39. Prank

2.6K 158 15
                                    

⚠️ chapter ini penuh drama ⚠️
Saya yang ngetik aja maloe🤠

***

"REI???"

Zora langsung duduk, dia ngasih jarak posisinya sama Rei. Kaget. Zora nggak bisa mikir apa-apa, otaknya bener-bener ngeblank. Dia nggak percaya kalau orang di depannya ini beneran Rei.

Kepalanya pusing, efek nangis kelamaan trus juga langsung duduk dari posisi tidur. Ngeliat Zora yang kesakitan, Rei langsung duduk di kasur, megangin kepala Zora.

"Kenapa?" tanya Rei.

Zora diem, ingatannya mulai muncul. Dia inget tadi sore Rei jahat sama dia. Dan sekarang dia nggak tau kenapa Rei bisa ada di depannya. Zora nelis kasar tangan Rei yang megang tangan dia.

"Ra?"

"Ngapain lo, sialan?" tanya Zora, tatapannya tajem. Walaupun matanya sembab, tapi raut wajah marahnya keliatan serem.

Rei ngerutin dahi, bingung sekaligus kaget waktu Zora ngumpat.

"Minggir," Zora beranjak dari kasur, ditahan sama Rei.

"Lepas!"

"Eh kenapa?"

Zora jalan ke arah lemari, pouch obatnya dia simpen di laci trus dia kunci. Dia nggak tau kalau Rei bakal pulang sekarang, untungnya dia udah nyimpen obat-obatannya di dalem pouch gitu, biar gampang dibawa kalau lagi pergi.

"Ra gue minta maaf, sini dengerin dulu," kata Rei masih nyoba buat bujuk Zora.

"Nggak mau."

Habis nutup lemari, Zora jalan ke arah balkon. Dia inget kejadian tadi sore. Rasa sakit hatinya masih kerasa, tapi sekarang Rei malah bilang maaf seenaknya. Rei pikir rasa sakit hatinya bisa sembuh cuma gara-gara kata maaf?

Dari jauh Rei natap punggung Zora, trus dia senyum. Dia jalan ke arah balkon, tepat di belakang Zora yang lagi natap ke arah langit malam. Rei meluk pinggang Zora dari belakang.

Zora berontak, udah pasti dia nolak. Tapi tenaga Rei lebih kuat. "Ra..," Rei ngomong tepat di leher Zora.

Zora udah nggak berontak lagi, matanya basah. Bakalan nangis.

"Maaf," kata Rei masih meluk Zora dari belakang.

"Basi."

"This is just a prank," kata Rei.

Zora tetep nggak jawab, denger kata prank dia makin sakit hati.

"Sini, dengerin dulu," Rei lepas pelukannya, muterin badan Zora biar menghadap dia. Rei ngusap air mata Zora, dia senyum ngeyakinin Zora kalau itu beneran prank.

Rei meluk Zora lagi, sekarang biar Zora tenang dulu. Biar dia ngejelasinnya juga enak tanpa Zora masih nangis.

"Ayah bilang soal lo cerita tentang gue, thanks udah buat Ayah berubah pikiran, dan izinin gue pulang lebih awal. Gue mau kasih tau lo dari awal, dan gue niatnya mau ngeprank. Tapi kelewatan, ya? Maaf," Rei mulai ngejelasin pelan-pelan biar Zora ngerti.

Waktu di telepon tadi, Rei denger Zora nangis, dari situ niatnya dia mau batalin pranknya. Tapi dia masih tetep berlanjut, sampai Zora nangis kejer. Rei juga awalnya nggak tega, makanya dia berusaha buat matiin teleponnya cepet-cepet, tapi Zora masih ngomong.

Dan waktu telepon tadi juga posisinya Rei baru keluar dari bandara. Dan mau jalan arah pulang. Rei nggak tau kalau pranknya ini bisa bikin Zora nangis kayak gitu, walaupun pranknya berhasil.

Rei natap Zora, dia ngusap air mata Zora lagi. Trus ketawa ngeliat muka Zora yang sembab sekaligus ngerasa bersalah. "Udah jangan nangis, pusing nanti," kata Rei.

"Lo jahat. Gue nggak percaya," kata Zora.

"Kan, udah gue jelasin tadi," kata Rei.

"Lo selingkuh."

"Heh, mulut! Sembarangan kalau ngomong," Rei nggak terima dibilang selingkuh. Ya jelas dia nggak selingkuh. Zora juga dapat kabar dari mana soal ini.

"Fakta," kata Zora.

"Kata siapa? Gue nggak selingkuh," kata Rei masih nyoba buat yakinin Zora.

"Bukan kata siapa-siapa, gue sendiri yang tau."

"Iya tau dari siapa?"

"Bukan dari siapa-siapa gue bilang!" Zora dorong badan Rei, dia duduk di atas kasur.

Rei ngikutin Zora, dia ikut duduk di kasur, di samping Zora. "Coba kasih tau, lo dapet berita itu dari mana," kata Rei.

"Gue denger sendiri," Zora buang muka. Inget suara cewek tadi di telepon, sakit hati.

"Hmm? Kasih tau dulu," Rei geser badan Zora.

Zora nunduk nggak mau natap Rei, dia capek nangis. Air matanya udah nggak keluar lagi. Matanya juga udah sakit. "Gue denger tadi di telepon."

Rei inget-inget trus dia hela napas, biarin Zora selesain omongannya.

"Lo, ngomongnya lembut banget. Beda sama ngomong ke gue," kata Zora. "Gue tau, kita cuma dijodohin, tapi jangan selingkuh kalau lo masih belum suka sama gue," kata Zora.

"Apasih, kok, ngomongnya gitu? Gue nggak suka," Rei narik Zora ke pelukannya. Ditepuk-tepuk pelan, tapi kali ini Zora nggak berontak lagi.

"Cewek tadi supir taksinya. Kebetulan tadi dia lagi ke kamar mandi, trus gue telepon lo sambil nunggu. Dia dateng pas gue masih teleponan sama lo," kata Rei.

Zora diem doang, menurut dia Rei itu jahat. Ngeprank dia sampai segitunya. Dia masih marah, nggak mau natap wajah Rei.

"Beneran, kalau masih nggak percaya, gue masih ada bukti di aplikasinya," kata Rei.

Rei ngangkat dagu Zora, "Udah jangan nangis lagi, maaf, yaa," Rei ngecup kedua mata Zora yang sembab. Trus dia meluk Zora lagi.

"Kangen," Rei ngedusel di leher Zora, tangannya ngelus punggung Zora. Beneran kangen.

Zora bales pelukan Rei, kepalanya dia sandarin di bahu Rei.

Bugh!

"Sshhh.." Rei ngeringis waktu Zora mukul punggungnya.

"Nyebelin," kata Zora.

"But, will you forgive me?"

"Hmm,"

"Still not yet?"

Zora lepas pelukannya, dia natap Rei. Mukanya judes, masih kesel. "I forgive you," kata Zora.













***

Bersambung...

Vote komen nya timaaci!!

C uuu♡(> ਊ <)♡

[I] 𝐎𝐙𝐎𝐑𝐄𝐈 [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang