12. Rahasia Kecil

834 101 4
                                    

Arta dipulangkan ke rumahnya sehabis menginap beberapa hari di rumah pemuda itu. Awalnya dia menolak akan tetapi, pemuda itu sudah memberinya peringatan terlebih dahulu.

"Orangtua lo pasti kangen sama lo karena anaknya gak pulang-pulang. Turuti perintah gue atau kita gak usah ketemu lagi."

Begitulah ancamannya membuatnya menjadi lesu.

Arta menolak kalimat terakhir. Keseringan bersama pemuda itu membuatnya enggan berpisah. Padahal awalnya mereka hanya orang asing yang tak sengaja bertemu.

Dengan seiring berjalannya waktu semuanya berubah. Arta selalu diperhatikan dan membuatnya merasa nyaman dan bergantung kepadanya.

Apakah dia sedang kasmaran? Seharusnya ini tidaklah masuk akal. Akan tetapi, Arta mengakui satu hal bahwa dia menyukai semua tentangnya. Pemuda itu juga selalu memperlakukannya dengan baik serta memanjakannya. Meski banyak yang bilang kalau pemuda itu seorang playboy.

Arta tak menganggapnya serius. Mungkin saja mereka mencari perhatian, tetapi diabaikan olehnya. Tinggal di antara orang-orang yang belum pernah ditemui cukup menghibur dirinya yang entah bagaimana merasa kesepian.

Pemuda itu ditahan di rumahnya. Kebetulan sekali rumahnya sedang sepi lagipula dia tak rela ditinggalkan. Kedua orang tuanya bekerja. Meskipun memiliki saudara dia masih merasa sendirian.

Pemuda itu memainkan pipinya seperti biasa, sedangkan Arta memainkan ponselnya. Terdengar suara nyaring dari arah depan.

"Yuhu, Prince Calvin back!"

Calvin memasuki rumah, melangkah ke dalam sudah disambut pemandangan yang sulit dijelaskan. Dia terdiam kaku beberapa saat kemudian, barulah dia sadar. Calvin berlari ke arah saudaranya yang telah lama menghilang.

"Huwa Arta! Lo ke mana aja, hah? Ponsel gak aktif dan gak pulang-pulang lagi. Lo gak diculik alien, kan?"

Arta menendang wajahnya menjauh. Calvin terjungkal sambil meringis.

"Jahat banget, sih! Gue itu khawatir banget sama lo. Nggak ada akhlak emang. Seharusnya lo berterima kasih gue perhatiin."

"Gak butuh," balas Arta ketus.

Calvin mengerucutkan bibirnya, terbiasa dianggap angin lalu oleh saudaranya itu, dan juga sering tertindas. Terdiam sejenak, ekor matanya menangkap sosok pemuda asing yang tengah bersandar manis di samping Arta. Calvin pun tersentak.

"Lo ... siapa?" tanya Calvin.

Penasaran akan kedekatan mereka berdua. Pemuda itu memperhatikannya dalam diam. Segera Arta memblokir pandangan, dia tak ingin memberi Calvin kesempatan untuk mengenal pemuda di sebelahnya.

"Kepo lo. Udah sana pergi! Merusak pemandangan aja."

Mendengar ini, pemuda itu tertawa kecil. Ketidakpercayaan Calvin akan seruan Arta membuatnya kesal. Tanpa kata menyelinap pergi menuju kamarnya.

Setelah itu, Arta menoleh ke samping dengan tatapan sinis.

"Nggak usah genit!"

Merasa dejavu. Pemuda itu terdiam kemudian, sudut bibirnya terangkat.

"Manis banget, sih. Interaksi kalian, bikin iri ajah," gumamnya lirih.

Arta membuang muka. Raut wajah sedih pun mendapatkan lirikan. Namun, dia acuh tak acuh. Diam-diam mencuri pandang karena penasaran. Tak ada kata yang terucap mengheningkan suasana di antara mereka. Perasaan Arta pun mulai tak enak.

***

Menjelang siang, pemuda itu berniat pulang karena terlalu lama juga berada di rumah ini. Namun, ada saja alasan yang membuatnya bertahan. Seperti halnya menonton film.

Artamevia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang