36. White room

3.2K 210 24
                                    

3 Minggu berlalu.


Dan nggak kerasa kalau udah selama itu Zora tinggal di rumah sendirian, yang artinya udah 3 Minggu Rei ada di Semarang. Buat beberapa orang emang 3 Minggu tuh nggak ada apa-apanya. Tapi buat Zora jalanin hari selama 3 Minggu itu, waktu yang cukup panjang.

Walaupun dia nggak di rumah terus, dia sering ke rumah Bunda atau rumah Tante Dellin buat ngilangin bosennya.

Belakangan ini Zora lumayan sering kambuh daripada sebelumnya. Padahal dia nggak pernah ngelewatin satu hari tanpa minum obat. Bahkan obat yang dia konsumsi udah mau habis. Zora nggak berharap kesembuhan dari obat itu. Zora tau kalau obat yang dia konsumsi selama ini bukan buat penyembuh, tapi cuma buat penjinak supaya kemungkinan kambuh itu berkurang.

Pulang sekolah, Zora nggak langsung pulang ke rumah. Dia ada janji sama dokter Dara buat check up. Zora cerita banyak apa yang dia rasain belakangan ini. Dokter juga nanyain tentang obat, apa Zora minumnya teratur atau nggak. Akhir dari check up, dokter Dara nambahin obat buat Zora.

Zora hela napas begitu ngeliat beberapa obat baru yang harus dia minum buat kedepannya. Ngerti sama tatapan Zora, dokter Dara senyum, genggam tangan Zora. "Kesembuhan pasien itu harapan terbesar kami. Jangan pesimis, di sini yang berjuang nggak cuma kamu. Saya sebagai dokter pun ikut berjuang demi kesembuhan pasien. Saya yakin kamu bisa sembuh, optimis itu harus. Okay?" kata dokter Dara, ngasih semangat.

Zora senyum tipis, ngangguk pelan. Kesembuhan dia saat ini bukan cuma buat dia. Buat orang terdekatnya, Rei, Tante Dellin, Om Feri, Ayah Bunda, semuanya. Dia nggak mau mereka semua tau penyakit dia sebelum dia sembuh.

"Terima kasih, Dok," kata Zora.

"Mau saya tunjukin sesuatu?" tanya dokter Dara.

Zora ngangguk. Ikutin dokter Dara masuk ke salah satu ruangan. Pintu ruangannya putih bersih, begitu juga di dalamnya. Ruangan putih itu penuh sama tempelan di dinding, hampir nutupin dinding putih ruangan itu.

Zora jalan ke arah dinding, ada surat yang ditempel di sana.

"Ini tulisan tangan pasien saya yang berhasil sembuh. Hasil perjuangan mereka untuk sembuh tertulis di sini," kata dokter Dara.

Zora baca satu per satu isi surat itu. Cenderung isinya ucapan terima kasih, dan cerita pengalaman mereka selama pengobatan.

Zora senyum ngeliat tulisan itu. Nggak cuma orang dewasa atau remaja kayak dia, ada beberapa surat yang ngasih tau kalau pasien itu masih anak-anak.

"Terima kasih, Tuhan! Udah angkat penyakit Sendy. Sekarang Sendy udah nggak perlu minum obat lagi, Sendy udah sembuh! Terima kasih untuk dokter Dara juga!!"

Zora baca tulisan itu dalam hati. Bibirnya masih senyum waktu baca tulisan-tulisan itu.

"Setiap masuk ke ruangan ini, saya merasa puas, senang sekaligus. Karena perjuangan mereka bisa dibayar dengan kesembuhan."

Zora noleh ke arah sudut ruangan, di sebelah kiri dia berdiri sekarang. Tempelan di dinding itu lebih sedikit daripada dinding di depannya sekarang.

"Tapi saya juga sering merasa sedih. Karena gagal bawa mereka ke kesembuhan yang mereka tunggu." Dokter Dara jalan ke arah dinding itu, ngusap salah satu kertas bertulisan nama yang ditempel di sana.

[I] 𝐎𝐙𝐎𝐑𝐄𝐈 [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang