Arta merebahkan tubuhnya di atas kasur ingin tidur, tetapi tak bisa. Dengan malas memainkan ponselnya seketika mengingat tentang pesan yang sering menghantuinya. Arta berdiri menatap keluar jendela. Langit begitu gelap tanpa sinar rembulan menghiasi.
Meskipun nomornya diblok tetap saja orang itu memberinya pesan dengan nomor yang lain. Arta bergerak gelisah, dipandangnya lama layar ponsel tersebut dengan cepat mencari nama Nesya.
Telepon tersambung....
Klik,
"Halo, dengan Nesya di sini."
"Ini gue Arta."
"Ciye nelepon. Kangen ya?"
"Nggak usah ngarep. Gue mau ngomong serius nih."
"Aduh, Ar gue belom siap-"
"Heh? Maksudnya?"
"Anu- gue gak punya rasa-"
"Bukan itu! Lagian ogah banget nembak lo. Nggak usah kepedean," decak Arta kesal.
"Ngobrol dong, hihi gue jadi malu. Kenapa Ar?"
Arta mengatur napasnya.
"Lo kenal Badai Fer-"
"Ohmymy demi apa lo! Kak Badai Ferdian cogans terkece itu!" jeritnya histeris.
"Jadi? Elo kan yang ngasih nomor gue ke dia. Ngaku lo."
Tidak ada jawaban melainkan terdengar suara cekikikan.
"Woy Nesya geblek."
"Hehehe, Iya sorry, abisnya dia maksa jadi ya gue kasih."
"Kenapa dikasih? Lo tau gak dia neror gue mulu. Pokoknya lo harus tanggungjawab. Nesya, lo denger gue kan?"
"Ekhm, sebagai fujoshi akut, gue pengen lo jadian sama Kak Badai. Udah nikmatin aja. Bye!'
Arta melotot horor. Apa katanya? Fujoshi? Dasar cewek sinting! Arta merinding seketika. Pesan masuk, sejenak Arta ragu 'tuk membaca. Jari-jarinya memperlambat proses membuka kotak pesan ....
From: Anonymous
Baby, udah tidur belom? Aku rindu 😳Arta berlari ke kamar mandi. Dia menjadi jijik sendiri dengan isi pesannya. Arta lelah memblok nomornya pasti ada saja pesan masuk dan Arta memilih membiarkannya.
Arta mencuci mukanya dengan bersih. Dia melangkahkan kakinya ke atas kasur. Dia mengetik sesuatu.
To: Anonymous
Berhenti gangguin gue! Dasar gila.Tring!
From: Anonymous
Gue udah terlanjur gila karena kenal sama lo apalagi dekat, duh rasanya banyak kupu-kupu malam bertebaranArta tak membalas lagi. Akan percuma jika terus meladeninya lebih baik Arta tidur. Dia menarik selimutnya membungkus diri. Pesan itu kembali berbunyi, Arta sudah terbang ke alam mimpi.
***
Badai-pemuda gila yang dihindari Arta sejak pertemuan mereka yang terbilang singkat. Namun, berkesan. Badai menatap langit temaram. wajah Arta terlintas di pikiran membuatnya semakin tertarik ingin memilikinya. Orientasinya berubah sejak mengenal Arta. Dia mengakui itu bahwa dirinya tak normal.
Teman-temannya pun tak masalah dengan orientasinya. Selama Badai sadar semuanya akan baik-baik saja. Fire Angel pulang dengan kemenangan. Balapan berhadiah jutaan berhasil diraih. Badai membagi sebagian uang yang didapat untuk berpesta. Seorang gadis cantik mendekat ke arahnya, membelainya lembut, Badai mendelik. Pinggangnya dirangkul. Gadis itu mencodongnya tubuhnya ke arah Badai berniat menggodanya. Tentu saja Badai tertarik lantas membawa gadis tersebut ke dalam kamar.
Mereka bersenang-senang. Pesta begitu meriah, ada banyak alkohol, rokok dan pasukannya serta wanita cantik yang berada di antara mereka. Badai duduk dekat jendela. Dia menatap foto pemuda di layar. Lalu, menghapus di galerinya. Semuanya hanya masa lalu. Masa depannya hanya Arta seorang. Dia mengetik pesan.
Good night baby boy
Badai menatap pesan yang sempat terbalas. Meski singkat tak apa setidaknya ada jejaknya. Badai keluar kamar, banyak botol berserakan serta bau tak sedap. Badai berjalan ke arah dapur. Dia meneguk minuman, kembali berjalan ke sofa duduk dengan santai.
Diteguknya lagi minuman itu, Badai terbaring di sofa dengan memeluk ponselnya di dada.
Malam yang menyenangkan serta Badai terlelap berharap besok bertemu dengan mataharinya. Yakni Arta!***
Keesokan harinya
Pesan berhantu itu semakin menerornya. Mendadak wajah Arta menjadi mendung dan suram. Calvin dibuat terheran-heran. Dia berbisik ke telinga Arta membuatnya merinding seketika belum saja bersuara sudah dihantam dengan tinjunya.
Calvin meringis dan melotot garang. "Wah KDRT lo. Bundaaaa Arta jahat! Masa dedek ditinju sih!" teriaknya menggelegar.
Bunda yang berada di lantai atas ikut berteriak, "Jangan bertengkar. Buruan ke sekolah!" Calvin menabrak bahunya kasar dan menjauhinya dengan tatapan sinis. Arta menghela napas.
Tangannya refleks bergerak. Dia menjadi agresif ketika musuh datang. Lebih tepatnya, membentengi dirinya sendiri dengan cara menjaga jarak. Itu dimulai dari hari ini dan waspada jika berhadapan dengan Badai. Meskipun mereka belum bertemu lagi. Adakalanya Arta mulai menghindari bahaya.
Arta pergi ke sekolah menaiki angkutan umum. Motornya dibawa lari oleh Calvin. Kuncinya sudah diambil alih. Arta pun malas berdebat. Dia duduk dengan tenang di dalam angkot. Beberapa menit kemudian, dia mendongak. Seorang pemuda ber-hoodie hitam menutupi kepala serta wajahnya. Arta menautkan kedua alisnya. Semakin diteliti tak ada yang mencurigakan darinya.
Arta menatap keluar jendela, memasuki tangannya ke dalam saku. Earphone terlepas satu, Arta melirik dan membeku. Sorot mata gelap menatapnya, Arta tertegun sesaat. Ragu-ragu melihat kanan-kiri. Tidak ada penumpang lain selain mereka berdua serta sang supir.
Dia menatapnya tanpa bersuara. Arta dibuat bingung lantas bertanya, "Kenapa?"
Earphone-nya dilepas serta musiknya dimatikan. Arta bergeser rupanya dia ingin duduk di sampingnya. Ketenangannya hilang tatkala kepalanya bersender ke bahunya. Arta menoleh ke samping ingin sekali melemparnya ke jalanan. Akan terapi, Arta cukup tahu diri.
Sepanjang jalan, musik yang tadi dimatikan kembali terdengar. Bukan dari ponsel Arta melainkan ponsel pemuda di sampingnya. Suaranya begitu berisik membuat Arta terganggu lantas menyenggolnya pelan.
Dia membuka matanya sedikit. Tangannya merogoh ponsel dalam saku jaket dan memilih mengabaikannya. "Jangan ganggu," bisiknya rendah. Arta mencibir dalam hati.
Boleh sleding gak sih? Kesel anjir!
Angkot berhenti di gerbang sekolah. SMA Galaxi. Arta celingukan dan mengeryit. "Kok berhenti di sini, Pak?" tanya Arta bingung. Pak supir menengok ke belakang.
"Cepat turun. Saya mau pulang!" Jawaban Pak Supir membuat Arta melongo. Pemuda di sampingnya terbangun tanpa permisi menarik tangan Arta keluar. Sekali lagi Arta dibuat jengkel. Dia menepis tangannya.
"Pedofil ya lo," tuduh Arta sembari memicingkan matanya. Pemuda itu menguap, merentangkan tangannya ke udara dan berdecak pelan.
Arta bergerak mundur saat pemuda di depannya maju mentok gerbang besi. Arta menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Hari ini hari tersial dalam hidupnya harus bertemu dengan pedofil.
Rambutnya diacak pelan. Arta menurunkan tangannya dan terdiam tanpa sepatah kata pun. Angin berembus kencang. Arta berjalan dengan linglung saat ditarik oleh pemuda di depannya. Mereka melewati gerbang sekolah dengan besi menjulang tinggi.
Arta menatap tangan yang saling bertaut enggan berkomentar. Dia membawa Arta masuk ke tempat asing yang membuatnya senang bukan main, seakan kegelisahan tadi menghilang tersapu debu. Entah kenapa dia merasa nyaman dekat dengannya.
......
TBC
Ke mana kah mereka pergi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Artamevia [END]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Caesar Arta Viandra ialah sosok pemuda yang acuh tak acuh akan sekitar. Namun, sejak mengenalnya hidup lelaki bermata biru saphir lebih berwarna serta sifat cueknya, berubah haluan menjadi manja hanya kepadanya seorang. Ap...