13. Sebuah Harapan

691 83 3
                                    

Calvin beranjak dari tempat duduknya saat melihat pemuda itu keluar dari kamar Arta. Masih dengan rasa penasaran yang tak kunjung dapat balasan.

"Eh, mau ke mana lo?" tanya Calvin.

Pemuda itu berkata, "Bisa minta tolong."

Calvin mendadak bulu kuduknya berdiri, tetapi mempertahankan wajah angkuhnya.

"Apa?"

Pemuda itu menghela napas. Ingin memberinya pesan. Akan tetapi, diurungkan. Pemuda itu hanya berucap, "Awasi Arta."

Calvin menautkan alisnya bingung. "Hah? Emangnya dia bayi pake diawasin. Gue bukan baby sitter-nya." Jelas Calvin menolak permintaannya.

Pemuda itu menatapnya tajam. "Tugas lo simpel cukup awasi dia. Jika dia bertanya tentang gue. Bilang aja  gue pergi ke suatu tempat. Gue harap lo tidak banyak bertanya."

Calvin menelan kata-katanya lagi. Tatapannya begitu menusuk dan mengerikan. "Tu-tunggu bentar. Emangnya lo mau ke mana? Dan apa hubungan kalian berdua?"

Pemuda itu masih menatapnya sambil berkata, "Lebih dari teman."

Calvin terdiam. Sosoknya menghilang tanpa jejak. Calvin berjalan linglung saat menutup pintu serta matanya berkunang-kunang saat mendapat kabar yang mengejutkan.

Lebih dari teman itu maksudnya spesial gitu? Apa mereka terjebak friendzone?

Calvin mengistirahatkan tubuh dan pikirannya yang bercabang. Tak tahu harus bagaimana. Dia memutuskan tidur seharian berharap esok mendapatkan pencerahan.

***

Di malam Hari

Arta membuka matanya, tatapannya kosong dengan malas duduk dan  melirik ke samping pemuda itu tidak ada. Dia beneran pergi tanpa pamit. Sebelumnya dia sempat berbisik dan Arta memotong pembicaraan jadi dia tak tahu kalimat selanjutnya.

Yang dia ingat ialah.

"Seharian ini jangan cari gue dulu karena –"

Nah hanya sepintas. Namun, merusak mood yang dipertahankan. Arta mengambil ponselnya menatap layar dalam diam tak ada satu pun pesan darinya. Tangannya dengan cepat mengetik sesuatu dan hanya ceklis yang terpapar.

To: Mr. X
Lagi di mana?

Tidak ada balasan. Arta menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Aroma parfumnya masih tercium jelas lantas membungkus dirinya dengan selimut. Dia menenggelamkan wajahnya, sesaat ponselnya bergetar.

Arta mengambil ponsel dan matanya menjadi cerah saat melihat pesan masuk darinya. Arta berdecak pelan. Jari-jarinya berbalas.

From: Mr. X
Ciye kangen 😌

To: Mr. X
😷

From: Mr. X
Gemes banget sih 😘

To: Mr. X
Ish. Lagi di mana sekarang?!

From: Mr. X
Di hatimu 😙

Arta terbatuk pelan. Pipinya menjadi panas. Dia tak lagi membalasnya. Tiba-tiba telepon berdering.

Arta duduk di pinggir kasur dengan beralasan bantal. Dia berdeham kemudian jarinya menggeser tombol hijau. Terdengar helaan napas. Arta menggunakan headset-nya. Orang di seberang belum bersuara. Arta menunggu dalam keheningan lalu mencoba bersuara duluan.

Artamevia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang