga apa-apa, Ta. Aku cuma mohon supaya kalian membiarkan aku tenang dalam kesendirian." Bocil mengatakan keinginannya, sesekali menghapus bulir bening yang jatuh dari mata indahnya itu.

"Tapi, Cil一"

"Plis, aku mohon."

Demi apa gue gak suka dia kayak begini. Hati gue sakit seakan teriris!

"Hm, ya udah, Ra. Kamu baik-baik aja ya di sini. Jangan lupa belajar, kita lagi ujian. Aku gak mau kamu stress dan nilai kamu jadi jelek. Aku harap besok kamu sudah kembali ceria lagi." Mita berbicara panjang lebar dan langsung memeluk Rara.

"Aku usahakan," balas si Bocil seraya memaksakan senyumnya.

"Ayo, Bang. Kita keluar dan biarkan Rara menenangkan pikirannya dulu." Mita mengajak gue untuk pergi meninggalkan Rara sendirian.

"Oke. Kalau lu butuh apa-apa, jangan lupa hubungi gue, Cil!" peringat gue dan dia pun mengangguk.

Mita langsung menarik tangan gue dan kami pun keluar dari kamarnya si Bocil. Membiarkan dia tenang untuk beberapa waktu.

Noval POV END

***

Tak ada yang lebih indah dari senyumanmu

Tak ada yang lebih seram dari melihat amarahmu
Tak ada yang lebih sakit dari menyaksikan isak tangismu

Kau berharga, tak layak untuk sakit hati
Kau berguna, tak pantas untuk dipermainkan
Kau baik, tak seharusnya untuk diperlakukan dengan kasar

-Noval-

***

🍁Jangan lupa VOTE and COMMENT🍁

*
*
*

Lopyuu🍁
-rikaefrl

Bocilku Cintaku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang